Audiensi Rekomendasi Kebijakan BOP, Cukup Memuaskan?

Redaksi Suara Mahasiswa · 17 Februari 2021
4 menit

Telah dilaksanakan audiensi terkait rekomendasi kebijakan BOP di masa pandemi pada Rabu (17/02). Acara ini berlangsung di Pusgiwa sejak pukul 14.30 WIB hingga 16.30 WIB. Audiensi dihadiri oleh perwakilan Rektorat UI yaitu Prof. Abdul Harris selaku Wakil Rektor 1, Dr. Tito Latif Indra selaku Direktur Kemahasiswaan, Ahmad Solechan selaku Kasubdit Pelayanan Mahasiswa, Taufik Kasubdit Penalaran, A. G Sudibyo selaku Kasubdit Minat Bakat, dan Afkar Vyan selaku staf khusus Wakil Rektor 1. Pihak mahasiswa diwakili oleh  perwakilan BEM Se-UI, perwakilan BEM tiap fakultas, DPM UI dan MWA UI UM.

Audiensi ini memberikan mahasiswa kesempatan untuk menyampaikan tujuh poin rekomendasi kebijakan atau policy brief mengenai kondisi dan harapan mahasiswa UI terkait biaya pendidikan di masa pandemi Covid-19. Policy brief tersebut disusun dengan memperhatikan hasil analisis dari temuan data oleh Aliansi BEM se-UI dan MWA UI UM dalam form pengaduan terhadap 558 mahasiswa UI terkait evaluasi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) 2020.

Adapun tuntutan mahasiswa terhadap UI dalam policy brief tersebut mencakup:

  1. Menuntut adanya transparansi kondisi keuangan UI
  2. Pembebasan denda bagi yang terlambat membayar di semester ini, khususnya untuk mahasiswa yang pengajuan evaluasi atau cicilannya tidak diterima
  3. Mengadakan mekanisme khusus terkait keringanan BOP selain cicilan bagi mahasiswa S1 non-reguler yang terdampak pandemi di semester genap 2020/2021
  4. Mengadakan mekanisme evaluasi BOP bagi mahasiswa UI dari semua jenjang pendidikan yang terdampak pandemi di akhir semester tahun 2020/2021
  5. Melakukan penyesuaian BOP bagi mahasiswa tingkat akhir di semester genap tahun 2020/2021
  6. Mengeluarkan surat instruksi kepada dekan fakultas yang mengadakan praktikum luring untuk menyediakan APD sesuai kebutuhan mahasiswa
  7. Melakukan pendataan ulang bagi mahasiswa yang belum mendapatkan kuota dari Kemendikbud

Terkait poin pertama dari tuntutan policy brief tersebut, pihak Dirmawa UI menyatakan bahwa laporan keuangan UI 2020 memang belum dapat dipublikasi sebelum adanya proses audit keuangan, sehingga transparansi mengenai kondisi keuangan UI baru dapat diakses sekitar bulan April atau Mei 2021. Adapun menurut ketentuan yang berlaku, laporan keuangan yang belum diaudit hanya diserahkan ke Kemendikbud dan pihak Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia Unsur Mahasiswa (MWA UI UM). “Nanti bakal dibahas bareng MWA UI UM, apakah memang benar MWA bisa mendapatkan laporan itu atau engga terkait yang non-audit tadi,” kata Leon Alvinda selaku Ketua BEM UI 2021.

Kepastian mengenai laporan pra-audit ini masih dipertanyakan akibat belum adanya angka pasti yang dibeberkan. Dirmawa UI menjelaskan bahwa meskipun pembelajaran dilakukan secara daring, pengeluaran keuangan untuk pembiayaan SDM tetap meraup 70 persen dari total pengeluaran. Leon menilai bahwa angka tersebut pun masih berupa kisaran dan bukan merupakan angka pasti.

Meskipun merasa bahwa penjelasan Dirmawa mengenai poin pertama dari policy brief terdengar janggal, Leon merasa respons yang disampaikan oleh pihak Dirmawa mengenai poin kedua cukup terbuka. “Untuk nomor dua (responnya—red) cukup memuaskan karena langsung diterima, tinggal nanti bagaimana pengawalan selanjutnya,” paparnya mengenai tanggapannya terhadap hasil audiensi. Menurutnya, perlu adanya mekanisme yang tidak mempersulit mahasiswa dalam menerima pembebasan denda. Hal ini meliputi persyaratan, proses seleksi, hingga tenggat waktu yang dibutuhkan. Leon berpendapat bahwa implementasi dari mekanisme ini perlu diperhatikan sehingga tidak mempersulit mahasiswa yang memang sedang mengalami kesulitan ekonomi.

Kendati demikian, Leon menyayangkan sikap pihak Dirmawa UI yang menolak untuk mengakomodasi keringanan UKT bagi mahasiswa non-reguler. Pihak Dirmawa UI berargumen bahwa hal tersebut tidak memungkinkan karena adanya sistem subsidi silang yang berlaku di UI. Bagi mahasiswa non-reguler, satu-satunya keringanan yang dapat diperoleh hanyalah opsi penundaan pembayaran yang tentunya ini tetap mempersulit pihak mahasiswa.

“Tapi namanya di tengah pandemi, baik itu vokasi, reguler, paralel, KKI, mereka ga tahu kalo mereka akan butuh, kan? Maksudnya (mungkin saja kondisi ekonomi mereka—red) kaya tiba-tiba terganggu dan lain sebagainya. Di tuntutan pun jelas bahwa diskresi yang kami harapkan itu (hanya untuk berlaku—red) di tengah pandemi, artinya bukan seperti yang ditakutkan akan mengganggu keseimbangan.”

Tanggapan Perwakilan Rektorat Mengenai Rekomendasi Kebijakan
Aliansi BEM se-UI berharap pihak Dirmawa UI dapat mengevaluasi kembali kebijakan tersebut. Hasil audit laporan keuangan UI yang kelak dipublikasi juga diharapkan dapat menjadi tolok ukur untuk menentukan apakah UI dapat mengakomodasi evaluasi BOP serta kebutuhan mahasiswa non-reguler.

Sementara itu, Prof. Abdul Harris selaku Wakil Rektor 1 UI, berargumen bahwa pemisahan terkait pembiayaan antara mahasiswa reguler dan non-reguler sudah menjadi kesepakatan yang telah disetujui oleh mahasiswa sejak pertama kali mereka mendaftar di UI. Harris juga mengibaratkan mahasiswa non-reguler UI sebagai ‘resource’ yang diperlukan untuk mensubsidi mahasiswa reguler UI, sehingga tidak memungkinkan apabila mahasiswa non-reguler mendapatkan keringanan atau subsidi.

Lebih lanjut, Prof. Harris dengan gamblang menyatakan pentingnya proses subsidi untuk mengakomodasi mahasiswa yang memiliki kemampuan berbeda. “Nggak bisa kayak sosialis gitu lho, semuanya (mendapat—red) subsidi. UI itu sudah mengakomodir anak yang punya kemampuan finansial dan anak yang punya kemampuan brain (kepintaran—red), gitu lho,” ujarnya.

Isu Kesehatan Kuliah Offline
Selain berkutat pada pembahasan mengenai isu UKT, audiensi kali ini juga menyoroti fasilitas APD dan tes Covid-19. Terdapat beberapa kendala yang dikeluhkan oleh mahasiswa, terutama mereka yang berasal dari rumpun kesehatan. Salah satunya adalah, praktikum secara offline yang perlu dijalankan dengan prasyarat tes Covid-19; dalam hal ini, tes tersebut dibayar dengan biaya pribadi mahasiswa secara berkala.

Nadhif Wiratara, Ketua BEM FKUI 2021, mengapresiasi ketersediaan APD yang difasilitasi oleh fakultas serta bantuan berupa potongan biaya tes Covid-19 sebesar 70 ribu rupiah oleh Rumah Sakit UI (RSUI). Meskipun begitu, menurutnya biaya yang perlu dibayarkan oleh mahasiswa untuk menjalani tes Covid-19 ini masih tergolong memberatkan.

“Lumayan berat gitu sekitar 200 ribuan. Apalagi kalo misalkan si mahasiswa ini udah ada gejalanya, artinya kan itu sudah mulai tanda-tanda, kan? Artinya dia perlu tes lagi. Itu (butuh biaya—red) berapa? Udah habis 200 ribu lagi. Nanti kalau misalkan positif, dua minggu kedepan harus tes lagi dong. Jadi, uangnya tambah keluar,” tutur Nadhif.

Nasib Tujuh Tuntutan Policy Brief
Ketika ditanya mengenai prioritas mana yang akan diambik oleh pihak Dirmawa UI terkait tujuh poin dalam policy brief, Prof. Harris berkomentar. “Tadi kan semuanya sudah jelas, dan saya melihat kami sudah mengakomodasi semuanya,” jelasnya. Hanya berselang beberapa menit setelah pernyataan tersebut, beliau menuturkan bahwa cukup sulit untuk merealisasikan ketujuh poin tersebut secara bersamaan, “Maksud saya gini, jangan sampai kamu menuntut tujuh (poin—red) lalu harus dapat tujuh gitu, lho. Saya memberi pemahaman gitu,”

Audiensi pada hari ini diakhiri dengan beberapa tuntutan yang dirasa terjawab dan tidak terjawab. Semoga, apapun kebijakan yang diambil oleh Universitas Indonesia terkait BOP dapat memberikan angin segar bagi mahasiswa di masa pandemi saat ini.

Penulis: Redaksi Suara Mahasiswa UI
Kontributor: Faizah Diena
Foto: Faizah Diena
Editor: Nada Salsabila

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!