Media sebagai Ujung Tombak Pemberitaan kala Pandemi Menyerang

Redaksi Suara Mahasiswa · 18 November 2020
5 menit

By Juniancandra Adi Praha

Tulisan ini merupakan pemenang juara tiga lomba esai Klink Jurnalistik 2020 yang diadakan Suara Mahasiswa UI dengan tema 'Pandangan Mahasiswa terhadap Peran Media selama Pandemi Covid-19'.

Enam bulan berselang, keganasan Coronavirus Disease (Covid-19) masih melanda Indonesia. Kemunculan kasus pertama Covid-19 di tanah air, berawal dari temuan dua kasus positif yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo bersama Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di Istana Kepresiden pada awal Maret 2020 lalu. Temuan tersebut pun akhirnya menjawab pertanyaan yang sebelumnya banyak dilontarkan para ahli dan masyarakat soal keberadaan Covid-19. Membungkam kesemrawutan tindakan pemerintah yang terkesan sepele dalam menyikapi virus ini.

Semrawutnya kebijakan pemerintah dalam menangani virus yang disinyalir kuat berasal dari Wuhan, China, jelas terlihat dari berbagai dampak yang timbul dan merugikan. Sedikitnya, terdapat 287.008 pasien terkonfirmasi positif dengan 10.740 korban meninggal dunia berdasarkan himpunan data Satuan Tugas Penangan Covid-19 per 30 September 2020. Sedangkan, menurut data terbaru dari World Health Organization pada tanggal yang sama, kasus terkonfirmasi positif di seluruh dunia mencapai angka 33.501.689. Negara adidaya seperti Amerika Serikat masih menjadi negara dengan kasus tertinggi, yakni terdapat sebanyak 7.077.015 kasus positif. Kemudian, diikuti oleh India serta Brazil yang masing-masing berada di posisi kedua dan ketiga. Sementara itu, China sebagai titik episentrum pertama kalinya ditemukan kasus positif Covid-19 hanya terhitung sebanyak 91.041 kasus dan 4.746 korban meninggal dunia.

Dampak dari keganasan Covid-19 tidak hanya menyerang aspek kesehatan saja, melainkan juga merambat pada aspek ekonomi. Menukil dari laman Kompas.com, temuan lembaga penelitian Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) tentang wabah Covid-19, menunjukkan bahwa sebanyak 77 persen masyarakat Indonesia merasa terancam akan berkurangnya penghasilan akibat pandemi. Selain itu, survei SMRC yang menggunakan 1.200 responden tersebut, menemukan pula bahwa 67 persen rakyat Indonesia menyatakan kondisi ekonominya semakin buruk sejak mewabahnya Covid-19. Beberapa dampak yang timbul pun kian tak berujung. Mana kala sektor pendidikan ikut merasakan imbas dari pandemi Covid-19. Banyak sekolah hingga perguruan tinggi yang merumahkan peserta didik dan mahasiswanya, guna memutus rantai penyebaran virus yang telah merenggut nyawa jutaan orang tersebut.

Uraian dampak di atas tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dengan segala kelengahannya selama ini. Masyarakat yang sejatinya merupakan subjek rentan terserangnya Covid-19 pun seharusnya bertanggung jawab dalam mencegah diri, keluarga dan orang sekitarnya. Tak sedikit masyarakat yang kurang disiplin untuk menjalankan anjuran pemerintah, seperti menerapkan protokol kesehatan berupa penggunaan masker dan menjaga jarak saat beraktivitas di luar rumah.

Tatanan kenormalan baru yang digaungkan oleh pemerintah, juga kerap salah diartikan dan kurang dipahami oleh sebagian masyarakat. Ketidakmampuan masyarakat dalam memahami berbagai aturan yang dianjurkan sangatlah membutuhkan peran media selaku penggerak utamanya. Karena selain berperan sebagai sarana komunikasi serta penyebar informasi, media seyogyanya melakukan pengawasan dan sosialisasi kepada masyarakat.

Ada banyak bentuk pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh media, salah satunya yakni dengan mengawal dan mengkritisi setiap kebijakan pemerintah yang dirasa kurang tepat. Agar segala tindak tanduk pemerintah dalam menyudahi bencana hanya ditujukan untuk kepentingan masyarakat luas. Bukan malah menggunakan kewenangan yang dimiliki untuk menghalalkan praktik kotor guna mencapai tujuannya. Selanjutnya, media dalam menjalankan perannya perlu melakukan sosialisasi guna menyambung lidah pemerintah atau tenaga kesehatan kepada masyarakat. Dengan cara menyajikan informasi mengenai penanganan dan pencegahan Covid-19 yang seharusnya digalakkan. Upaya menyosialisasi juga ditujukan untuk memberikan pemahaman serta pencerdasan kepada publik akan situasi saat ini. Sosialisasi yang dilakukan akan lebih baik bila media mampu memaparkan hasil analisis data mengenai perkembangan Covid-19 di Indonesia. Hal tersebut sangat berguna sebagai acuan masyarakat dalam bertindak tanpa mengabaikan segala kemungkinan yang akan terjadi.

Selain itu, di masa pagebluk penyajian berita oleh media harus mengedepankan dampak yang bernilai postif bagi masyarakat. Pemberitaan yang positif pastinya akan sangat membantu psikis masyarakat agar tidak terganggu. Terutama bagi segelintir masyarakat yang terkucil lantaran kerabatnya tengah diuji untuk melawan Covid-19. Pelbagai stigma buruk pun semakin menyudutkan korban dan keluarga pengidap virus layaknya seperti seorang pendosa. Sehingga, hadirnya pemberitaan positif dapat pula berguna untuk memberikan dorongan moril kepada masyarakat dalam melakukan kegiatannya di tengah pandemi. Sebab, bagaimanapun situasinya masyarakat akan tetap melakukan pekerjaannya demi menyambung hidup. Terlebih, bagi mereka yang bertugas sebagai tulang punggung keluarga dengan banyak tanggungan.

Walaupun demikian, tidak melulu informasi yang hendak disampaikan media menyoal berita baik saja. Adakalanya berbagai informasi yang hadir kurang mengenakkan bagi banyak orang. Namun, di sinilah tantangan bagi media dalam menyampaikan informasi yang dikemas dengan sangat apik. Guna tak mengundang kegaduhan dan mudah dipahami oleh masyarakat. Karena pola perilaku masyarakat dalam menyikapi pandemi cukup bergantung pada penyampaian isi pesan media.

Akan tetapi, hiruk pikuk isu di tengah pandemi yang berseliweran tanpa henti. Seakan menjadi ladang bagi oknum media dalam meraup keuntungan. Tak bisa dipungkiri jika banyak ditemukannya media yang hanya berbondong-bondong mengejar jumlah views ketimbang mempublikasikan sebuah berita terpercaya. Apalagi pada zaman di mana kemajuan teknologi tumbuh dengan amat pesatnya. Bermacam informasi yang tak terhitung jumlahnya dapat diakses dengan sangat mudah. Hanya dengan menuliskan satu kata kunci saja, masyarakat sebagai pembaca sekaligus penikmat informasi akan disuguhkan banyak jenis bacaan. Masyarakat bisa menemukan informasi yang judulnya tidak sesuai dengan isi, hingga informasi yang keseluruhan isinya hanyalah kebohongan belaka.

Berdasarkan catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika, terhitung sebanyak 1.028 kasus hoaks yang memenuhi laman media sosial dari bulan Januari sampai tanggal 8 Agustus 2020. Gambaran akan banyaknya kasus informasi bohong yang merajalela, tentu tidak terlepas dari kurangnya literasi media di tengah banjirnya arus informasi. Literasi media diharapkan mampu menjadi payung bagi masyarakat dalam menangkal dan mengabaikan informasi yang tidak jelas kebenarannya. Sehingga, sudah menjadi suatu keharusan bagi para penggiat media untuk menanamkan literasi media pada setiap informasi yang disebarkannya. Karena awal dari lahirnya informasi bohong berasal dari tidak baiknya kerja para penggiat media. Kecuali, jika media beserta para pelaku di dalamnya berprinsip untuk terus menebar kebermanfaatan yang tentunya prinsip tersebut akan meniadakan celah bagi penyampaian informasi bohong.

Melihat begitu pentingnya peran media sebagai ujung tombak pemberitaan kala pandemi menyerang, media harus lebih dulu paham dengan pandemi Covid-19. Tanpa adanya penguasaan dan pemahaman akan pandemi, penginformasian isu tidak akan akurat. Para penggiat media harus siap terjun langsung ke lapangan guna mendapatkan informasi yang akan disebarluaskannya. Maka dari itu, jauh sebelum mengedukasi masyarakat untuk menjalankan protokol kesehatan, media sebagai platform yang menaungi para penggiatnya patut membuat panduan protokol baku. Demi tetap terjaganya seluruh penggiat media dari serangan Covid-19. Minimnya pemahaman media mengenai pandemi Covid-19 juga akan mengakibatkan tidak berjalannya segala peran yang telah dijabarkan di atas. Lalu, berakibat pula pada tidak mampunya media untuk menjawab berbagai keresahan masyarakat yang kian membludak.

Teks: Juniancandra Adi Praha (Universitas Sriwijaya)
Ilustrasi: Istimewa
Editor: Faizah Diena

Pers Suara Mahasiswa UI 2020
Independen, Lugas, dan Berkualitas

Referensi

Satgas Covid-19. 2020. “Analisis Data Covid-19 Indonesia”. Diakses pada 1 Oktober 2020, melalui https://covid19.go.id/

WHO. 2020. “WHO Coronavirus Disease (COVID-10) Dashbord”. Diakses pada 1 Oktober 2020, melalui https://covid19.who.int/

Farisa, Fitria C. 2020. “Survei SMRC: 77 Persen Masyarakat Indonesia Merasa Terancam Ekonominya karena Covid-19”. Kompas.com. Diakses pada 1 Oktober 2020, melalui https://nasional.kompas.com/read/2020/04/17/09230981/survei-smrc-77-persen-masyarakat-indonesia-merasa-terancam-ekonominya-karena?page=all#page2

Mufarida, Binti. 2020. “Kominfo Mencatat Sebanyak 1.028 Hoaks Tersebar terkait COVID-19.  Sindonews.com. Diakses pada 1 Oktober 2020, melalui https://nasional.sindonews.com/read/131216/15/kominfo-mencatat-sebanyak-1028-hoaks-tersebar-terkait-covid-19-1597219726