Eksistensi Cinta pada Lagu “Bohemian Rhapsody”, Mengapa Tak Lekang dari Era ke Era?

Redaksi Suara Mahasiswa · 10 Januari 2025
3 menit

Saat Lampu-lampu kampus mulai meredup, suasana malam menyelimuti jalanan Universitas Indonesia yang syahdu seolah memeluk segala hiruk-pikuk hati. Tugasnya masih menumpuk, persahabatan dan hubungan cinta kerap berbaur dalam satu fragmen kehidupan, mahasiswa. Meromantisasi perihal itu semua, sayup-sayup teringat sebuah lagu yang tak lekang dari era ke era. Ia bernama, “Bohemian Rhapsody”.

“Bohemian Rhapsody” adalah salah satu lagu paling ikonik dalam sejarah musik rock, ditulis oleh Freddie Mercury dan dirilis oleh band Queen pada tahun 1975 sebagai bagian dari album A Night at the Opera. Lagu ini dikenal karena struktur musiknya yang unik, penggabungan dari elemen rock, opera, dan balada. Sejak peluncurannya, Bohemian Rhapsody telah menjadi layaknya masterpiece yang terus dibahas dan diputar di berbagai acara, termasuk film dan pertunjukan musik.  Tapi lebih dari persoalan lirik belaka, “Bohemian Rhapsody” seakan seperti mahakarya yang membawa cerita tentang cinta, penyesalan, dan kompleksitas hidup yang sering kali kita semua rasakan. Berdasarkan isi liriknya yang ciamik, penulis menafsirkan bahwa lagu ini mengisahkan seseorang yang berada di persimpangan hidup. Mungkin menghadapi konsekuensi dari sebuah pilihan besar?—melainkan, bisa jadi juga sebuah penggambaran hidup yang tak asing di telinga mahasiswa. Freddie menyatakan, “Mama, just killed a man,”. Terkesan literal, tapi diikuti dengan nadanya yang mellow, penggambaran rasa bersalah di dalamnya sungguh jelas terbaca. Serupa dengan hal tersebut, terkadang pilihan hidup yang kita ambil di masa muda seperti sekarang, sering kali memaksa dalam posisi sulit. Berada dalam ambang-ambang pilihan bertanggung jawab, kebebasan, kebahagiaan, sekaligus perasaan bersalah.

Begitulah F Mercury, sang penulis, mencurahkan perjuangan batin ini secara elegan dan deep. Dalam hidupnya, ia sempat menjalin hubungan cukup rumit dengan Mary Austin, seorang perempuan yang ia cintai, bahkan ketika ia juga tengah mencari identitas dirinya yang sebenarnya. Pria berkumis tebal satu ini bergulat dengan konflik antara cinta sekaligus perjalanan jati dirinya. Di sinilah, eksistensi cinta menjadi lebih dari sekadar kata. Menjelma menjadi sebuah istana yang mengubah, menyembuhkan, dan meresahkan sosok terlibatnya. ia adalah konflik yang mengubah, menyembuhkan, sekaligus meresahkan. Korelasinya bagi mahasiswa yang mendengar lagu ini, mungkin ada keintiman yang belum disadari.

Sering kali kita melihat cinta adalah sebuah romansa belaka, tetapi saat hidup mulai menuntut pilihan, rasa bersalah, keraguan, dan beban emosional muncul bersama, kita semua jatuh di dalamnya. Terlebih misalnya, dalam kampus, mungkin kamu pernah bertemu dengan pasangan yang tampak sempurna tetapi akhirnya berpisah karena tuntutan hidup yang berbeda. Atau kamu sendiri pernah, dalam diam, merasa dilema antara perasaan dan cita-cita, berhadapan dengan pertanyaan “Haruskah tetap bersama atau mencari arah yang baru?” Maka dari sinilah, Lagu Bohemian Rhapsody seperti mengajarkan hal-hal terkait itu semua dalam rangkum liriknya.

Menelisik Lirik sang Masterpiece.

Mama, just killed a man
Put a gun against his head, pulled my trigger, now he's dead
Mama, life had just begun
But now I've gone and thrown it all away
Mama, ooh, didn't mean to make you cry
If I'm not back again this time tomorrow
Carry on, carry on as if nothing really matters
Too late, my time has come
Sends shivers down my spine, body's aching all the time
Goodbye, everybody, I've got to go
Gotta leave you all behind and face the truth
Mama, ooh (any way the wind blows)
I don't wanna die
I sometimes wish I'd never been born at all

Dari pembauran antara cinta dan kehidupan.

Lahir dari penggabungan kisah universal dan perjalanan cinta, tak heran apabila Bohemian Rhapsody tak pernah lekang oleh waktu. Memasuki era ke era, musik ini dapat relate di benak para pendengarnya sebagai perjalanan dalam dirinya sendiri. Alunan melodinya dimulai dengan bagian balada yang lembut, beralih ke segmen opera dramatis, lalu ledakan rock penuh energi—seperti naik turun emosi yang datang ketika kita jatuh cinta, menghadapi konflik, dan kadang terpaksa untuk melepas. Secuil bagian lagu dibawakan dengan penuh haru, sedang yang lainnya menggema dengan semangat pemberontakan. Sementara, bagian akhirnya mereda seolah berkata, “Ini semua adalah bagian dari hidup.”

Struktur musik tak biasa ini sekiranya refleksi dari cinta; yang tak jauh dari jalannya penuh lika liku. Seandainya perjalanan pun harus kita tempuh, meskipun rasa sakit itu terus ada di setiap persimpangannya. Mungkin dari sinilah mengapa Bohemian Rhapsody tetap keren, tetap bisa menyentuh hati generasi demi generasi. Setiap orang yang mendengarnya bisa menemukan sesuatu—tentang cinta, tentang kehilangan, atau tentang kejujuran pada diri sendiri. Karena lagu ini bukan hanya sekadar karya musik, tetapi cerminan hidup. Sebuah surat terbuka dari Freddie untuk semua orang yang pernah merasa jatuh cinta, mengalami dilema, atau harus berhadapan dengan perpisahan yang menyakitkan. Mengiringi perjalanan emosional yang kompleks, lagu ini membawa kita di dalamnya. Pemantulan kisah dalam berbagai bentuk pada secercah liriknya, membuat kita sadar bahwa cinta sering kali hadir dengan keindahan sekaligus tantangan, di setiap era, termasuk era kita saat ini.

Jadi, di saat kamu merasa tersesat dalam cinta, atau terjebak dalam persimpangan hidup, biarkan Bohemian Rhapsody menemani playlist-mu sehari-hari.

Mungkin Freddie kali ini tidak menyajikan solusi, tetapi ia mengajarkan bahwa cinta adalah sebuah sesuatu yang, meski penuh risiko, selalu layak untuk dirasakan, dipertaruhkan, dan dikenang.

Teks : Alya Rahma Puspita

Editor : Syifa Anggun Azaria

Foto : Istimewa

Pers Suara Mahasiswa UI 2024

Independen, Lugas dan Berkualitas