Menakar Untung–Buntung di Balik Kebijakan Penggunaan Aplikasi MyPertamina

Redaksi Suara Mahasiswa · 11 Agustus 2022
6 menit

Tak dapat dipungkiri lagi bahwa bensin adalah salah satu barang yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai macam moda transportasi hampir semuanya menggunakan bensin sebagai energi penggerak. Mulai dari motor, mobil, bis, dan angkot, semuanya membutuhkan bensin sebagai bahan bakarnya. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2020 saja, terdapat sekitar 115 juta sepeda motor, 5 juta mobil barang, 233 ribu bis, dan sekitar 15 juta mobil berpenumpang. Maka dari itu, ketergantungan manusia terhadap bensin merupakan hal yang tak dapat dielakkan.

Tepat pada awal bulan Juli 2022, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang cukup kontroversial, yaitu mewajibkan pembelian bensin dengan menggunakan aplikasi MyPertamina di berbagai daerah di Indonesia untuk pembelian jenis bahan bakar bersubsidi, salah satunya adalah pertalite. Hal ini merupakan kebijakan yang kontroversial di mata masyarakat karena dianggap menyulitkan proses pembelian bensin. Namun, apakah penggunaan aplikasi MyPertamina sepenuhnya ‘menyengsarakan’ masyarakat?

Subsidi Bensin di Indonesia

Harga bensin di Indonesia, terutama produk Pertamina, sangatlah bergantung pada subsidi pemerintah. Jadi, tidak semua biaya untuk pembelian bensin ditanggungkan kepada masyarakat, namun menggunakan sebagian Anggaran Perencanaan Belanja Negara (APBN). Menurut Sekretaris Kemenko bidang Perekonomian, Susiwijono, pemberian bensin bersubsidi di Indonesia sangat mempertimbangkan kemampuan negara dan masyarakat terhadap pembelian BBM (CNBC, 2022). Maka dari itu, diputuskan bahwa pemberian subsidi bensin di Indonesia diberikan atas dasar agar dapat mendongkrak perputaran roda perekonomian. Tercatat, pada tahun 2021, subsidi untuk energi mencapai angka 64,8 triliun rupiah (Kemenkeu, 2021).

APBN 2020 dan 2021

Selama dua tahun terakhir, APBN Indonesia mengalami goncangan yang sangat besar. Pandemi corona virus disease 2019 (COVID-19) memberikan dampak yang sangat luar biasa terhadap APBN. Hal ini terjadi bukan tanpa sebab, terdapat alokasi anggaran yang sangat besar pada dua tahun terakhir ini untuk sektor kesehatan dan sosial.

Pada tahun 2020, Realisasi alokasi APBN untuk sektor kesehatan meningkat hingga 87%, atau sekitar 212 triliun rupiah yang pada tahun 2019 hanya mencapai angka 113,6 triliun rupiah. Anggaran sebesar itu digunakan dengan rincian untuk antisipasi pelaksanaan dan pengadaan vaksin COVID-19, dan alokasi lainnya seperti untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).  Selain dari itu, pembengkakan anggaran terjadi pada anggaran sosial. Tercatat, terjadi peningkatan sebesar 31% atau menjadi sekitar 495 triliun rupiah untuk memberikan bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak COVID-19. Dari pengeluarannya saja, APBN Indonesia mengalami peningkatan. Ditambah lagi pada tahun-tahun yang sama, pemerintah Indonesia memberikan kebijakan relaksasi pajak bagi sektor-sektor yang terdampak. Hal ini menyebabkan pendapatan perpajakan Indonesia pada tahun 2020 menurun sebesar 142 triliun rupiah atau sekitar 9,2% dari tahun sebelumnya.

Kombinasi pengeluaran yang meningkat dan pendapatan yang menurun pada APBN memberikan dampak defisit anggaran yang luar biasa. Pada tahun 2020, defisit anggaran yang terjadi ada pada angka 1.039 triliun rupiah dan sedikit menurun pada tahun 2021 menjadi 1.006 triliun rupiah. Maka dari itu, pada tahun 2022, untuk menambal adanya defisit anggaran, pemerintah menerapkan kebijakan kontraktif agar inflasi dan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia terjaga. Maka dari itu juga, dana pemerintah untuk menganggarkan subsidi terhadap BBM sangatlah terbatas.

Naiknya Harga Minyak Dunia

Berbagai keputusan pemerintah Indonesia tidak lepas dari peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia. Salah satu peristiwa pemicu kebijakan pemerintah menetapkan kebijakan penggunaan aplikasi my pertamina adalah naiknya harga minyak dunia. Hal ini terjadi karena Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor minyak dunia. Jadi, harga minyak di Indonesia sangat bergantung pada harga minyak dunia.

Tercatat harga minyak dunia mencapai rentang harga yang cukup fantastis yakni pada kisaran 95-105 dollar/barel (22 Juli 2022). Tidak dapat dipungkiri bahwa lonjakan harga minyak memang pada dasarnya sudah terjadi akibat inflasi global. Namun, hal ini semakin diperparah dengan adanya konflik geopolitik di Rusia dan Ukraina. Mengingat Rusia merupakan salah satu negara produsen energi terbesar di dunia maka tak heran apabila konflik tersebut langsung memberikan efek perubahan harga yang kontras terhadap komoditas-komoditas lainnya (trickle down effect). Sebab pada hakikatnya kenaikan harga minyak bukan semata-mata hanya mempengaruhi harga BBM, tetapi juga nyaris pada setiap sektor jasa dan industri secara holistik. Alhasil kondisi pasar minyak global pun mengalami kondisi zero-sum game yang memberikan posisi dilema khususnya bagi negara pengimpor minyak mentah.

Perbandingan Harga Bensin Pertamina dengan Perusahaan Swasta

Pertamina (Per 14 Juli 2022)

BP-AKR (Per 11 Juli 2022)

Exxon Mobil (Per 17 Mei 2022)

Nama Produk

Harga

Oktan

Nama Produk

Harga

Oktan

Nama Produk

Harga

Oktan

Pertalite

Rp7.650

RON 90

BP 90

Rp17.850

RON 90




Pertamax

Rp12.500

RON 92

BP 92

Rp17.990

RON 92

Mobil 92R

12.900

RON 92

Pertamax Turbo

Rp16.200

RON 98

BP 95

Rp19.990

RON 95




Shell (Per 11 Juli 2022)

Vivo (Per 11 Juli 2022)

Nama Produk

Harga

Oktan

Nama Produk

Harga

Oktan

Shell Super

18.990

RON 92

Revvo 89

12.400

RON 89

Shell V-Power

20.500

RON 95

Revvo 92

15.900

RON 92

Shell V-Power Nitro Plus

21.280

RON 98

Revvo 95

17.900

RON 95

Tanggapan Masyarakat

Keharusan menggunakan aplikasi MyPertamina ketika mengisi bahan bakar–terutama bahan bakar subsidi–menimbulkan respons yang beragam dari masyarakat. Respons yang muncul bukan hanya pro dan kontra tetapi juga tidak meliputi pertanyaan-pertanyaan. Dalam cuitan Twitter @txtdaritng yang mengatakan “Kota Tangerang menjadi salah satu dari 50 Kota terbaru yang wajib daftar MyPertamina untuk beli Pertalite. Gimana, siap gak?”, cuitan tersebut mendapat komentar diantaranya dari @alfins78 “Menurut gua yaa lebih efektif pake kartu aja modelan e money gitu buat sistem pembayarannya dan di dalem kartu itu ada identitas motor kita gituu, kalo pake aplikasi dan hp terlalu rentan”. Selain itu, terdapat juga dari komentar dari @jadipacarkamuya yang menanyakan “Ini konteksnya buat semua apa yang bawa mobil doang si? Info dong, mana mau ngisi lagi pas balik gawe:(“ yang dibalas oleh @Thewatc75553374 “Untuk Mobil,Truk,dll kakk”.

Tak hanya itu, setelah masyarakat mulai menggunakan aplikasi MyPertamina timbul pula beberapa kendala seperti yang dikatakan oleh sebuah komentar di salah satu cuitan Twitter resmi MyPertamina, komentar dari @SnawangGroho “Min data saya sdh lengkap, masuk tgl 2 Juli 22 kenapa s/d hr ini saya blm terima kode QRnya? Mohon penjelasannya. Terima kasih atensinya”. Kendala-kendala yang ada pada aplikasi MyPertamina menjadi pertanda bahwa aplikasi tersebut masih harus dikembangkan lebih matang lagi. Selain itu, penerapan program tepat subsidi dengan aplikasi MyPertamina diharapkan dapat benar-benar tepat sasaran. Kritik dari masyarakat seringkali dibungkam dengan menghapus konten-konten yang kontra dengan aplikasi MyPertamina

Kesimpulan

Sebelum diterapkannya kebijakan wajib menggunakan aplikasi MyPertamina untuk membeli BBM bersubsidi, harga Pertamax–salah satu produk dari pertamina–naik menjadi 12.500 rupiah. Hal ini berkaitan dengan naiknya harga minyak global yang berakibat pada BBM dalam negeri. Akibatnya, hal yang ditakutkan adalah akan terjadi adalah “migrasi” pelanggan dari Pertamax ke Pertalite untuk menghindari naiknya harga Pertamax itu sendiri.

Maka dari itu, pemerintah menerapkan kebijakan wajib menggunakan aplikasi MyPertamina untuk ‘memproteksi’ BBM bersubsidi–Pertalite–agar dapat sampai ke masyarakat yang sebenarnya membutuhkan. Karena, jika tidak dilakukan proteksi terhadap bensin bersubsidi, maka akan terjadinya kelangkaan BBM bersubsidi itu sendiri. Bahkan, malah masyarakat yang paling membutuhkan dapat tidak lagi menerima BBM bersubsidi. Meskipun dinilai belum optimal dan mempersulit pembelian BBM karena kebijakan penggunaan aplikasi MyPertamina ini, tetapi secara tidak langsung hal ini merupakan cara pemerintah untuk melindungi masyarakat yang memang membutuhkan BBM bersubsidi dari “migrasi” pembeli BBM non subsidi atas naiknya harga minyak dunia.

Referensi

CNBC Indonesia. (2022, January 28). Penjelasan Lengkap Pemerintah Soal 'Subsidi' Pertalite. CNBC Indonesia.  https://www.cnbcindonesia.com/news/20220128182510-4-311376/penjelasan-lengkap-pemerintah-soal-subsidi-pertalite

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2021). Informasi APBN 2021. Kementerian Keuangan.  https://www.kemenkeu.go.id/media/16835/informasi-apbn-2021.pdf

Pineda, M. E. (2022, March 12). Why Are Oil and Gas Prices Going Up: Impact of Russia-Ukraine War. Profolus. https://www.profolus.com/topics/why-are-oil-and-gas-prices-going-up-impact-of-russia-ukraine-war/

Teks: Andita, Prima, Sekar, Wanda
Ilustrasi: Salwaa Zahra P. N.

Pers Suara Mahasiswa UI 2022
Independen, Lugas, dan Berkualitas