AKOMA UI Bahas Pemotongan Biaya Pendidikan saat Pandemi

Redaksi Suara Mahasiswa · 30 Juni 2020
4 menit

By Satrio Alif, Fila Kamilah

Hari Selasa (30/6), Aliansi Kolektif Mahasiswa (AKOMA) UI menyelenggarakan kegiatan diskusi publik dengan tema Urgensi Pemotongan Biaya Pendidikan saat Pandemi secara daring melalui peron Zoom dan live YouTube AKOMA UI. Diskusi publik ini diselenggarakan pada pukul 19.00-21.00 WIB dan dipandu oleh Mahasiswa Fakultas Hukum UI angkatan 2018, Sultan Falah Basyah sebagai moderator.

Dalam diskusi publik ini, AKOMA UI menghadirkan empat orang narasumber yakni Peneliti Lokataru Foundation Fian Alaydrus, Mahasiswa Pascasarjana UI dan Aliansi Pascasarjana UI Petrus Putut, Mahasiswa FISIP UI Ishlah Fitriani, dan Mahasiswa Filsafat UGM Josardi Azhar.

Peneliti Lokataru Foundation, Fian Alaydrus, mengawali pemaparannya dalam diskusi tersebut dengan mempertanyakan komitmen penyelenggara negara yaitu Presiden, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), dan DPR untuk memajukan sektor pendidikan. “Pemerintah telah beberapa kali memberikan stimulus pada sektor keuangan. Akan tetapi, sampai saat ini pemerintah belum pernah memberikan stimulus pada sektor pendidikan,” ujarnya.

Kemudian, ia membahas tentang posisi pendidikan di dalam UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara ini didirikan dengan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam keadaan apapun, negara harus mengusahakan tujuan tersebut. Namun, hal tersebut dirasa tidak nampak.

Menurut Fian, hal ini sangat memprihatinkan, karena pada awal periode kedua masa pemerintahannya, Presiden Joko Widodo menyatakan ingin fokus terhadap pembangunan sumber daya manusia, kesehatan, dan pendidikan. “Faktanya, hari ini tidak ada kebijakan pendidikan yang komprehensif untuk menyelesaikan permasalahan pembelajaran yang dilakukan jarak jauh. Bahkan, Menteri Nadiem (selaku mendikbud -red) pun kaget saat mengetahui fakta lapangan bahwa tidak semua daerah di Indonesia memperoleh listrik. Seolah-olah ia baru tinggal di Indonesia sebentar saja,” tegasnya.

Kebijakan Mendikbud untuk menyesuaikan biaya pendidikan melalui Permendikbud No. 25 tahun 2020 tentang SSOBPT di PTN dianggap Fian kurang tepat. Diferensiasi antara PTN dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) mencederai rasa keadilan karena seolah menganggap mahasiswa PTS lebih mampu daripada mahasiswa PTN. Padahal, kenyataannya tidak demikian.

Ia menambahkan tidak ada yang spesial dari permendikbud tersebut. ”Pengajuan cicilan biaya pendidikan dapat dilakukan di luar kondisi pandemi, sehingga tidak ada perbedaannya. Tidak ada kesan dan rasa keadilan yang tercipta melalui permendikbud ini. Kebijakan ini masih terpaku pada birokrasi,” tandasnya.

Pemaparan berikutnya disampaikan oleh Mahasiswa Filsafat UGM, Josardi Azhar, yang membahas tentang sejarah dan pergerakan aliansi mahasiswa UGM serta peran penting aliansi di dalam suatu gerakan.

Menurut Josardi, karena aliansi ini tidak terbentuk secara resmi, maka diperlukan kerja sama antar lembaga resmi seperti BEM dan lainnya, “Karena gak punya statuta, caranya audiensi minta tolong ke temen-temen lembaga formal ikut bantu, sepakati isu bersama BEM. Beda metode gak masalah, asal sepakat semua,” jelasnya.

Selanjutnya, pemaparan diberikan oleh perwakilan mahasiswa pascasarjana UI, Petrus Putut, yang juga merupakan bagian dari Aliansi Pascasarjana UI. Putut menjelaskan bahwa Aliansi Pascasarjana UI ini terbentuk atas keresahan yang sama, yakni keresahan akan UKT yang dirasakan oleh teman-teman pascasarjana.

Secara pribadi Putut sudah memikirkan terkait gerakan pengawalan biaya pendidikan sejak awal pada pertengahan Maret lalu, akan tetapi sadar akan cukup sulit mengingat mahasiswa  pascasarjana sudah memiliki kesibukan dan kepentingan lain. “Secara pribadi saya berpikir, saya S2, teman-teman saya udah engga mungkin digerakin, udah pada kerja, punya anak,” tuturnya.

Putut juga menyayangkan adanya penuntutan subsidi kuota oleh BEM ini tidak diberikan tekanan kembali setelah pihak kampus memberikan tanggapan yang menyatakan kampus tidak mampu untuk hal tersebut. Lewat penuturannya, gerakan terkait hal ini sudah mulai digerakan terlebih dahulu oleh pascasarjana Politik dan Hukum UI melalui cara masing-masing, dilanjutkan dengan gerakan oleh BEM UI.

“Nah, gerakan yang pascasarjana ini (Aliansi—rep) mulai panas kapan? Nah ini mulai panasnya itu sejak Mendikbud, waktu ga salah beberapa kementerian bikin bahwa pembelajaran semester depan itu online,” ucapnya.

Berbagai keluhan dari mahasiswa pascasarjana yang digaungkan antara lain yaitu biaya yang bertambah untuk kuota internet, tidak dapat menikmati biaya yang sudah dibayarkan ke kampus, dan juga adanya masalah eksternal yang terjadi seperti adanya pemotongan gaji bagi mahasiswa pascasarjana yang sudah bekerja.

Pemaparan terakhir disampaikan oleh Mahasiswa FISIP UI, Ishlah Fitriani. Ia menjelaskan dampak-dampak ekonomi yang diperoleh oleh mahasiswa  dan problem apa saja yang dihadapi oleh mahasiswa dalam proses perkuliahannya selama masa pandemi COVID-19.

Pemaparannya menyebutkan terdapat beberapa hal penting di dalam survei yang telah dilakukan oleh Adkesma BEM se-UI. Survei ini disebar pada bulan Mei 2020 dengan total responden sebanyak 3289 responden. “Sebesar 82,8% responden merasa Pandemi COVID-19 berpengaruh kepada kemampuan untuk membayar biaya pendidikan. 71,9% Responden mengaku kesulitan membayar BOP semester depan. 82,5% mengharapkan kebijakan pemotongan BOP selama masa pandemi ini bagi seluruh mahasiswa. Selain itu, 84,1% Responden belum merasa puas dengan kebijakan UI tentang BOP, keadilan akademik, dan kegiatan kemahasiswaan di tengah pandemi ini,” sambungnya.

Terkait dengan pendekatan terhadap pengawalan isu keringanan UKT di masa pandemi, Islah mengatakan bahwa berdasarkan pengalamannya apabila langsung memberikan tuntutan kepada rektorat, seringkali mahasiswa patah oleh argumentasi rektorat mengenai kondisi neraca keuangan UI yang defisit. Argumen tersebut yang tengah coba untuk disiasati bersama dalam strategi advokasi yang dilakukan.

“Oleh karena itu, kita juga mencari alternatif solusi gimana caranya agar tuntutan kita sampai dan argumen kita kuat saat audiensi dengan rektorat. Makanya, hal pertama yang kita lakukan ada melakukan survei untuk menjaring aspirasi mahasiswa. Dengan kita menunjukkan data ke rektorat, harapannya adalah argumen kita dapat lebih kuat,” paparnya

Ia menjelaskan bahwa  BEM se-UI juga tengah merancang policy brief terkait dengan isu pengawalan UKT di tengah masa pandemi ini yang akan disampaikan di dalam audiensi tanggal 3 juli mendatang. “Harapannya dengan policy brief ini dapat menjadi senjata kita untuk nanti berargumen dan menekankan tuntutan-tuntutan kita. Selain itu, kami juga bergandengan tangan dengan BK MWA UI UM untuk memperoleh data sulit untuk didapatkan oleh mahasiswa dengan akses yang mereka miliki,”  imbuhnya.

Poin terakhir yang ia sampaikan adalah kendala yang dihadapi oleh mahasiswa selama PJJ diberlangsungkan, “Pertama, kendala kuota jelas menjadi hambatan terbesar. Kita tentu mengharapkan terdapat realokasi UKT, namun hingga hari ini hal itu tidak ada,” jelasnya.

Terakhir, diskusi ini ditutup dengan sesi tanya jawab juga sekaligus pernyataan terakhir dari masing-masing pembicara. Dimulai dari Fian selaku perwakilan dari Lokataru Foundation,  beliau menyatakan diperlukannya gerakan bersama dengan aliansi karena hal ini merupakan isu internal kampus, dan menghapuskan jurang ekslusivitas, “Bagaimana temen-temen mau bicara tentang isu Omnibus Law, bagaimana temen-temen mau bicara tentang isu-isu kalau dikandang sendiri kalah,” tutup Fian.

Dilanjutkan dengan pernyataan dari Josardi, bahwa beliau sendiri setuju akan adanya gerakan secara kolektif, walaupun nantinya akan ada sentimen dari masing-masing pihak tapi hal ini dapat diminimalisir dan dihindari.

Putut juga menyampaikan pernyataannya bahwa konsolidasi tidak hanya dapat dibentuk dari dalam kampus (secara internal) akan tetapi juga dapat dilakukan secara nasional, karena ini merupakan persoalan bersama, mahasiswa PTN maupun PTS, “Oleh karena itu kita harus menyatukan gerakan, jangan liat identitas, ideologi. Kita semua adalah sama-sama masyarakat Indonesia yang terhantam krisis ekonomi karena Covid-19, sehingga kita harus mengambil hak kita.” jelasnya.

Diskusi ditutup oleh  Islah yang menyatakan perlunya melakukan sharing untuk gerakan kedepannya. “Gue yakin, kita punya tujuan yang sama, kita punya niat baik yang sama, jadi ayo kita konsolidasi bareng-bareng, kita rembukin bareng-bareng, terus semangat buat kita semoga hasilnya membaik.” tutupnya.

Teks: Satrio Alif, Fila Kamilah

Foto: Satrio

Editor: Rifki Wahyudi


Pers Suara Mahasiswa UI 2020

Independen, Lugas, Berkualitas!