By M. I. Fadhil
Judul: Bojack Horseman
Genre: Drama/Komedi
Pencipta: Raphael Bob-Waksberg
Pengisi Suara: Will Arnett, Amy Sedaris, Alison Brie, dll.
Tahun Rilis: 2014–2020
Jumlah Episode: 77
Menjadi manusia itu sulit. Kita harus mencoba memahami masa lalu, termasuk segala hal buruk yang pernah kita alami, sambil menatap masa depan yang tidak dapat kita prediksi sama sekali. Di saat yang bersamaan, kita harus bekerja keras untuk memenuhi segala kebutuhan hidup kita. Ini diperparah dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai berbagai konsep abstrak seperti tujuan hidup atau harga diri yang hanya dapat ditemukan dalam otak Homo sapiens, ditambah hubungan antarmanusia yang dapat menjadi sumber sejuta konflik baru. Ironisnya, kondisi manusia tersebut malah digambarkan melalui serial animasi Netflix yang bercerita tentang seekor kuda antropomorfik yang hidup di suatu dunia di mana manusia dan hewan hidup berdampingan.
Bojack Horseman, tokoh utama sekaligus judul dari serial ini, merupakan ‘seorang’ aktor yang sempat berjaya pada tahun 1990-an sebagai bintang utama sitcom berjudul Horsin’ Around. Namun, dua dekade setelahnya, Bojack menghabiskan waktunya tanpa tujuan yang jelas di rumah mewahnya di Hollywood. Ia masih dapat hidup sangat layak berkat royaltinya, tetapi ia kesulitan untuk mencari peran di film atau serial TV baru. Melalui bantuan agennya, seekor kucing bernama Princess Carolyn, Bojack memutuskan untuk mencoba mengangkat kembali popularitasnya dengan cara membuat buku biografi kehidupannya yang ditulis oleh Diane, seorang manusia yang bertunangan dengan seekor anjing.
Penulisan biografi tersebut menjadi alur musim pertama “Bojack Horseman”. Di musim-musim berikutnya, cerita berkembang mengenai bagaimana Bojack dan orang-orang terdekatnya berusaha menjalani kehidupan mereka di dunia gemerlap Hollywood. Namun, meski dikelilingi kekayaan dan ketenaran, tidak sedikit tokoh dalam serial ini yang terjerumus ke dalam ketergantungan alkohol dan narkoba, masalah mental, dan tindakan destruktif lainnya. Tidak jarang perbuatan mereka mengundang kecaman dari kita sebagai audiens. Walaupun begitu, tokoh-tokoh dalam cerita ini tidak mudah untuk dibenci. Salah satu tema utama “Bojack Horseman” adalah ketidaksempurnaan setiap orang, sehingga setiap trauma, alienasi, ketidakamanan, dan berbagai masalah lain yang menghantui tokoh-tokoh utama serial ini dijelaskan dengan cara yang mengundang simpati dan empati penonton.
Penyajian tersebut tidak pernah memaksa kita untuk menerima masalah internal tokoh-tokoh “Bojack Horseman” sebagai justifikasi atas perbuatan negatifnya. Ambiguitas moral mereka dibiarkan terbuka. Setiap penonton dibiarkan membuat penilaiannya sendiri terhadap perilaku tokoh. Cerita “Bojack Horseman” hanya berusaha membuat kita mengerti tokoh-tokoh di dalamnya, tanpa harus mengampuni semua perbuatan mereka. Pada akhirnya, cerita “Bojack Horseman” adalah tentang mengerti orang lain, bukan tentang apakah mereka orang baik atau buruk.
Bagian lain dari “Bojack Horseman” yang perlu diapresiasi adalah animasinya yang inovatif dan berani bereksperimen. Meskipun animasi yang digunakan terlihat sederhana dan mengingatkan kita pada kartun dewasa lainnya seperti “Family Guy” atau “South Park”, penggunaan animasi di beberapa episode patut diacungi jempol. Contohnya adalah perubahan gaya animasi yang menjadi berantakan dan dipenuhi coretan saat menggambarkan kondisi internal Bojack yang terus-menerus mengutuk dirinya sendiri dalam salah satu episode atau saat animasi karakter Princess Carolyn digambarkan sedang melakukan tiga hal sekaligus secara kontinu sepanjang satu episode lainnya untuk menggambarkan pikirannya yang kewalahan karena terlalu sibuk. Penggunaan animasi untuk penggambaran kondisi internal tokoh “Bojack Horseman” sangat efektif untuk menggambarkan apa yang dirasakan oleh tokoh tersebut tanpa harus menggunakan banyak kata dan merupakan bukti potensial animasi dalam menggambarkan cerita yang lebih kompleks dari sekadar cerita anak-anak atau humor dewasa.
Sama seperti animasinya yang kerap menggunakan cara-cara tak lazim dalam bercerita, struktur narasi dalam “Bojack Horseman” juga sering kali di luar kebiasaan. Salah satu episode yang paling menonjol dalam hal ini adalah “Free Churros”, yang mana hanya berisi monolog dari Bojack Horseman dari awal hingga akhir. Konsep yang sangat berisiko menimbulkan kebosanan tersebut justru berhasil menarik perhatian berkat penulisan monolog selama lebih dari 20 menit yang emosional namun humoris di saat yang bersamaan. Tim Produksi “Bojack Horseman” juga bereksperimen dengan bentuk struktur narasi yang berbeda di banyak episode lainnya, seperti episode yang sepenuhnya merupakan hasil khayalan, tanpa dialog sama sekali, dan lain-lain.
Sayangnya, sebagian besar hal keunikan dan kelebihan serial ini baru terlihat di bagian akhir musim pertama karena episode-episode awal “Bojack Horseman” lebih banyak mengandalkan humor untuk memikat penontonnya. Meskipun tetap asyik ditonton, episode-episode pembuka ini tidak banyak menampilkan apa yang membuat serial ini istimewa, sehingga tidak heran jika ada penonton yang tidak langsung terpikat di awal. Namun, untuk penonton tetap, bersiaplah menikmati salah satu serial drama terbaik dasawarsa ini yang menghibur, menyentuh, sekaligus memilukan hati.
Teks: M. I. Fadhil
Foto: Istimewa
Editor: Ruth Margaretha M.
Pers Suara Mahasiswa UI 2020
Independen, Lugas, dan Berkualitas!