Pelantikan Atan-Farrel oleh Kongres Mahasiswa (KM) melalui SK Nomor: 024/TAP/KMUI/VI/2025 pada Senin (30/6) sempat menimbulkan huru-hara hingga Panitia Pemira mengeluarkan Rilis Massa No. 9 untuk menolak putusan Mahkamah Mahasiswa (MM). Dalam rilis tersebut, Panitia Pemira turut melampirkan bukti tangkapan layar dugaan money politics yang dilakukan Atan-Farrel, disertai bukti pengeluaran salah satu hakim MM dari grup koordinasi.
Proses Pelantikan Dilakukan Tanpa Transparansi
Azarine, Hakim Anggota 1 Mahkamah Mahasiswa UI yang melaporkan dugaan money politics, berpendapat bahwa sejak awal, ia tidak melihat transparansi dalam proses pelantikan. Ia pun mengaku tidak hadir dalam rapat sidang paripurna Pelantikan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) UI, serta Anggota Majelis Wali Amanat UI Unsur Mahasiswa (MWA UI UM) periode 2025, karena menyayangkan proses penghitungan suara yang sama sekali tidak terbuka.
“Saya tidak hadir dalam sidang paripurna tersebut. Kalau kita bicara soal sidang pelantikan kemarin, artinya kita bicara soal hasil akhir siapa yang terpilih. Padahal, yang terpenting bukan hasil akhirnya, tetapi proses menuju sidang pelantikannya, yaitu proses eksekusi putusan berupa penghitungan ulang suara yang sebenarnya jauh dari kata transparan. Untuk hasil ada transparansinya, sedangkan prosesnya seperti apa justru tidak transparan.”
Dugaan Money Politics dan Sikap Pihak Terkait
Salah satu hakim mahkamah menganggap pelaporan terkait dugaan money politics oleh Azarine sebagai tindakan yang menghancurkan koordinasi. “Menghancurkan koordinasi, atau menghancurkan strategi kalian untuk [Paslon] 02 bisa masuk?”
Azarine mengaku memang mengamini argumentasi hakim tersebut yang menyatakan bahwa putusan MM sudah final and binding. Namun, ia menyatakan bahwa laporan yang ia ajukan tidaklah ditujukan untuk menunda, apalagi membatalkan putusan.
“Saya bring up laporan ini [agar] setidaknya kalian harus tahu bahwa ada mekanisme kecurangan di balik itu semua,” ungkapnya dalam wawancara bersama Suma.
Sebelumnya, Azarine sempat menawarkan ide untuk membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Mahasiswa (MKMM) yang fungsinya menilai kode etik hakim jika terjadi permasalahan semacam ini. Namun, ia menyatakan bahwa ide tersebut hanya dianggap angin lalu tanpa ada respons serius untuk menindaklanjutinya. IKM UI pun tak memiliki wadah untuk memperjuangkan peninjauan putusan MM.
“Mungkin karena capek gitu kan, mereka butuh pemimpin secepatnya, butuh regenerasi secepatnya.” Namun, di sisi lain, Azarine menyatakan bahwa ia telah menawarkan skema yang bisa dipakai. Jika idealisme masih ingin diperjuangkan tetapi pembentukan MKMM tadi terlalu memakan banyak waktu sebab perlu pembuatan kode etik terlebih dahulu, Azarine pun menyarankan pembuatannya dalam bentuk ad hoc. Hanya saja, tetap tak terlihat inisiatif MM ke arah sana.
“Kongres, MM, DPM, itu satu suara. Mereka tutup mata lah sama money politics ini. Udah tau ada laporan money politics, kenapa enggak langsung dilanjut dengan pembentukan MKMM? Itu, lho, yang jadi pertanyaanku. Mereka kayak ya udah aja gitu, kayak acuh tak acuh. [Seakan] oke, [karena] udah kepilih pemimpin, [maka] udah selesai, gitu.”
Di sisi lain, Panitia Pemira mengeluarkan sikap yang berbeda. Mereka menaikkan bukti-bukti dugaan kecurangan yang ada melalui Rilis Massa No. 9. Namun, rilis tersebut tetap tidak dapat membatalkan putusan MM.
Azarine mengaku sangat menyayangkan bukti-bukti kecurangan Paslon 02 yang memenuhi aspek terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) itu baru terangkat ketika putusan sudah keluar.
“Aku sangat menyayangkan kenapa alat bukti money politics yang dilakukan oleh 02—ada banyak screenshot berupa transfer uang 300 ribu, dan alat bukti lainnya—itu justru baru terbukanya sekarang, saat sudah putusan. Andai kata semua bukti itu terungkapnya saat sidang pembuktian, sudah barang tentu, putusannya akan mendiskualifikasi paslon 02.”
Harapan untuk Pemira UI yang Lebih Baik
Namun, kini, Azarine hanya bisa berharap semua pihak yang terlibat dalam Pemira ke depannya dapat mengiringi niat baiknya untuk mengakomodasi kepentingan IKM UI dengan langkah yang tepat pula.
“Kebenaran mungkin akan kalah, tapi dia tidak akan pernah salah. [Jadi], stop teriak-teriak kebenaran kalau sebenarnya apa yang kamu lakukan itu tidak betul-betul mencerminkan sebuah kebenaran!” pungkas Azarine.
Tanggapan Atan terhadap Tuduhan Money Politics
Dalam wawancara bersama Suma, Atan menilai tudingan money politics oleh salah satu hakim MM belum memiliki bukti yang kuat dan memandangnya sebagai upaya framing untuk mendelegitimasi BEM UI yang dihasilkan oleh Kongres dan Mahkamah Mahasiswa.
“Dan, sifat dari tanggapan salah satu Hakim ini, setahu saya, adalah dissenting opinion, bukan ajuan atau arah[an] kepada sebuah proses [hukum].”
Atan juga menanggapi Rilis Massa No. 9 dan SK Nomor 26/SK/PANITIA-PEMIRA/VI/2025 yang menuding bahwa Paslon 02 melakukan tindakan curang berupa money politics. Menurutnya, hal tersebut merupakan tindakan yang mencurigakan, mengingat Rilis Massa dan SK tersebut keluar setelah Panitia Pemira mengeluarkan SK hasil penghitungan suara ulang.
Ia menambahkan bahwa Panitia Pemira sudah tak lagi memiliki wewenang pasca dikeluarkannya SK Panitia Pemira Nomor 25/SK/PANITIA-PEMIRA/VI/2025 tentang penetapan hasil penghitungan suara ulang pasangan calon ketua dan wakil ketua BEM UI.
“Setahu saya juga, Panitia Pemira sudah tidak lagi memiliki otoritas pasca keluarnya SK [nomor] 25. Jadi, SK dan Rilis Pers itu juga cukup suspicious bagi saya. Kenapa [baru] keluar setelah panitia pemira mengeluarkan SK hasil penghitungan suara ulang?”
Meskipun demikian, Atan menghargai putusan MM yang dianggap telah melaksanakan amanat konstitusi dengan baik. Ia juga menyampaikan telah berkomunikasi dengan pihak Rendy-Azzam terkait keputusan MM.
“Saya rasa, MM sudah baik melaksanakan amanat konstitusi, meskipun sedikit tidak kami sangka ya hasil putusannya. Tapi, saya menghargai prosedur konstitusi IKM UI. Saya juga berkomunikasi dengan pihak Rendy-Azzam, ke Rendy langsung. Dia juga menghargai keputusan MM, yang penting baginya, kepentingan IKM UI tidak disalip dan diklaim sembarangan oleh segelintir pihak yang tidak melalui proses di Kongres dan MM.”
Pesan dan Harapan untuk IKM UI
Dalam wawancara bersama Suma, Atan berpesan kepada IKM UI untuk tidak mewajarkan kecurangan-kecurangan dalam bentuk dan argumen apapun.
“Putusan MM sudah jelas membuktikan kecurangan-kecurangan yang ada. Kita tidak boleh menafikan hal tersebut. Memasukkan suara robot (electoral fraud) adalah kejahatan luar biasa dalam politik dan demokrasi. Jangan sampai kita terima dengan pihak yang mewajarkan hal tersebut dengan berargumen [bahwa] mereka adalah pahlawan IKM UI.”
“Atan-Farrel sangat berharap IKM UI dapat melihat secara objektif proses yang ada dan tidak mudah terbawa framing-framing yang tendensius [dan] mencoba melemahkan legitimasi kita semua,” lanjutnya.
Komitmen Kerja dan Keterbukaan Kepemimpinan
Atan-Farrel mengklaim bahwa mereka terbuka kepada siapa pun yang ingin memberikan pendapat ataupun bergabung dalam kepengurusannya. Semua akan dipertimbangkan secara sama sebab Atan mengaku bahwa Atan-Farrel berbasiskan meritokrasi.
“Atan-Farrel siap mewarnai angan IKM UI secepatnya, seefektif mungkin, [dan] sebermanfaat mungkin. Kami pastikan keberadaan proker-proker, seperti Pesta Rakyat, UI ARTX, BKUI, dan lain-lain. Penyikapan isu juga akan segera kami lakukan, intinya, stay tuned kepada BEM yang asli, yang legal, [dan] yang sah,” pungkasnya.
Teks: Rachel Aulia Damayanti, Zaskia Mardiyani Putri
Editor: Naswa Dwidayanti Khairunnisa
Foto: Istimewa
Desain: Aqilah Noer Khalishah
Pers Suara Mahasiswa UI 2025
Independen, Lugas, dan Berkualitas!