Serikat Pekerja Kampus: Porsi Dosen untuk Pengajaran Terbengkalai karena Ambisi Akreditasi

Redaksi Suara Mahasiswa · 2 Mei 2024
4 menit

Serikat Pekerja Media dan Industri untuk Demokrasi (SINDIKASI) menorehkan sejarah baru dengan menggelar peringatan Hari Buruh Internasional serentak di lima kota di Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar (01/05). Ratusan pekerja media dan industri kreatif yang tergabung dalam berbagai perserikatan pekerja turut menjadi massa aksi. Di Jakarta sendiri, aksi bertajuk “Merayakan Pergerakan” tersebut dimulai pada pukul 10.00 di area depan Grha Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai titik kumpul.

Seruan yel-yel “Aku, Kamu, Lawan Upah Rendah, Oligarki, dan Impunitas” dari massa memulai aksi pada pagi itu. Setelah itu, salah satu perwakilan dari SINDIKASI membacakan poin-poin tuntutan aksi sebagai berikut.

  1. Sediakan hunian layak dan murah untuk semua pekerja.
  2. Wujudkan udara bersih, hentikan polusi.
  3. Wujudkan ruang publik dan dunia kerja aman dan bebas kekerasan seksual, ratifikasi Konvensi ILO 190.
  4. Penuhi semua hak ibu, sediakan daycare gratis dan ruang menyusui yang layak di tempat kerja.
  5. Lawan jam kerja panjang, hukum pemberi kerja pencuri upah.
  6. Wujudkan transportasi umum yang aman, andal, bebas pelecehan. Stop kenaikan ongkos.
  7. Bantu sandwich generation, sediakan tunjangan pensiun universal bagi manula dan pensiunan.
  8. Hapus diskriminasi umur dalam dunia kerja.
  9. Lindungi pekerja lepas, atur hukum upah layak.

Selain orasi, beberapa pertunjukkan juga mewarnai suasana aksi hari itu. Sembari berjalan bersama menuju titik aksi utama di Bundaran Hotel Indonesia (HI), massa aksi disuguhi dengan penampilan seni kreatif, seperti pembacaan puisi oleh Dafa selaku mahasiswa dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera dan penampilan seni angklung dari Bina Remaja.

Sekitar pukul 13.00 WIB, massa aksi SINDIKASI memasuki area Bundaran HI. Mereka melanjutkan aksinya dengan orasi oleh Decmonth dari Social Justice Indonesia (SJI) dan Miftah dari Destructive Fishing Watch (DFW). Sebagai penutup, Nia dan Devi selaku perwakilan dari SINDIKASI menyampaikan seluruh tuntutan dari kelima wilayah titik aksi.

Beban Kerja yang Tidak Sebanding dengan Upah bagi Para Pekerja Kreatif

Dalam sesi wawancara dengan Suara Mahasiswa (SUMA) UI, Ikhsan Raharjo selaku Ketua Umum SINDIKASI menyatakan bahwa penyelenggaraan aksi ini berdasarkan pada penetapan upah yang tidak sebanding dengan beban kerja yang terlalu berat bagi para pekerja.

“Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa upah pekerja ekonomi kreatif itu Rp2,2 juta per bulan, sementara angka itu lebih kecil daripada rata-rata upah minimum seluruh provinsi di Indonesia,” ungkap Ikhsan.

Ikhsan juga menyayangkan bahwa pekerja ekonomi kreatif tidak ikut disertakan dalam penyusunan undang-undang ekonomi kreatif.

“Padahal, dalam kajian mereka [pemerintah], ketika membangun dan menyusun undang-undang itu, mereka menyebutkan ada istilah ‘pekerja ekonomi kreatif’ dan itu jumlahnya tidak sedikit: 7,2 juta orang terlibat dalam ekonomi kreatif. Akan tetapi, 7,2 juta orang ini ternyata tidak terakomodasi dalam undang-undang, tidak dianggap, gitu, loh.” tambahnya.

Salah satu peserta aksi, yakni Amru Sebayang sebagai pekerja Non Governmental Organization (NGO) dan Ketua Pengurus Harian Sekretariat SINDIKASI Jabodetabek, mengungkapkan kekecewaannya atas ketiadaan jaminan kompensasi ketika ia dituntut untuk bekerja melebihi batas jam kerja. Menurutnya, pekerja-pekerja kreatif ini selalu ditawarkan instansi atas dasar pengabdian. Walaupun begitu, dasar pengabdian ini berpotensi mengaburkan relasi hubungan ketenagakerjaan.

Serikat Pekerja Kampus: Dosen Dibebani Tuntutan Administratif dan Peningkatan Akreditasi

Selain pekerja media dan industri kreatif, aksi juga diikuti oleh para pekerja kampus. Dyah selaku perwakilan dari Serikat Pekerja Kampus turut mengungkapkan keprihatinannya terhadap pekerja kampus yang penghasilannya masih minim. Di samping itu, Dyah juga mengajak para pekerja kampus lainnya untuk bersatu dalam pergerakan ini.

“Ayo, berserikat dalam kampus dan jangan takut terhadap regulasi yang membatasi pihak kampus!” teriaknya.

Irwansyah yang bekerja sebagai dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) turut serta meramaikan aksi dengan membahas demokratisasi beban kerja besar pekerja kampus. Irwansyah mengaku bahwa porsi tugas dosen untuk pengajaran dan pendidikan menjadi terbengkalai karena beban kerja yang lebih besar dalam konteks administratif dan tuntutan kontribusi kepada peningkatan akreditasi kampus.

“Padahal di UI ada banyak sekali fakultas yang mempelajari tentang tenaga kerja, tetapi ilmu-ilmu tersebut belum digunakan untuk menghasilkan hubungan kerja yang adil dan beradab. (Banyak) tuntutan target, seperti tuntutan sebagai world class university, tetapi tidak pernah ada forum yang demokratis untuk (membahas) bentuk ideal dari hubungan kerja di kampus, terutama di UI,” ungkapnya.

Harapan untuk Para Pekerja Media dan Industri Kreatif

Amru juga menyampaikan harapannya terhadap gerakan SINDIKASI ini. Ia mengungkapkan agar para pekerja media dan industri kreatif dapat sadar akan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan serta menuntut agar hak-hak tersebut dipenuhi oleh pihak yang mempekerjakan mereka.

“Ini tahun pertama pelaksanaan May Day di 5 kota, ya. Tahun lalu pun kita baru terpusat di Jakarta saja. Harapannya tentu agar pekerja media dan industri kreatif ini sadar akan hak-haknya dan tahu bagaimana cara menuntut supaya hak-hak tersebut terwujud. Kemudian, kami juga ingin pekerja-pekerja lain yang belum berserikat untuk berserikat juga karena persoalan-persoalan ketenagakerjaan, bagi kami, bukan cuma terbatas di ruang kantor atau ruang kerja saja, tapi juga di ruang-ruang wilayah di kota-kota,” harap Amru.


Teks: Anita Theresia, Dela Srilestari, dan Rania Reswara

Kontributor: Aziizah Putri

Editor: Jesica Dominiq M.

Foto: Dimas Azizi


Pers Suara Mahasiswa UI 2024

Independen, Lugas, dan Berkualitas!