Menutup 16 HAKtP dengan Gelaran Aksi di Hadapan Gerbang DPR

Redaksi Suara Mahasiswa · 10 Desember 2021
2 menit

Gelaran aksi memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKtP) kembali diadakan dengan tajuk "Aksi Simbolik Melawan Kekerasan terhadap Perempuan" pada Kamis, (9/12/2021) di depan pintu gerbang DPR RI. Aksi kali ini diusung oleh BEM FH UI dengan mayoritas peserta aksi berasal dari Fakultas Hukum (FH) UI dan sejumlah mahasiswa berbagai jurusan.

Di hadapan gerbang DPR, peserta aksi berkumpul dengan membawa sejumlah tuntutan. Dengan tiga tuntutan utama, yakni menuntut DPR untuk mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), tuntutan untuk mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), serta mendorong perguruan tinggi di seluruh Indonesia untuk segera mengimplementasikan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus. Selain itu, para peserta juga membawa berbagai poster yang berisikan dukungan kepada para perempuan dan korban untuk bersuara melawan kekerasan seksual, tuntutan seputar RUU TPKS, serta ajakan kepada masyarakat untuk turut serta dalam upaya penghapusan kekerasan seksual yang lebih inklusif.

Gelaran aksi ini merupakan rangkaian dari kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKtP) yang telah berjalan  sejak 25 November silam, dengan memperjuangkan upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.

Aksi ini berjalan dengan rapi, orasi-orasi satu per satu mulai disampaikan oleh para partisipan. Salah satunya berasal dari Wina, salah satu perwakilan HopeHelps UI yang kerap menyuarakan kampanye terkait kekerasan seksual dalam kampus. “Dalam waktu setahun, HopeHelps menerima 40 laporan kasus kekerasan seksual. Itu baru jumlah yang keluar ke permukaan.” Lebih lanjut, Wina menegaskan bahwa masih ada rasa takut yang menghantui korban untuk melaporkan kasus yang dialaminya. Dalam orasi tersebut, Wina juga menyampaikan harapannya agar Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 dapat dilaksanakan dan diimplementasikan di seluruh institusi pendidikan.

Selain itu, terdapat juga penampilan teatrikal yang merupakan aksi simbolik dari suara para perempuan serta proses terjadinya kekerasan seksual serta pengabaian oleh aparat dalam proses penanganan hukum. Pertunjukan dilakukan oleh tiga perempuan dan delapan orang laki-laki. Pertunjukan tersebut dimulai dengan ketiga wanita yang mengenakan pakaian normal dan menyerukan keluh kesahnya bagaimana mereka diperlakukan oleh laki-laki. Kemudian, delapan lelaki berkostum hantu pun mengerumuni mereka hingga beberapa saat kemudian, setelah mereka membubarkan diri, ketiga wanita tersebut menjadi bersimbah darah. Sosok hantu dalam aksi teatrikal ini menyimbolkan berbagai tekanan dan kesulitan yang harus dialami oleh korban kekerasan seksual.

Mendekati penghujung aksi 16 HAKtP kali ini, muncul gerakan aksi kontra yang menolak disahkannya RUU TPKS. Pernyataan kontra tercermin dari berbagai poster yang dibawakan oleh para peserta aksi kontra serta orasi yang dibawakan. Massa tersebut beradu suara dengan menyalakan volume sirine tepat di samping massa aksi pejuang 16 HAKtP. Massa tandingan ini diusung oleh aliansi KAMMI, FLSDK, dan beberapa komunitas lainnya.

Aksi tandingan tersebut membawa narasi bahwa RUU TPKS pada dasarnya adalah bentuk legalisasi zina dan LGBT. Terpampang di tangan peserta aksi tandingan tersebut poster-poster yang kontradiktif dengan gagasan perlindungan korban, seperti: “Siapapun bisa DITUDUH jadi pelaku”; “Perempuan baik-baik tidak dilindungi oleh RUU TPKS”; “Dengan RUU TPKS, negara Ketuhanan tunduk pada feminis radikal”.

Tanpa menghiraukan suara sirine yang digaungkan oleh massa yang menolak RUU TPKS, BEM FH UI beserta para peserta tetap menyelesaikan aksi dengan tenang dan damai. Aksi ini diharapkan dapat menjadi salah satu gerakan untuk mengawal disahkannya RUU TPKS, RUU PPRT serta diaplikasikannya Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 serta dukungan untuk melawan kekerasan seksual bersama.

Teks: Kamilla M., Fadhila A., Humairah Dila

Kontributor:  Magdalena Natasya

Foto: Yerin

Editor: Syifa Nadia

Pers Suara Mahasiswa UI

Independen, Lugas, dan Berkualitas!