Civil Society Watch: BEM UI Lakukan Penyesatan Publik soal Revisi UU ITE

Redaksi Suara Mahasiswa · 5 Juli 2021
3 menit

Polemik tentang infografis viral “Jokowi: The King of Lip Service” yang diunggah pada akun media sosial BEM UI mengenai perbedaan janji dengan realitas kebijakan Presiden Joko Widodo masih berlanjut. Setelah minggu lalu, publik diramaikan dengan beragam acara dan opini mengenai desain infografis kritik milik BEM UI yang dianggap kurang pantas oleh beberapa pihak. Selain itu, tindakan Rektorat UI memanggil BEM UI untuk dimintai klarifikasi tentang unggahan tersebut yang dinilai mengekang kebebasan akademik. Polemik BEM UI tersebut bahkan melebar kepada urusan internal UI yang jarang diketahui masyarakat umum, yaitu Rektor UI yang rangkap jabatan sebagai Komisaris BUMN sejak sebelum menjabat sebagai Rektor dan disinyalir melanggar Pasal 35 huruf C Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia, rektor dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat di BUMN, BUMD, maupun swasta.

Seminggu berlalu, isu ini tak kunjung usai. Hari ini (5/7), organisasi pengawasan terhadap gerakan kelompok sipil yang bernama Civil Society Watch (CSW) mengecam tindakan BEM UI yang dinilai melakukan penyesatan publik mengenai Revisi UU ITE. Dalam rilis pers yang diterima oleh Suara Mahasiswa UI, CSW menyoroti ucapan Leon Alvinda Putra selaku ketua BEM UI di dalam wawancaranya bersama Karni Ilyas di dalam kanal youtube Karni Ilyas Channel tentang Revisi UU ITE dan Pedoman Implementasi UU ITE.    

Dalam wawancara tersebut, Leon dinilai tidak menjelaskan dengan rinci mengenai pasal, berikut dengan substansinya yang disebut sebagai ‘pasal-pasal karet’ di dalam infografis viral yang diunggah oleh BEM UI. Selain itu, Leon menyebut usulan penambahan pasal baru tentang larangan penyebaran kabar bohong yang dapat menimbulkan keonaran sebagai bukti represi pemerintah. Menanggapi pernyataan tersebut, Civil Society Watch menyatakan bahwa tindakan BEM UI tersebut menyesatkan dan akan mempersulit upaya revisi UU ITE yang selama ini sudah memakan ratusan korban.

“Ini jelas keliru, kesan kami BEM UI tidak belajar serius tentang isi revisi. Pemerintah memang telah lama memiliki niat untuk merevisi UU ITE. Sejak kelahirannya pada 2008, UU ITE sering disalahgunakan untuk menjerat orang-orang tidak bersalah,” ungkap Rizka Putri dalam video unggahan Youtube CokroTV yang diunggah pada Jumat (02/07).

Civil Society Watch berpendapat bahwa revisi UU ITE justru merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan rasa aman di tengah masyarakat karena dengan adanya SKB dan revisi UU ITE, orang yang mengkritik di media sosial tidak bisa dijerat dengan UU ITE selama ia tidak memfitnah, tidak memproduksi hoax yang dapat menimbulkan keonaran, dan tidak menyebarkan kebencian atas dasar SARA.

Beberapa pasal yang diberi pedoman implementasi dalam UU ITE ini adalah Pasal 27 (susila, perjudian, pencemaran nama baik, dan pemerasan), Pasal 28 (berita bohong dan SARA), Pasal 29 (ancaman kekerasan), dan Pasal 36 (kerugian materiil). Keempat pasal tersebut bermasalah karena menimbulkan kriminalisasi juga diskriminasi.

Pada pasal 27 ayat (3), dalam UU ITE yang belum direvisi, ancaman pidana bisa menimpa seseorang yang menyebarkan pesan untuk menyerang kehormatan orang lain. Ini berarti apabila seseorang yang mengejek, mencaci, atau menggunakan kata-kata tidak sopan kepada seorang pejabat, dia bisa diadukan ke polisi. Padahal, bisa jadi itu merupakan bentuk protes terhadap pejabat yang tidak beres dalam melakukan pekerjaannya atau bahkan korupsi.

“Revisi UU ITE adalah wujud kepedulian Presiden Jokowi terhadap terwujudnya demokrasi yang sehat. Langkah ini tentu harus didukung penuh demi kebaikan kita bersama. Orang-orang berakal sehat mestinya bahagia bukan malah mengecamnya,” tutup Rizka

“Gunakan saja contoh penghinaan oleh BEM UI. Kalau menggunakan UU ITE yang belum direvisi, sebenarnya ketua BEM bisa diadukan ke polisi karena menyerang kehormatan presiden, tapi kalau menggunakan revisi yang diajukan pemerintah, ketua BEM bisa berdalih bahwa serangan terhadap presiden itu dilakukan sebagai bentuk evaluasi BEM UI terhadap presiden. Jadi jelas revisi yang diajukan pemerintah justru ditujukan untuk melindungi kebebasan warga untuk mengkritik,” tambah Rizka

Menurut Civil Society Watch, revisi UU ITE merupakan upaya Pemerintah untuk memfasilitasi revisi UU ITE, sehingga muatannya tidak bisa lagi dimanfaatkan sedemikian rupa untuk menindas kebebasan berekspresi seperti yang terjadi pada Baiq Nuril dan Jerinx.

Hal tersebut menurut Civil Society Watch dibuktikan dengan diundangnya para pegiat media sosial baik yang pro maupun kontra dengan pemerintah untuk membahas revisi UU ITE. Berdasarkan premis tersebut, Civil Society Watch meminta BEM UI untuk menghentikan propaganda menyesatkan tentang revisi UU ITE.


Penulis: Magdalena Natasya, Febrianto
Editor: Syifa Nadia
Foto: Asumsi.co

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!