Ribuan massa turun melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI pada Kamis, 22/08/2024 dalam rangka mengawal putusan MK. Massa aksi terdiri dari berbagai kalangan masyarakat, Partai Buruh, serta mahasiswa yang datang dari berbagai universitas.
Aksi unjuk rasa ini digelar dengan membawa agenda mengawal proses rapat paripurna DPR terkait bahasan revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada dan Putusan MK nomor 60, dimana rapat tersebut dilakukan pada hari sebelumnya, tepatnya Rabu siang.
Aksi diawali oleh Partai Buruh yang diisi dengan beberapa nyanyian perjuangan dan orasi. Orasi dilakukan diantaranya oleh kepala Partai Buruh, perwakilan komunitas, dosen Fisipol UGM, hingga beberapa nama dari kalangan public figure diantaranya; Reza Rahardian, Abdur Arsyad, Adjis Doa Ibu, Arie Kriting, serta Bintang Emon.
Memasuki siang hari, secara berkala massa mahasiswa mulai nampak turut serta memadati kawasan Kompleks Parlemen DPR tersebut. Hal yang sama dilakukan, nyanyian dan orasi diserukan untuk menyampaikan aspirasi. Selain itu, massa aksi membawa poster-poster dan spanduk yang yang bertuliskan berbagai seruan kegelisahan terhadap demokrasi dan hasil rapat DPR. Sejumlah poster dan spanduk yang dibawa diantaranya bertuliskan “dinasti berkedok koalisi:”, “reformasi dihabisi”, “Jokowi sadis, ayo lawan”.
Sementara itu, menjelang sore situasi mulai memanas. Terdapat kepulan asap pembakaran, semprotan water cannon oleh aparat, tembakan gas air mata, dan pintu gerbang yang dirobohkan. Massa berhasil masuk mendekati jajaran aparat kepolisian yang berjaga di dalam gerbang halaman gedung DPR. Aparat kepolisian mencoba menghalau massa dengan menembakkan water cannon dan gas air mata. Lantas massa berlarian dan situasi semakin memanas.
Pembahasan RUU Pilkada yang Cacat Konstitusi
Dua hari sebelum aksi demo, Mahkamah Konstitusi (MK) membuat Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, dimana putusan tersebut mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora sebagian terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. Putusan ini mengakibatkan partai-partai yang tidak berkoalisi di beberapa daerah memenuhi syarat untuk mengusung calon kepala daerah. Selain itu, MK juga menolak permohonan Perkara Nomor 70 Tahun 2024 perihal pengujian persyaratan batas usia minimal calon kepala daerah.
Terlepas dari kedudukan putusan MK yang seharusnya tidak bisa dianulir, pada tanggal 21 Agustus 2024, Badan Legislatif DPR menggelar rapat kerja dengan pemerintah untuk membahas Revisi UU Pilkada yang disinyalir adalah bentuk negasi dari keputusan MK yang dikeluarkan sehari sebelumnya. Hasil rapat menyatakan bahwa DPR akan membawa RUU Pilkada ke paripurna pada hari Kamis keesokan harinya.
Urgensi untuk mengawal perjalanan RUU Pilkada ini sangatlah tinggi. Apabila RUU Pilkada berhasil disahkan oleh DPR, maka Sejarah pemerintahan Indonesia akan mencatat sebuah kecacatan besar konstitusi yang dilakukan oleh DPR pada masa pemerintahan Presiden Jokowi.
Salah satu mahasiswa Universitas Indonesia yang ikut serta dalam aksi, Zharfan, mengatakan bahwa DPR memperlihatkan permainan politiknya dalam pengubahan status keputusan MK tersebut. “Hukum kita (seharusnya) mengatur kekuasaan. Tetapi yang terjadi saat ini adalah kekuasaan yang dapat mengatur hukum.” Tuturnya.
Desakan Massa Aksi Kepada DPR RI
Aksi demonstrasi yang diadakan di depan gerbang gedung DPR merupakan sebuah bentuk nyata perlawanan berbagai lapisan masyarakat yang tidak puas dengan kinerja DPR terkait RUU Pilkada ini. Mulai dari mahasiswa, buruh, partai politik, publik figur ikut menyatakan keresahan dan tuntutan mereka terhadap DPR RI.
Dalam wawancara dengan Suma UI, Zharfan menyatakan tuntutan yang dibawa oleh mahasiswa pada aksi Kamis kemarin. “Ada dua pasal yang sedang kita perjuangkan, dimana yang awalnya itu (aturan) threshold yang gol di MK itu ada 7,5% dan juga terkait (aturan) batas umur.”
Di sisi lain, anggota massa aksi dari Greenpeace Indonesia ikut membawa tuntutan lain terkait perampasan hak-hak masyarakat adat oleh pemangku kebijakan, baik itu dari pemerintah maupun swasta. “Kita sendiri sudah tergerak dari hati karena banyak kawan-kawan yang dari daerah, masyarakat adat yang hak-haknya dirampas, dan diinjak semena-mena oleh orang-orang sana, terutama pemangku kebijakan, orang-orang yang jabatannya sudah tinggi gitu.”
Dalam aksi ini, Ia juga memasang spanduk besar bertuliskan “Indonesia is Not For Sale” yang terpampang jelas di pagar gerbang DPR sebagai pernyataan lantang perihal tuntutan yang dibawakan.
Semua Bicara: Peringatan Darurat!
Segala bentuk protes mencuat usai DPR RI membahas revisi UU Pilkada pada hari Rabu (21/08). Pada hari itu juga, gambar Garuda Pancasila yang berlatar biru dengan teks “peringatan darurat” secara kompak diunggah masyarakat di berbagai platform. Bentuk ketidaksetujuan masyarakat terhadap revisi UU Pilkada pun berbuntut pada seruan aksi di depan gedung DPR RI pada Kamis (22/08) lalu. Di sana, rakyat bersuara sebagai upaya menolak revisi UU Pilkada yang bertentangan dengan Putusan MK. Hal ini sesuai dengan ungkapan Said Iqbal selaku Presiden Partai Buruh di dalam konferensi persnya.
“DPR RI tidak boleh merampas, membegal, membangkang keputusan Mahkamah Konstitusi. DPR RI harus memperhitungkan kekuatan massa rakyat karena kali ini telah terjadi demokrasi yang dibajak oleh DPR RI,” ujar Said.
Sejalan dengan itu, berbagai orasi terkait pengawalan putusan MK disampaikan dari segala kalangan. Dalam orasinya, Alfath Bagus Panuntun selaku Dosen UGM mengungkapkan harapannya agar putusan MK tidak dianulir.
“Jangan sampai Putusan (MK) Nomor 60 dibiarkan kemudian dikerdilkan sehingga pada akhirnya dibegal oleh kepentingan oligarki,” kata Alfath.
Perwakilan perempuan pun berorasi dan menyampaikan kekecewaannya terhadap kinerja DPR, “RUU PPRT mangkrak …. Tetapi DPR hari ini sibuk bahas revisi UU Pilkada.”
“Bagi kita wakil-wakil rakyat hanya orang yang sanggup, sekali lagi, hanya orang-orang yang sanggup mempunyai keberpihakan pada rakyat lah yang seharusnya duduk di dalam gedung yang megah ini,” tambahnya.
Tak hanya itu, aktor Indonesia bernama Reza Rahadian pun turut hadir. Dalam orasinya, Reza mempertanyakan peran DPR sebagai perwakilan rakyat. “Kalau institusi sedang melakukan perbuatan yang mengembalikan nobility-nya sebagai konstitusi, lalu hari ini kita mendapatkan bahwa itu coba dianulir oleh sebuah lembaga yang katanya adalah wakil-wakil kita semua hari ini. Lantas Anda menjadi jalan ini wakil siapa?”
Orasi juga disampaikan oleh komika-komika ternama, seperti Adjis Doaibu, Abdur Arsyad, Arie Keriting, dan Bintang Emon. Kehadiran beberapa tokoh publik pada aksi Kamis lalu ini mengisyaratkan keadaaan demokrasi yang sangat darurat sekarang. Hal itu pun disampaikan Reza dalam orasinya.
“Saya hadir ini sebagai rakyat biasa bersama teman-teman semua, tidak mewakili siapapun selain suara orang-orang yang gelisah hari ini melihat demokrasi kita seperti ini,” ucap Reza.
Langkah ke Depan dan Harapan
Dalam wawancara bersama Suara Mahasiswa UI, Ishaq Ravin selaku anggota Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) mengungkap bahwa rakyat Indonesia akan terus melawan rezim ini sampai jatuh apabila revisi UU Pilkada disahkan.
“Orang ini rezim yang mengimpor tenaga kerja asing dari luar pada saat di sini terjadi PHK besar-besaran. Kemudian, mengimpor pangan pada saat petani panen. Kemudian dia juga menghancurkan perundang-undangan, menciptakan UU omnibus law, UU Cipta Kerja yang membolehkan pengambilan tanah-tanah rakyat di daerah strategis dan mengandung tambang untuk kepentingan investor. Ini tidak boleh terjadi di alam merdeka. Kompeni dulu melakukan itu, tapi sekarang ini merdeka, tidak boleh,” tambahnya.
Selepas aksi, Zharfan berharap agar DPR mendengarkan aspirasi rakyat yang katanya diwakilinya.
“Tentu saja sebagai mahasiswa kami berharap keputusan MK yang sudah kembali sebagaimana mestinya tetap bisa berada pada ranahnya dan tidak bisa dipermainkan oleh DPR yang semena-mena tersebut,” tambahnya.
Aksi Kamis lalu diwarnai oleh berbagai kejadian, mulai dari sejumlah aparat yang menembakkan air bertekanan tinggi dan gas air mata hingga berhasilnya massa aksi masuk ke dalam gedung DPR. Kendati demikian, aksi menuai hasil positif. Usai aksi, di hadapan media Sufmi Dasco selaku Wakil Ketua DPR RI mengungkap bahwa revisi UU Pilkada resmi dibatalkan.
“Bahwa pada hari ini tanggal 22 Agustus hari Kamis pada jam 10.00, setelah kemudian mengalami penundaan selama 30 menit, maka tadi sudah diputuskan bahwa revisi UU Pilkada tidak dapat dilaksanakan. Artinya, pada hari ini revisi UU Pilkada batal dilaksanakan,” ujar Sufmi.
Teks: Wina Afriyani, Rania Reswara, dan Heva Sasqia Kumala
Editor: Jesica Dominiq M.
Foto: Aziizah Putri
Desain: Ferre Reza Putri
Pers Suara Mahasiswa UI 2024
Independen, Lugas, Berkualitas!