Pasangan calon (paslon) Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) 2025 nomor urut dua menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan sengketa hasil Pemilihan Raya (Pemira) UI 2024. Atan-Farrel mengambil langkah itu karena menemukan kejanggalan dalam data yang mereka terima dari Panitia Pemira pada 5 Januari lalu.
Sebelumnya, Daffa Athaillah Maulana dan Edmond Wangtri Putra, selaku Tim Hukum Atan-Farrel, telah mengajukan Surat Permohonan Keterbukaan Informasi kepada Panitia Pemira. Dalam surat itu, mereka memberi tenggat hingga 3 Januari 2025 pukul 20.00 WIB bagi Panitia untuk menyerahkan sejumlah data terkait Pemira, termasuk Daftar Seluruh Pemilih Tetap (DPT) Program Pascasarjana dan Doktoral, Daftar Voter Turnout (VTO), dan Hasil Pemungutan Suara secara Waktu Nyata (Real Time).
Akan tetapi, Panitia Pemira tidak kunjung menyanggupi permintaan Tim Hukum Atan-Farrel hingga batas waktu tersebut, bahkan hingga perpanjangan tenggat sampai 4 Januari 2025 pukul 12.00 WIB. Meskipun terlambat, Panitia Pemira akhirnya mengirimkan data-data itu kepada Tim Hukum Atan-Farrel pada 5 Januari 2025 pukul 09.39 WIB.
“Kami memahami keterlambatan ini karena Panitia Pemira perlu berkoordinasi dengan stakeholders lainnya, seperti Steering Committee (SC) dan KP (Komisi Pengawas) Pemira. Oleh karena itu, kami tetap mengapresiasi profesionalitas Panitia Pemira yang telah menjalankan kewajibannya,” ujar Tim Hukum Atan-Farrel kepada Suara Mahasiswa UI.
Dalam data berformat CSV (Nilai Berbatas Koma) dari Panitia Pemira tersebut, tim Atan-Farrel menemukan sejumlah anomali. Salah satunya adalah adanya pola stempel waktu (timestamp) “kembar” dan pola lonjakan suara tertentu.
Mereka mencatat bahwa sebanyak 2.358 identitas pengguna (user id) memilih Paslon Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2025 nomor urut tiga tanpa memilih Calon Majelis Wali Amanat UI Unsur Mahasiswa (MWA UI UM). Sementara itu, hanya ada 326 identitas pengguna yang memilih paslon nomor urut satu dan 364 identitas pengguna yang memilih paslon nomor urut dua.
Tidak hanya pada hasil pemungutan suara BEM UI, Daffa dan timnya juga menemukan keanehan serupa pada hasil pemungutan suara calon MWA UI UM. Mereka mencatat ada sebanyak 1.283 identitas pengguna yang hanya memilih calon nomor urut dua. Hal itu pun membuat perolehan suara calon tersebut mengalami lonjakan yang signifikan daripada perolehan suara kedua calon MWA UI UM lainnya.
Sayangnya, Tim Hukum Atan-Farrel menerima data CSV yang hanya terdiri dari identitas pengguna terenkripsi, stempel waktu, dan calon pilihan tanpa data Single Sign-On (SSO) maupun alamat protokol internet (IP address) para pemilih. Tidak adanya kedua data tersebut membuat mereka kekurangan bukti yang dapat memperkuat dugaan adanya kecurangan. Oleh karena itu, mereka berencana untuk berkomunikasi lebih lanjut dengan Panitia Pemira demi mendapatkan data tambahan itu.
Setelah menemukan dugaan adanya kecurangan, Tim Hukum Atan-Farrel mengajukan Permohonan Sengketa Pemira 2024 kepada Kongres Mahasiswa UI. Permohonan tersebut mencakup petitum provisionil yang meminta akses kepada network log situs pemiraui.id untuk mengidentifikasi aktivitas selama hari pemungutan suara. Mereka juga akan menggunakan hasil-hasil analisis terhadap data CSV tersebut sebagai bukti tambahan.
Daffa menyampaikan hal itu melalui akun X pribadinya @dacilslalubenar, “Per jam 10.31 WIB lalu, kami telah mengirimkan Permohonan Sengketa Pemira kepada Kongres Mahasiswa UI.”
Untuk saat ini, Daffa dan Tim Hukum Atan-Farrel sedang menunggu kepastian pembentukan Mahkamah Mahasiswa (MM) UI yang akan menangani sengketa Pemira. Adapun proses seleksi hakim oleh Kongres Mahasiswa UI akan berakhir pada 7 Januari 2025. Setelah proses tersebut selesai, Daffa berharap proses hukum dapat segera berlanjut.
Salah satu gugatan yang tercantum dalam surat permohonan Tim Hukum Atan-Farrel adalah pemungutan suara ulang dengan mekanisme paper vote untuk menjamin akuntabilitas.
“Pada pokoknya, kami menginginkan pemungutan suara ulang dengan mekanisme paper vote yang lebih akuntabel,” tuntut Tim Hukum Warnai Angan.
Daffa dan Edmond menilai bahwa sistem e-voting vote lebih rawan terhadap kecurangan daripada paper vote. Menurut mereka, paper vote akan lebih transparan dan mudah untuk diawasi karena prosesnya dapat diakses secara langsung oleh peserta Pemira maupun IKM UI.
“Pada intinya, kami menginginkan paper vote karena lebih mudah bagi Peserta Pemira dan IKM UI untuk mengawasi berjalannya pemungutan dan pemungutan suara,” tegas Tim Hukum Atan-Farrel.
Tanggapan Paslon Mengenai Tuduhan Kecurangan
Agus selaku paslon nomor urut tiga yang telah terpilih sebagai Ketua BEM UI 2025 memiliki pandangan berbeda terhadap berbagai dugaan tuduhan kecurangan Pemira 2024. Dalam wawancara bersama Suara Mahasiswa UI, Agus mempersilakan para pelapor untuk mengajukan tuduhan jika memang memiliki bukti konkret.
“Jadi, ketika ada tuduhan-tuduhan itu, silakan dilaporkan saja. Nanti akan diperiksa dan akan terlihat putusannya. Kalau saya dan Bintang terus-terusan, misalnya setiap tuduhan tertulis turun, terus speak up, ya, rasanya itu akan cukup menguras tenaga dan energi juga, sedangkan masih ada hal-hal lain yang barangkali lebih urgen untuk dilaksanakan,” ujar Agus.
Di sisi lain, Rendy-Azzam selaku paslon nomor urut satu belum memberikan tanggapan lanjut terkait berbagai tuduhan hingga saat ini. Namun, melalui akun X pribadinya, @dharmawansyaah, Rendy mengklarifikasi bahwa paslon nomor urut satu telah mengirim Surat Permohonan kepada panitia Pemira UI agar membuka data perolehan suara dalam sistem e-vote kepada IKM UI serta menjamin kepastian perolehan suara yang terbuka dan akuntabel.
Teks: Alya Aditya dan Tri Handayani
Editor: Jesica Dominiq M.
Kontributor: Dela Srilestari
Desain: Nabilah Sipi Naifah
Foto: M. Rifaldy Zelan dan Istimewa
Pers Suara Mahasiswa UI 2025
Independen, Lugas, dan Berkualitas