Universitas Indonesia, 16 November 2023 - Klinik Jurnalistik Suara Mahasiswa Universitas Indonesia (Suma UI) menggelar acara puncaknya di Ruang Apung Perpustakaan Pusat pada hari Sabtu, 11 November 2023, dimulai sejak jam 09.30 WIB hingga 16.00 WIB.
Mengangkat tema jurnalisme lingkungan, acara tahunan Suma UI kali ini diikuti oleh berbagai mahasiswa baik dari UI maupun luar UI, menunjukkan antusiasme dan kesadaran masyarakat akademis terhadap isu pekerjaan hijau dan jurnalisme lingkungan.
Rangkaian acara puncak Klinik Jurnalistik tahun ini melibatkan berbagai kalangan, mulai dari akademisi, pemerintah, NGO, wartawan senior, hingga anak muda. Pameran Foto Jurnalistik yang berlangsung sejak 11 hingga 15 November 2023, menjadi bagian pertama dari serangkaian kegiatan ini.
Disusul oleh Diseminasi Mini Riset dan Diskusi tentang Persepsi dan Tantangan Pekerjaan Hijau bagi Anak Muda serta Talkshow dengan tema Tersingkir di Balik Berita Populer: Membuka Jalan bagi Jurnalisme Lingkungan yang Berdampak.
Dalam sesi pertama, Dian Amalia Ariani, Pemimpin Redaksi Suara Mahasiswa UI, memaparkan hasil mini-riset kolaborasi dengan Yayasan CERAH Indonesia. Mini-riset ini menggambarkan ketertarikan mahasiswa terhadap pekerjaan hijau dan tantangannya. Berdasarkan pemaparannya, hasil survei tersebut menunjukkan bahwa "98% anak muda percaya bahwa green jobs memberikan peluang karier yang menarik. Ketertarikan ini tidak bisa dilepaskan dari kekhawatirannya mengenai dampak krisis iklim dan degradasi lingkungan yang makin parah," ujarnya.
Ia menyimpulkan bahwa saat mencari pekerjaan, anak muda tidak hanya mempertimbangkan penghasilan, tapi juga ingin bagaimana pekerjaannya dapat berdampak positif bagi lingkungan. Namun, Dian juga menyoroti beberapa hambatan yang dihadapi mahasiswa dalam mengakses green skills.
"Informasi tentang pekerjaan hijau masih kurang atau bahkan tidak dapat diakses, sementara perguruan tinggi belum sepenuhnya mempersiapkan mahasiswa untuk terjun ke dalam bidang ini."
Azis Kurniawan, Manajer Kebijakan dan Advokasi Koaksi Indonesia menambahkan bahwa diperlukan upaya dari pendidikan dan pemerintah untuk mempromosikan pekerjaan hijau kepada masyarakat umum. Menurutnya, masih banyak miskonsepsi di kalangan mahasiswa dan masyarakat umum terkait pekerjaan hijau.
“Mahasiswa yang dekat dengan isu-isu lingkungan, masih banyak yang miskonsepsi, apalagi kalau kita menyurvei masyarakat umum, pasti lebih banyak lagi. Jadi, dibutuhkan program peningkatan kesadaran, kampanye, memperkuat peraturan perundang-undangan, dan lain-lain,” tutur Azis.
Dalam hal ini, Senior Project Development Manager Aquo Energy, Dallih Wiryawan menjelaskan bahwa pekerjaan hijau memiliki prospek yang cerah, terutama karena adanya berbagai pekerjaan baru yang muncul akibat krisis iklim.
Ia menjelaskan ada berbagai pekerjaan hijau yang bermunculan karena krisis iklim yang belum banyak diketahui khalayak umum, misalnya sustanaibilty manager, wind turbin engineer, solar energi specialist, hingga environmental health and designer. Namun, ia juga mencatat bahwa peningkatan green jobs tidak sebanding dengan peningkatan green skills.
“Bahkan nggak hanya dari industri baru, dari industri konvensional pun bermunculan kebutuhan akan green jobs. Hanya saja, peningkatan green jobs naik 8% dalam durasi 5 tahun (2016–2021), tetapi tidak dibarengi dengan green skills yang hanya naik 6%. Jadi demand-nya ada, supply-nya belum mencukupi,” ujar Dallih.
Menyikapi tantangan ini, Maliki ST, MSIE, Ph.d Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia, menawarkan pandangan optimis. Maliki menekankan bahwa "pekerjaan hijau bukan lagi pilihan, melainkan keharusan." Ia menyoroti manfaat ekonomi, pengurangan emisi, dan peningkatan lapangan kerja yang dapat dihasilkan oleh ekonomi hijau.
“Jadi kedepan pekerjaan hijau itu bukan pilihan lagi, nggak ada lagi pertanyaan “saya mau gak ya di green jobs?” kalau teman-teman masih berpikiran seperti itu, nanti teman-teman digantikan oleh teman-teman tenaga kerja dari China, dari Amerika, dari Afrika,” tegas Maliki.
“Cuaca ekstrim, suhu makin panas, kalau saya tinggal mungkin 20 tahun lagi, tapi teman-teman mahasiswa di sini kan mungkin masih 40 tahun lagi tinggal di bumi. Jadi, upaya-upaya untuk lebih hijau harus jadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari,” tambahnya.
Maliki juga mengakui bahwa kebutuhan industri akan tenaga kerja hijau belum seimbang, dan ini menjadi peluang bagi anak muda untuk memainkan peran penting dalam menjembatani kesenjangan tersebut. "Bappenas saat ini sedang menyusun peta jalan pengembangan sumber daya manusia menuju pekerjaan hijau."
Dalam penutupan acara, Maliki menyatakan bahwa "pekerjaan hijau bukan hanya menjanjikan untuk saat ini, tetapi juga menjadi investasi masa depan yang kompetitif." Dengan menghadapi krisis lingkungan dan iklim, transisi ke pekerjaan hijau diharapkan menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, menciptakan dampak positif yang signifikan.
“Tadi ada kekhawatiran bahwa uang di green jobs itu tidak terlalu menjanjikan, untuk sekarang ini memang menjanjikan, tapi untuk 10–15 tahun ke depan karena memang semua nanti green, akan lebih kompetitif,” tutup Maliki.
Siaran langsung diskusi dan diseminasi bertajuk "Pekerjaan Hijau di Mata Anak Muda, Bagaimana Prospek Karir dan Tantangannya?" dapat Anda saksikan selengkapnya melalui pranala berikut ini: https://www.youtube.com/watch?v=UyNUDJnyktE
Teks: Redaksi Suara Mahasiswa UI
Editor: Kamila Meilina
Independen, Lugas, Berkualitas!