Berkiprah di TikTok: Dari Menyalurkan Kreativitas hingga Membangun Karier

Redaksi Suara Mahasiswa · 25 Agustus 2021
7 menit

Pada tahun-tahun pertama TikTok beroperasi di Indonesia, para penggunanya kerap kali mendapatkan perundungan karena dianggap alay. Konten yang dibuat  pun dianggap aneh, tidak bermutu, dan tidak jelas. Tidak hanya itu, pada tahun 2018, TikTok sempat diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) karena adanya konten berbau negatif dan pengaturan umur pengguna yang terlalu dini untuk digunakan di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga mendapatkan 2.853 laporan negatif dari masyarakat terkait aplikasi TikTok.

Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, gambaran pengguna TikTok yang dicap alay perlahan mulai hilang. Hal tersebut dapat dilihat dari mulai banyaknya pengguna TikTok saat ini. Di samping itu juga, munculnya pandemi Covid-19 saat ini mengubah pola interaksi dan kegiatan masyarakat. Keadaan pandemi yang masih cukup mengkhawatirkan saat ini menyebabkan masyarakat perlu menahan diri untuk tidak pergi keluar rumah dan berinteraksi dengan orang lain. Meskipun demikian, kondisi ini rupanya tak menghentikan kreativitas para content creator TikTok ini dalam memproduksi karyanya. Banyak nama content creator yang justru naik daun di masa pandemi ini. Dari nama-nama tersebut, terdapat empat mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang turut mewarnai dunia per-TikTok-an ini.

Mengenal Para Content Creator

Muhammad Akbar Santara atau yang lebih dikenal dengan Barbut, pemilik akun TikTok dengan username @clevvtru yang populer dengan konten “UI Rich Kids”-nya mulanya memiliki pandangan yang berbeda terhadap TikTok dibanding teman-temannya. Sejak tahun 2019 silam, Barbut berpandangan bahwa ia bisa mengeksplorasi dirinya dan be real di TikTok. Adapun konten “UI Rich Kids” yang dibawa oleh Barbut sejatinya berawal dari konten “Rich Kids Jakarta” yang lebih dahulu tenar di TikTok. Akan tetapi, demi menghindari plagiarisme, Barbut memutar otak untuk membawa konsep yang berbeda. Pada akhirnya, pengalaman pertemanan Barbut sendiri lah yang melahirkan konten “UI Rich Kids”.

“Awalnya tuh gue cuma kaya kepikiran sama circle gua. Mereka bener-bener kaya gampang lah menghamburkan duitnya, terus kaya mereka jarang makan di barel,” cerita Barbut, “itu jam 2 siang, gue ngebuat kalau nggak salah tuh tentang orang makan di barel deh, UI Rich Kids kaya nggak bisa gitu (makan di barel -red), dan I didn’t expect anything to blow up,” tambah Barbut. Nyatanya, hal yang terjadi justru sebaliknya; TikTok tersebut hingga kini sudah dilihat oleh 205 ribu orang.

Mahasiswa UI lainnya yang bernasib sama dengan Barbut adalah Kaffa Nugroho, pemilik akun TikTok @pardonmypresence, yang melahirkan karakter Nurul dari Bojong Gede dan istilah “ngokhey” melalui kontennya. Alasannya terjun di TikTok memang sama seperti kebanyakan orang, yaitu untuk mengisi waktu luang di tengah pandemi. Meskipun begitu, konten-konten Kaffa nyatanya disukai banyak orang. “Kalau nggak salah tuh ada parodi, mulai dari sound yang ‘bajunya begitu lusuh’, dari situ naik. Nah abis itu aku mulai bikin parodi-parodi gitu, terus alhamdulillah makin naik. Dari ‘Nurul’ kan, Bojong Gede kan stasiun gue turun gitu,” jelas Kaffa.

Berbeda dari Barbut dan Kaffa, Jessica Bunga atau yang lebih dikenal dengan nama Jebung dan akun tiktok @jebunggg mengungkapkan bahwa TikTok merupakan salah satu dari platform kesekian yang ia manfaatkan dalam membuat karya. Kecintaannya terhadap dunia musik yang telah ia tekuni sejak kecil, membuatnya termotivasi untuk selalu membuat konten mulai dari platform Soundcloud, Instagram, hingga akhirnya merambah ke TikTok. “Karena aku memang cinta terhadap musik, terhadap dunia kreatif lah gitu yang sebenernya, memotivasi aku buat bikin konten sampe sekarang,” ungkap perempuan yang telah aktif membuat konten bernyanyi sejak kelas 6 SD tersebut. Ia sendiri tidak menyangka akan mendapatkan engagement yang begitu besar dari TikTok, bahkan hingga ratusan juta views karena sebelumnya ia hanya membagikan kontennya kepada pengikut Instagramnya saja. “Itu emang karena waktu itu baru beberapa hari gitu main di TikTok, terus tiba-tiba angkanya segitu ya aku juga kaget sampe sekarang,” terangnya.

Serupa dengan Jebung, Brigita selaku pemilik akun @idgitaf juga mulai dikenal karena bakatnya di dunia tarik suara yang juga menjadi faktor utamanya dalam meraih atensi orang-orang terhadap kontennya. Content creator yang memulai karir TikTok-nya sejak Agustus 2020 ini mengungkapkan bahwa ia mencoba mempertahankan keunikannya karena di platform TikTok sendiri yang membuat konten cover lagu seperti dirinya sudah sangat banyak, sehingga penting untuk punya karakteristik tersendiri. “TikTok itu tentang unik sih,” tutur Brigita, “jadi orang kalau ngeliat kita ngasih label ‘gue tau nih lo tipe-tipe orang yang kontennya gini’, jadinya dia nge-follow kita karena berharap akan melihat hal yang sama lagi, jadi kita harus punya karakteristik yang ngebedain kita sama content creator lainnya,” tambahnya.

Suka-Duka "Dikenal" di TikTok

Menjadi seorang content creator dengan banyak pengikut tentunya memiliki sisi positif maupun negatif. Dari Tiktok mereka meraup popularitas yang bahkan sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Hal tersebut tentu berpengaruh dalam kehidupan baik dari segi finansial, sosial, dan perkuliahan mereka. Menjadi content creator populer ternyata layaknya sebuah pekerjaan yang bahkan dapat menghidupi mereka secara finansial. “Nggak bisa dipungkiri bahwa secara finansial ya itu yang udah menghidupi aku sampai sekarang ya konten-konten aku gitu loh,” terang Jebung.

Dari segi kehidupan sosial, para content creator ini sepakat bahwa TikTok membuat mereka memiliki relasi dan koneksi yang lebih luas. Barbut mengungkapkan bahwa menjadi populer merupakan hal yang cukup baik karena dengan atensi yang diberikan orang-orang akan membuka lebar segala opportunity yang ada. Senada dengan Barbut, Jebung dan Idgitaf juga menjelaskan bahwa dari popularitas itu juga lah yang bisa mengantarkannya kepada mimpi-mimpi yang dulu terlihat sangat jauh dan tidak mungkin.

“Aku dapet kesempatan bisa rilis lagu aku sendiri, lagu kolaborasi dengan TikTok. Itu kan sesuatu yg kalau dipikir-pikir dulu terkesan sulit,” ungkap Idgitaf. Jebung juga menambahkan hal selaras dengan Idgitaf. “Jadi content creator itu memberikan aku banyak jembatan-jembatan ke pulau-pulau mimpi aku yang udah aku dulu aku mikirnya kayak, ‘Wah jauh banget tuh pulaunya’ gitu. Tapi ternyata sekarang jadi banyak yang dipermudah,” terangnya.

Nyatanya, menjadi populer terkadang juga bukan sesuatu yang menyenangkan. Selama perjalanan membuat konten, dari pengalamannya, Kaffa juga sering mendapat komentar dan pesan buruk yang datang dari beberapa pihak. “Dulu ada yang nge-hate. Pas pokoknya dulu followersnya masih 10k atau berapa gitu, itu gue ngomong kasar terus gitu loh di TikTok. Terus tiba-tiba ada orang yang nge-DM gue gitu, ‘Lo bisa nggak sih mulut lo tuh dijaga’,” jelasnya. Dalam menanggapi hal serupa, Kaffa cenderung mengambil kritik yang membangun dan tidak terlalu mementingkan omongan orang lain.

Tidak hanya itu, banyaknya orang yang mengikuti kiprah mereka di TikTok juga meninggalkan suatu tekanan tersendiri bagi masing-masing dari mereka. Bagi Kaffa, besarnya jumlah followers-nya turut melahirkan suatu pertanggungjawaban yang harus diembannya. “Lo nge-follow gue pasti lo berharap gue bakal nge-post video lagi dong. Jadi kayak lebih mikirin followers juga, kayak pasti kan mereka nungguin atau gimana gitu,” ungkap Kaffa. Meskipun begitu, ia menyatakan bahwa followers-nya adalah teman, sekaligus motivasi baginya.

Sementara itu, Jebung mengaku sempat mengalami kesulitan setiap melihat jumlah viewers dan likers dari karyanya setelah mengetahui jumlahnya yang membludak; ia merasa tertekan. “Kita jadi secara gak sadar ngelihat angka views, angka likes, sebagai tolak ukur bakat aku, tolak ukur kemampuan aku,” ujar Jebung, “aku juga dateng dari tempat yang video viral gitu, jadi terbiasa ngelihat angka sebesar itu terus tiba-tiba ada poin di mana followers aku udah hampir 2 juta, tapi video bahkan ada yang nggak nyampe 10 ribu views-nya gitu loh. Dan itu kan kaya sempet jadi, ‘Kok orang-orang gak suka sama gue lagi’,” tambahnya.

Untungnya, Jebung berhasil mengatasi pola pikir tersebut. “Menurut aku, nggak seharusnya (memikirkan views - red) dilakuin karena kan view itu juga organik, kita nggak tau apa yang terjadi di belakang algoritmanya dan siapa yang nemuin video itu, jadi nggak bisa selamanya kita salahin ke talenta dan bakat kita dan konten kita juga,” tegas Jebung.

Selain itu, Jebung juga sempat kesulitan dalam menyeimbangkan antara karier dan kehidupan perkuliahannya. Bahkan nilainya sempat menurun di tahun kedua perkuliahannya. “Sempet susah banget untuk adaptasi sama dunia perkuliahan, dan perkontenan, dan pernyanyian karena waktu,” jelasnya. Namun, belajar dari pengalaman sebelumnya kini ia mencoba untuk lebih terorganisir dan memperbaiki kekacauan yang ia alami di awal kariernya. Caranya, dengan melepaskan kesibukan-kesibukannya di organisasi dan memilih untuk fokus terhadap karier dan kuliahnya saja.

“Itu jadi pelajaran dan tamparan keras banget sih buat aku kalau memang aku tuh harus letting go of things that i always hold on, sometimes,” ungkapnya.

Content Creator dan Kekhawatiran di Masa Depan

Menjadi content creator tentunya membutuhkan rencana dan ide-ide segar agar atensi publik tetap bertahan. Ada kalanya hal ini menimbulkan berbagai kekhawatiran bagi para content creator. Permasalahan jumlah views dan komentar publik seringkali mendominasi dan berpengaruh terhadap kesehatan mental mereka. Untungnya, hal ini sudah bukan menjadi masalah besar bagi Jebung. Baginya, bermusik jauh lebih penting daripada mendapat banyak atensi publik. “Tapi balik lagi aku juga mimpinya dari dulu ga pernah jadi orang viral, mimpinya jadi musisi, mimpinya jadi songwriter, jadi sekalian juga mengaca pada mimpi sendiri sih buat apa juga aku terlalu mikirin angka-angka itu,” tutur Jebung.

Berbeda dengan Jebung, Kaffa justru tidak pernah ambil pusing mengenai popularitas maupun masa depannya di TikTok, karena dari awal ia tidak pernah berekspektasi untuk menjadi sepopuler sekarang. “Gue nggak berekspektasi apa-apa, ya bikin-bikin aja. Kalaupun nanti suatu saat jadi nggak eksis lagi gitu, ya udah,” jelas Kaffa.

Sementara itu, Barbut juga mengungkapkan rencananya untuk terus bisa berkarya di TikTok. Ia merasa TikTok bukan hanya sebuah platform untuk bersenang-senang, tetapi dari sana ia juga telah mendapatkan banyak manfaat. “Not only it is a platform for me to have fun, but also a platform for me to make connections. Gue jadi kenal, gue jadi tau satu sama lain,” ungkapnya.

Pesan untuk Pemula

Menilik kembali popularitas yang didapatkan dari dunia content creator, tentunya tidak serta merta didapatkan begitu saja. Menurut Jebung, untuk menjadi content creator hal utama yang diperlukan ada sebuah keberanian. “Yang paling penting tuh berani,” ujarnya, “lo mencet tombol post, lo mencet tombol upload itu perlu keberanian yang luar biasa loh karena kan saat lu pencet itu tanggung jawabnya bawa nama lo, bawa  ide lo, bawa latar belakang lo,” terang Jebung.

Senada dengan pesan Jebung, Brigita berpesan untuk “lo mulai aja dulu”. Menurutnya, keberanian untuk memulai merupakan hal yang penting dimiliki oleh seorang content creator. Ia juga menambahkan bahwa menjadi sukses dan populer tidak dapat dicapai secara instan. Brigita juga menegaskan bahwa dalam berkarya tidak perlu merasa malu karena perasaan itu menjadi sinyal bahwa kita tidak percaya dengan talenta yang kita miliki.

Menambahkan dua pesan sebelumnya, Barbut menegaskan bahwa terdapat dua hal terpenting sebelum memulai membuat konten. Pertama, have fun. Kedua, adalah dengan menjadi diri sendiri. “Karena apa yang membuat lo berbeda dari orang lain adalah karena kalian sendiri,” ujar Barbut, “kaya gua, Jebung, Kaffa, itu kan punya personality yang berbeda-beda kan, jadi that’s what makes you unique,” tambahnya.

Di samping sangat menguntungkan, menjadi content creator di era digital seperti ini juga dapat mengasah ide kreatif kita untuk selalu menghasilkan konten yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Berkarier menjadi content creator, khususnya seorang TikTokers menjadi tantangan dan cerita tersendiri bagi mereka yang sudah “berhasil”. Banyak benefit yang didapatkan dari hal ini, tetapi tidak dipungkiri ada pula sisi negatif yang dihasilkan. Bukan pencapaian mudah untuk menjadi “dikenal” bagi mereka yang sudah mengalami hal ini, butuh proses dan ide-ide kreatif yang terjun di dalamnya. Memulai dengan berani merupakan langkah awal yang harus dimiliki seseorang untuk menjadi content creator.

Teks: Afifa Ayu, Arnetta Nandy, Ninda Maghfira

Kontributor: Meilina Kamila, Sekar Arum

Editor: Giovanni Alvita


Pers Suara Mahasiswa UI

Independen, Lugas, dan Berkualitas!

Referensi

Bohang, F. K. (2018, Juli 03). Tik Tok Diblokir di Indonesia karena Dinilai Negatif untuk Anak. Diambil kembali dari Kompas.com: https://tekno.kompas.com/read/2018/07/03/18503327/tik-tok-diblokir-di-indonesia-karena-dinilai-negatif-untuk-anak

Massie, Adesya, Kehadiran TikTok di Masa Pandemi (The Presence of TikTok in the Pandemic) (June 23, 2020). Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=3633854 or http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.3633854