Women’s March Jakarta (WMJ) kembali hadir pada tahun 2024. Dengan bertajuk “Akhiri Diskriminasi, Lawan Patriarki”, WMJ pada Sabtu (7/12) kemarin menyerukan tuntutan untuk menghentikan kekerasan berbasis gender, diskriminasi, dan ketidakadilan yang terus memengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Meskipun sempat dihadang derasnya hujan, para peserta tetap bersemangat menyuarakan aspirasi mereka. Aksi ini diwarnai dengan berbagai kegiatan, seperti orasi, nyanyian, pujian, hingga penampilan teatrikal yang menyuarakan pesan perjuangan mereka.
Dalam siaran pers WMJ 2024, Ally Anzi selaku Koordinator WMJ 2024 memotret realitas menyedihkan masa kini, terutama yang terjadi di tengah hiruk-pikuk pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024.
“... pergantian kekuasaan tidak mengubah budaya politik yang bermakna. Pergantian ini sebatas menjadi pertunjukan untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan dengan berbagai cara, memperlihatkan ketidakseriusan pemerintah dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, anak, dan kelompok rentan,” lansiran dari siaran pers WMJ 2024.
Ally juga menyoroti bahwa di tengah situasi politik yang penuh dengan kepentingan para pemegang tampuk kekuasaan, isu kekerasan berbasis gender dan seksual sering kali tidak menjadi prioritas bagi pemerintah.
“Kekerasan seksual di institusi pendidikan, tempat kerja, hingga ruang publik adalah bukti nyata kegagalan sistem dalam melindungi masyarakatnya yang paling rentan, tambah Ally.
Aksi ini menggaungkan berbagai tuntutan, di antaranya sebagai berikut.
Kepada Pemerintah dan Legislatif:
Kepada Aparat Penegak Hukum:
Kepada Kementerian Lingkungan Hidup:
Kepada Kementerian Kesehatan
Kepada Pemimpin Global dan Pemerintah Indonesia:
Kepada Suara Mahasiswa, Hilya dari Gerakan Pita Ungu Filsafat Universitas Indonesia (UI) mengungkapkan harapannya. Dia berharap agar masyarakat menyadari keberadaan dan kenyataan isu-isu yang diangkat dalam aksi WMJ ini.
Sebagai penutup, Hilya juga mengemukakan kesannya terhadap WMJ 2024 dalam dua kata, yaitu seru dan ironis, “Ironis karena, pada akhirnya, kita masih berjuang dan berusaha untuk menciptakan suatu ruang aman, padahal ruang aman adalah hak dasar yang seharusnya kita miliki.”
Teks: Dela Srilestari, Kinanti Anggraeni, dan Naswa Dwidayanti
Editor: Jesica Dominiq M.
Foto: Kinanti Anggraeni
Desain: Nabilah Sipi Naifah
Pers Suara Mahasiswa UI 2024
Independen, Lugas, dan Berkualitas!