Eksplorasi PEMIRA IKM UI: Janji Politik Bakal Calon MWA UI UM dan BEM UI 2023 Dinilai Belum Matang oleh Para Panelis

Redaksi Suara Mahasiswa · 6 Desember 2022
5 menit

Pada Minggu lalu (04/12), eksplorasi Calon Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) serta Majelis Wali Amanat UI Unsur Mahasiswa (MWA UI UM) telah dilaksanakan bagian kedua dari rangkaian acara pesta demokrasi di tingkat Universitas Indonesia. Dalam acara eksplorasi, para bakal calon baik BEM UI maupun MWA UI UM akan diuji oleh panelis dan publik terkait dengan visi misi dan program-program yang mereka tawarkan.

Untuk eksplorasi MWA unsur mahasiswa tahun ini, tiga panelis utama yaitu Muhammad Taqiyuddin Abdurrosyid Zaidan selaku Anggota MWA UI Unsur Mahasiswa Periode 2022, Muhammad Dzulfikar Al-Anshari selaku Sekretaris Jenderal Badan Kepengurusan MWA UI Unsur Mahasiswa Periode 2022, dan Ahmad Naufal Hilmy selaku Anggota MWA UI Unsur Mahasiswa Periode 2021 datang untuk menguji calon tunggal MWA UI UM 2023.

Sementara itu, eksplorasi Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2023 kali ini juga dikawal langsung oleh tiga panelis utama yang berasal dari internal dan eksternal BEM UI, yakni Fajar Nugroho selaku Ketua BEM 2020, Bayu Satria selaku Ketua BEM 2022, serta unsur panelis baru di tahun ini dari Hope Helps UI yang diwakili oleh Irenee Sarasvati.

Kedua eksplorasi dinilai kurang dapat menarik minat IKM UI di tahun ini lantaran jumlah partisipan Zoom Meeting yang jauh dari ekspektasi. Eksplorasi dari Calon Anggota MWA UI Unsur Mahasiswa Periode 2023 dilaksanakan terlebih dahulu melalui zoom dengan jumlah partisipan yang kurang dari 70 orang.

Setelahnya, dilanjutkan dengan eksplorasi Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2023 dengan jumlah partisipan yang fluktuatif, tetapi tidak menyentuh angka 1000 orang hingga akhir.

Optimisme ditengah Kritik, Kafin Janji Buka Akses Hasil Rapat MWA UI untuk Mahasiswa

Eksplorasi MWA UI UM dilaksanakan terlebih dahulu selama kurang lebih dua jam. Dalam sesi tanya jawab, padat evaluasi dilontarkan oleh para panelis terhadap sang bakal calon MWA UI UM 2023. Para panelis menilai Kafin masih kurang menguasai terkait isu-isu dalam lingkungan mahasiswa UI, tidak hanya di tingkat universitas, tetapi juga di tingkat fakultas, termasuk isu-isu yang mengakomodir kepentingan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di UI.

Salah satu panelis, Dzulfikar Al-Anshari menyayangkan kekurangan Kafin sebagai bakal calon MWA UI UM yang seharusnya dapat merepresentasikan mahasiswa Universitas Indonesia.


“Kafin ini masih banyak banget kurang paham mengenai isu, penjaringan aspirasi, pengetahuan terkait peran MWA, juga problem-problem yang ada di fakultas—menurut gua, seharusnya sebagai calon yang ingin maju tuh udah tahu,” ujarnya dalam sesi evaluasi dan pernyataan penutup.

Belum lagi pemahaman mengenai isu kekerasan seksual yang diketahuinya tersebut masih terbatas dalam ruang lingkup fakultasnya saja. Terkait hal ini, Taqi pun memberikannya tugas untuk membuat postingan mengenai permasalahan Statuta UI dan sikapnya melalui Instagram paling lambat hari Jumat nanti (09/12).

Di tengah dikritik panelis, Kafin tetap optimis untuk membuat hasil pembahasan rapat MWA dapat diakses penuh atau paling tidak sebanyak-banyaknya oleh IKM UI dalam kepengurusannya nanti. Kendati didasari oleh itikad baik, namun kedepannya niat Kafin tersebut dapat terbentur kode etik MWA. Untuk melancarkan niat baik ini, Kafin berhadapan dengan sanksi, risiko denda hingga penghentian secara tidak terhormat pun.

“Di sini gua melihat Kafin memiliki poinnya buat maju, kenapa Kafin mau maju, apa yang bakal dibawa dan segala macamnya. Itu merupakan suatu hal yang—bare minimum untuk bisa menjadi representatif mahasiswa, (jadi) gak cuman maju doang, tetapi udah paham problem-nya di Badan Kelengkapan MWA UI adalah tugas MWA,” pesan Dzulkifar saat sesi evaluasi berlangsung.

Dua Paslon Dinilai Masih Belum Siap: Grand Design Asumtif dan Kurang Akomodatif

Dalam sesi eksplorasi BEM, kedua pasangan calon (paslon) menghadapi pertanyaan demi pertanyaan panelis selama xx jam. Meski memiliki fokus pertanyaan yang berbeda, pernyataan kedua panelis, Fajar Nugroho dan Bayu Satrio, sama-sama menyampaikan poin bahwa grand design yang diusung oleh kedua paslon masih dipenuhi ketidaksiapan. Menurut panelis, ketidaksiapan tersebut tergambar melalui poin-poin yang dianggap masih terlalu asumtif dan belum mampu mengakomodasi kepentingan dan keresahan tiap-tiap fakultas di UI.

Hal tersebut selaras dengan pernyataan panelis Fajar Nugroho yang menyatakan dari segi pengumpulan data stakeholder, seperti UKM, mahasiswa, dan internal BEM UI masih belum menggambarkan secara spesifik siapa saja yg sudah diriset.

“Dari segi BEM, departemen (dan) biro mana saja yang sudah kalian tanya, tahun berapa kepengurusannya. Menurut gua itu penting supaya kalian gak terlihat kayak ngada-ngada. Kalau begini, akhirnya seakan-akan ini pendapat kalian sendiri, bukan keresahan fakultas atau dari organisasi gitu” tutur Fajar.

Di lain sisi, panelis Bayu Satrio berfokus pada program kerja (proker) unggulan serta nilai-nilai yang dibawa kedua paslon. Pada paslon nomor urut 1 (Arsy-Amu), Bayu menyoroti anggapan bahwa kedua calon belum begitu menguasai proker-proker unggulannya, seperti National Summit Student Hub Youth Intellectual Congress hingga UI Exchange. Menurut Bayu, program-program ini belum disertai riset yang dalam terkait bentuk, pendanaan, hingga sistematika pengadaan program.

“Pilihannya dua menurut gua, antara kalian matengin programnya dengan spesifikasi biro dan departemen terkait atau mending gausah sekalian, karena takutnya jadi janji politik belaka”, pesan Bayu terhadap program kerja unggulan paslon nomor urut satu.

Selain itu, paslon nomor urut 1 pun dinilai mengusung banyak proker baru di bidang minat bakat (mikat), namun belum mengakomodasi bidang sosial dan lingkungan (sosling).

“Proker BEM sendiri sebelumnya sudah sangat banyak, dengan tambahan proker-proker ini apakah kalian akan menghapuskan proker yang sudah ada atau bagaimana?” tanya Bayu kepada pasangan Arsy-Amu.

Menanggapi hal ini Arsy-Amu menyatakan akan ada pertimbangan lebih lanjut untuk penyederhanaan dan internalisasi proker ke depan. Mereka menilai proker unggulan di bidang mikat lebih dekat dengan kebutuhan mahasiswa

“Untuk proker unggulan—kami melihat dari segi proker yang memang dekat banget sama mahasiswa—karena itu kami masukkan ke proker unggulan. (Akan tetapi), bukan berarti yang lainnya tidak unggulan begitu dimana sebenarnya ini bisa jadi bahan evaluasi buat kami begitu bang,” Ujar Arsy terkait pertimbangan mereka menempatkan proker unggulan di bidang mikat.

Berbeda dengan pertanyaan sebelumnya tentang proker, paslon nomor urut 2 (Melki-Cipa) mendapat kritik terkait visi-misi serta nilai yang dibawakan, yang menurut panelis terlalu sederhana dan belum terdapat parameter yang pasti.

“Buat Arsyi-Amu sama Melki-Cipa, kalau misi kayaknya perlu kalian jabarin karena gua melihatnya sangat terlalu simpel—misi kalian sekedar yaudah kayak gini aja, kalau udah sampa final perlu ada parameternya,” tutur Bayu.

Dalam closing statement-nya pada sesi kali ini, Bayu menyimpulkan masih banyak kekurangan serta ketidaksiapan dari kedua paslon. “Jangan sampe IKM nanti berasumsi sama seperti para panelis. Tolong hadirkan grand design yg memang relevan untuk IKM UI. Karena bagi gua, IKM UI memilihnya rasional,” pungkasnya

Sesi Panelis Hope Helps UI Bongkar Perspektif Dua Paslon Terhadap Isu KS

Sesi selanjutnya diisi oleh panelis dari Hope Helps UI, Irenee Sarasvati, dengan sorotan pada isu pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan UI. Panelis membuka sesi ini dengan mengajukan pertanyaan pada kedua pasangan calon mengenai bagaimana cara mereka menekan angka kasus KS di UI, mengingat isu KS yang tidak bisa diselesaikan lewat penanganan pasca kejadian semata.

Arsy-Amu menawarkan sejumlah tindakan seperti akan berkomitmen dari internal BEM UI, mengadakan workshop anti kekerasan seksual dengan pakar, intervensi sosial, dan saling mengawasi serta menguatkan dari dalam lingkungan UI agar semua fakultas bisa bergerak bersama. Pasangan ini juga akan menitikberatkan pada perlindungan dan pemulihan korban dalam penanganan kasus KS.

“Asas penanganan KS kami adalah memberikan perlindungan dan pemulihan kepada korban, berperspektif pada korban, dan memberikan perlindungan padanya,” ujar Arsy-Amu.

Di lain pihak, Melki-Cipa lebih memilih pendekatan kolaborasi bersama semua fakultas di UI yang diiringi dengan upgrading internal, dan merevisi peraturan BEM 2021. Pasangan ini juga mengaku menganut sejumlah asas dalam penanganan kekerasan seksual berupa PERMENDIKBUD Nomor 30 Tahun 2021 tentang Kekerasan Seksual dan perspektif korban.

“(Kami -red) tidak ada program khusus untuk menurunkan angka KS, tetapi mau aktif berkolaborasi dan bekerjasama (bersama -red) setiap fakultas untuk meningkatkan pengetahuan dengan pendekatan yang berbeda menyesuaikan fakultasnya,” tungkas Melki-Cipa.

Irene juga mencoba mengulik apa langkah konkret yang dilakukan dalam berkomunikasi dengan pejabat fakultas ketika korban kekerasan seksual ingin pelakunya disanksi secara akademik. Melki-Cipa sendiri mengaku siap untuk melakukan advokasi dengan fakultas terkait sembari mencari tahu kebiasaan tiap fakultas dalam menangani KS serta tetap berkonsultasi dengan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasa Seksual (PPKS) tingkat fakultas. Sementara itu, Arsy-Amu memilih untuk menghormati birokrasi tiap fakultas. Namun, ia juga mengaku akan mengambil langkah konkret seperti diskusi, lobi person to person, dan pengumpulan massa di fakultas tersebut jika diperlukan.

Teks : Intan Shabira, Khoirul Akmal
Editor : Kamila Meilina
Foto : Suara Mahasiswa UI

Pers Suara Mahasiswa UI 2022
Independen, Lugas, dan Berkualitas!