Bincang 25 Tahun Reformasi di Obrolan Warung Kopi

Redaksi Suara Mahasiswa · 26 Mei 2023
2 menit

Rabu (23/05), aliansi BEM se-Universitas Indonesia (UI) dalam agendanya menindaklanjuti perjalanan reformasi Indonesia yang sudah berlangsung selama seperempat abad menggelar kegiatan Obrolan Warung Kopi bertajuk “25 Tahun Reformasi: Perlukah Reformasi Hadir Kembali?”. Acara tersebut digelar di Pelataran Fakultas Hukum (FH) UI, dimulai pukul empat sore waktu setempat dan diikuti oleh civitas UI dari berbagai fakultas dan jurusan.

Obrolan Warung Kopi kali ini turut mengundang tokoh-tokoh ternama seperti Rizal Ramli (ekonom senior), Titi Anggraini (dosen Hukum Tata Negara FH UI), Rocky Gerung, Hurriyah (dosen Ilmu Politik FISIP UI), hingga Novel Baswedan. Tiap-tiap pembicara mengangkat topik yang berbeda dan multidimensional, mencakup politik, hukum, ekonomi, sosial, hingga budaya. Rocky Gerung misalnya, dalam kegiatan ini membahas persoalan politik negeri yang menurutnya mulai membusuk.

Rocky Gerung menyuarakan pandangannya mengenai agonistic democracy serta pembusukan politik yang terjadi di negeri ini. “Ada sesuatu yang membusuk di negeri ini. Etik kultur di lembaga-lembaga pemerintah sudah tidak ada,” kata Rocky pada kesempatan tersebut.

Titi, dalam kesempatannya menitikberatkan perbincangan kepada reformasi hukum dan keterwakilan perempuan di ruang-ruang publik. “Ada satu problem terbesar kita hari ini: demokrasi kita minim hukum. Hukum di negeri ini diproduksi dengan jalan-jalan yang melawan hukum,” ungkapnya.

Titi juga berpendapat bahwa reformasi penguatan gerakan perempuan harus segera dilakukan, “Hal ini karena perempuan juga merupakan bagian dari reformasi,” tegasnya.

Sementara itu, Hurriyah, dosen Ilmu Politik UI pada kesempatan ini menjelaskan mengenai status Indonesia yang memprihatinkan, yakni sebagai negara partly free menurut Freedom House. "Indonesia itu hanya setengah bebas (partly free) sejak tahun 2015. Menurut penilaian mereka, kita itu hanya menjadi free country (negara yang bebas sepenuhnya – red) pada tahun 2000-an saja. Tahun 2015-an ke atas, kita jadi partly free," paparnya.

Bukan tanpa alasan, Hurriyah menjelaskan bahwa Indonesia menjadi negara dengan status partly free karena kecacatan demokrasi dan prosedur hukum di dalamnya. "Demokrasi di Indonesia mulai menyusut karena berbagai aspek kebebasan sipil mulai dibatasi," lanjutnya menerangkan sebab-sebab Indonesia berangsur-angsur menjadi negara berstatus partly free.

Dalam praktiknya menurut Hurriyah, pemerintah mulai menggunakan metode pelecehan fisik terhadap kebebasan-kebebasan dalam berekspresi, misalnya dengan praktek impunitas. Impunitas sendiri berarti pembiaran pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) tanpa adanya proses hukum bagi pelanggar.

Terakhir, Hurriyah mengkomparasi kondisi di era Reformasi dengan zaman Orde Baru, di mana terdapat perbedaan bentuk pembungkaman. "Dulu zaman Orde Baru, negara butuh tangan kekuasaan untuk membungkam masyarakat, misalnya lewat polisi. Sekarang dilakukan oleh sesama elemen masyarakat."

Kegiatan Obrolan Warung Kopi bertajuk “25 Tahun Reformasi: Perlukah Reformasi Hadir Kembali?” ini berakhir pukul 17.00 WIB, setelah melewati diskusi dan obrolan panjang mengenai kesadaran atas demokrasi di negeri sendiri.

Teks: Salma Rihhadatul Aisy

Foto: Dian Amalia A.

Editor: M. Rifaldy Zelan

Pers Suara Mahasiswa UI 2023

Independen, Lugas, dan Berkualitas!