Dead Poets Society: Pendidikan Berlandaskan Filosofi Carpe Diem

Redaksi Suara Mahasiswa · 26 November 2021
3 menit

Judul: Dead Poets Society
Sutradara: Peter Weir
Produser:  Steven Haft, Paul Junger Witt, Tony Thomas
Genre: Drama Remaja
Tahun rilis: 1989
Durasi: 128 menit
Pemain: Robin Williams, Robert Sean Leonard, Ethan Hawke, Josh Carles, Gale Hansen, dll.

Seize the day, Boys. Make your lives extraordinary!

Film Dead Poets Society menceritakan tentang kehidupan tujuh orang siswa di sebuah sekolah persiapan khusus laki-laki di Inggris yang dikenal dengan sistemnya yang  kuno dan ketat. Sekolah ini menetapkan standar yang tinggi untuk murid-muridnya dan mengaplikasikan standar itu pada setiap metode pengajaran. Selain pihak sekolah, para orang tua juga menekankan kepada anak-anak mereka untuk bisa menjadi yang terbaik dan lulus masuk universitas yang bergengsi. Kedatangan seorang guru bahasa Inggris baru, John Keating (Robin Williams), seakan mendobrak sistem kuno yang melekat dan sedikit demi sedikit membantu para siswa untuk keluar dari apa pun yang mengekang mereka, mengejar impian, dan meraih hari seperti pepatah filosofis terkenal: carpe diem! Keating menggunakan metode yang tidak lazim dalam mengajar murid-muridnya serta membantu mereka untuk menghadapi tekanan besar dari orang tua dan sekolah.

Selanjutnya,  terinspirasi dari Guru Keating yang sering kali menggunakan puisi dalam metode pengajarannya, sekelompok siswa ini membuka kembali klub puisi yang pernah ada di sekolah ini yang bernama Dead Poet Society. Dengan bantuan Keating dan pengalaman mereka mendalami puisi di dalam klub, Neil Perry (Robert Sean Leonard), Todd Anderson (Ethan Hawke), dan yang lainnya seperti menemukan secercah harapan untuk dapat menemukan hidup yang mereka inginkan. Para siswa ini pun  mulai memiliki pola pikir terbuka dan mulai bisa mengutarakan pendapat dan isi hati mereka khususnya kepada orang tua yang memberikan tekanan tiada henti. Apakah perjuangan Guru Keating dan sekelompok siswa ini benar-benar bisa mendobrak sistem dogmatis yang mendarah daging? Terlepas dari hasil akhir perjuangan mereka, satu yang pasti yaitu bahwa seorang guru berperan besar dalam kehidupan murid-muridnya.

Film Dead Poets Society  merupakan film yang bertemakan guru dan pendidikan paling legendaris hingga saat ini, dibuktikan dengan banyaknya penghargaan yang diraih baik oleh film maupun dari aktornya. Film ini sukses secara komersial dan menerima banyak penghargaan, termasuk nominasi Academy Award untuk Sutradara Terbaik, Film Terbaik, dan Aktor Terbaik untuk Robin Williams. Film tersebut memenangkan BAFTA Award untuk Film Terbaik, Penghargaan César untuk Film Asing Terbaik dan Penghargaan David di Donatello untuk Film Asing Terbaik.

Dead Poets Society kerap kali dibandingkan dengan film lain yang dibintangi oleh aktor kenamaan yang sama, Robin Williams, yaitu Good will Hunting (1997). Kedua film ini sama-sama menerima nominasi untuk skenario terbaik dan aktor pendukung terbaik. Good Will Hunting sekilas tampak mengusung tema yang sama yaitu tentang berpikir positif terhadap masa depan, tetapi film ini mengeksplor aspek yang lebih kompleks dan erat berkaitan dengan psikologis. Kedua film sama-sama mengeksplor tema tentang penemuan jati diri oleh generasi muda dan bagaimana mereka mengalami perkembangan karakter sampai akhir film.

Dead Poets Society sukses besar ketika pertama kali dirilis hingga menjadi film yang masih dikenang sampai sekarang. Mudah dimengerti alasannya: film ini mencerminkan kisah masa depan yang indah, mengajak penonton untuk mengikuti suara hati mereka sendiri, dan mencari inspirasi dari keindahan dalam hidup dan kekuatan kreativitas. Film ini juga menampilkan hubungan yang erat antara siswa dan gurunya dalam hal kebutuhan para siswa akan guru yang mengayomi dan mendidik seperti Keating. Melalui film ini, penonton bisa melihat Keating yang mengubah hidup siswa-siswanya, membuat mereka menjadi hidup dan mencari tahu siapa mereka sebenarnya.

Meskipun film ini mengangkat tema yang sangat inspiratif, terdapat beberapa aspek yang digambarkan secara tidak realistis. Mr. Keating, guru favorit yang menggunakan literatur sebagai media pengajarannya tidak benar-benar digunakan untuk menyampaikan pesannya. Banyak kritikus yang juga mengklaim bahwa film ini memberikan contoh-contoh yang menyesatkan sebagai sesuatu yang keren. Alih-alih tinggal di ruang kelas membaca, ia mengajak murid-muridnya jalan-jalan dan pelajaran hidup. Alih-alih menyuruh mereka membaca interpretasi sastra, dia memulai kelasnya dengan menyuruh mereka merobek halaman pendahuluan. Selain itu, alur film yang cukup lambat berpotensi membuat audiens bosan jika tidak benar-benar fokus pada jalan ceritanya.

Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, live action Disney satu ini sukses menjadi film legendaris yang mendobrak sisi-sisi kaku akademis. Akting yang tidak main-main dan pesan cerita yang sangat kuat membuat film ini masih eksis ditonton dan menjadi kegemaran banyak orang. Jalan ceritanya dan pesan-pesannya yang unik melekat di dalam ingatan bahkan setelah lama selesai ditonton.

Teks: Aura Annisa
Foto: Istimewa
Editor: Ruth Margaretha M.

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!