Eksplorasi calon tunggal Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2022 atas nama Bayu Satria Utomo (Ilmu Politik 2018) dan Arinny Shafira Khairunnisa (Kedokteran Gigi 2018) kembali dilanjutkan. Pada Sabtu (27/11) kemarin, eksplorasi diperuntukkan bagi IKM UI di Rumpun Ilmu Kesehatan (RIK) dan Program Vokasi yang dimoderatori oleh Ketua BEM FKG 2021, Dimas Aditya. Meskipun ditujukan bagi IKM UI di RIK dan Program Vokasi, namun hingga eksplorasi berakhir, tidak ada satu pun IKM UI dari Program Vokasi mengajukan pertanyaan kepada pasangan calon. Oleh karenanya, IKM UI dari RIK menggunakan kesempatan ini untuk menguji gagasan dan wawasan dari pasangan calon. Walaupun eksplorasi berlangsung guyub, namun IKM RIK secara tajam “menguliti” pengetahuan paslon terkait isu-isu kesehatan
Eksplorasi dimulai dengan pemaparan grand design dari Bayu-Arinny. Melalui hal ini, dapat diketahui bahwa Bayu-Arinny membagi isu strategis yang mereka bawa pada tingkat UI, tingkat nasional, dan tingkat internasional. Dengan berbagai beragamnya isu strategis yang diangkat, Bayu-Arinny berencana untuk mengubah citra BEM UI yang erat dengan sosial-politik menjadi lebih menyeluruh. “BEM UI terlalu sospol, BEM UI sangat gencar di isu Sospol. Kalau dilihat dari analisis media sosial, engagement-nya juga tinggi di situ. Kami ingin mengubah citra ini menjadi lebih general lagi,” jelas Bayu.
Ketika IKM RIK Menjejalkan Isu-isu Kesehatan
Setelah itu, eksplorasi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dibuka oleh pertanyaan dari salah satu peserta, Christopher Christian (Kedokteran 2018), terkait tidak dimasukkannya BPJS Kesehatan sebagai isu strategis BEM UI. Menjawab pertanyaan tersebut, Bayu melihat bahwa isu BPJS Kesehatan merupakan isu strategis yang membutuhkan BEM Fakultas Kesehatan Masyarakat UI (BEM FKM UI) sebagai inisiatornya, sedangkan BEM UI hanyalah sebagai fasilitator.
Kondisi dimana BEM fakultas diharapkan dapat menjadi inisiator juga ditemukan dalam isu Pandemi Covid-19―satu dari sekian isu strategis nasional dari Bayu-Arinny. Salah satu penanya, Rochmad Baskoro (Ilmu Keperawatan 2019), mempertanyakan apakah Bayu-Arinny hanya akan berfokus pada kondisi pandemi atau turut membawa gerakannya pada isu-isu kesehatan yang menjadi dampak dari Covid-19 seperti stunting dan kekerasan terhadap tenaga kesehatan. Terkait hal ini, Bayu menegaskan bahwa untuk isu tersebut ia tidak hanya akan berfokus pada kondisi pandemi, melainkan juga isu-isu turunannya. Namun, sama seperti sebelumnya, Bayu menuturkan bahwa ia menempatkan isu-isu yang spesifik tersebut kepada BEM fakultas, terutama BEM dari RIK, mengingat core competence yang mereka miliki. “Saya melihat pola dari BEM fakultas dan BEM UI ini sifatnya tidak saling ketergantungan, tidak saling mengomandoi. Saya melihat sifatnya adalah komplementer, saling melengkapi,” jelas Bayu.
Masih dari dampak Pandemi Covid-19, Bayu-Arinny juga dicecar pertanyaan terkait kebutuhan dari mahasiswa RIK, dalam menjalani perkuliahan hybrid, seperti tes swab dan Alat Pelindung Diri (APD), juga terkait biaya pendidikan dari mahasiswa Profesi. Peserta eksplorasi dari Fakultas Kedokteran, Andito, mempertanyakan upaya yang bisa diberikan oleh Bayu-Arinny untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Arinny kembali menegaskan bahwa terkait hal tersebut, kembali lagi pada advokasi yang dilakukan oleh BEM dari masing-masing fakultas. Hal ini juga mengingat bahwa BEM fakultas juga yang bersinggungan langsung dengan mahasiswa S-2 dan profesi. “Hal konkrit yang bisa dijanjikan adalah apabila BEM fakultas sudah memiliki hal yang diadvokasikan, itu bisa kita bantu pengawalannya,” tegas Arinny.
Setelahnya, pertanyaan bergerak ke arah isu kesehatan mental. Zahrani Lukman (FKG 2020) selaku peserta meminta kejelasan terkait poin kesehatan mental dalam grand design Bayu-Arinny. Menanggapi hal ini, Arinny menyampaikan dua poin utama yang akan dilakukan. Pertama, program peer counselor (konselor sebaya) di fakultas. Menurutnya, program ini belum ada di semua fakultas karena keterbatasan sumber daya. Oleh karenanya, Bayu-Arinny ingin meningkatkan perhatian agar setiap fakultas memiliki peer counselor. Kedua, pengoptimalan pelayanan BKM yang terpusat di Klinik Makara. Layanan konseling ini memang gratis, namun memiliki berbagai permasalahan, mulai dari antrian yang panjang hingga sumber daya yang terbatas. “Ini menjadi pertimbangan kita untuk lebih mengoptimalisasikan kembali BKM yang ada di UI. Mungkin dengan penambahan konselor, atau pemberdayaan kesejahteraan konselornya, atau pengoptimalan konseling di tiap fakultas,” tutur Arinny. Terkait dengan hal ini, Bayu menambahkan, permasalahan ini tidak dapat diselesaikan sendiri oleh BEM UI, melainkan dibutuhkan kerja sama dan pengawalan yang sifatnya dari fakultas maupun UI.
Masih berkaitan dengan isu kesehatan, Putmal (FIK Profesi) selaku peserta bertanya terkait pengetahuan Bayu-Arinny mengenai permasalahan yang terjadi di RIK secara general. Menanggapi hal ini, Arinny menjelaskan satu per satu isu yang sedang terjadi di setiap fakultas, salah satunya RUU Farmasi. RUU ini tidak masuk di Program Legislasi Nasional 2021, padahal di dalam RUU banyak peraturan yang perlu diperjuangkan karena peraturan yang ada masih berbentuk peraturan pemerintah. Arinny juga menambahkan, belum adanya keikutsertaan BEM UI disebabkan oleh kekhawatiran dari teman-teman farmasi terkait aliansi yang menjadi terbatas. Oleh karenanya, RUU Farmasi ini masih diperjuangkan oleh teman-teman senat farmasi. Namun, BEM UI sudah memastikan akan membantu apabila membutuhkan audiensi atau hal lainnya. Terkait hal ini, Bayu menambahkan, RUU Farmasi ini perlu dikoordinasikan dengan Komisi 9 DPR RI dan Bayu memiliki koneksi tersebut. “Mungkin saya secara pribadi yang punya pengalaman magang di DPR merasa bisa membantu teman-teman Fakultas Farmasi untuk mengadvokasikan kajian atau policy brief-nya ke komisi 9. Karena RUU ini perlu dukungan dan disahkan dalam rapat paripurna DPR RI. Jadi kalau kami terpilih kami akan membantu mengadvokasikan kajian RUU Farmasi,” tuturnya.
Pertanyaan isu kesehatan lainnya datang dari Nasywa (FKM 2019) selaku peserta, terkait dengan keresahan dan dinamika isu tembakau di Indonesia. Menanggapi hal ini, Bayu mengungkapkan keresahan pribadinya terkait industri rokok yang dirasa melanggengkan promosinya dan memiliki aturan yang longgar sehingga remaja dan anak-anak banyak yang mengonsumsi rokok. Berkaitan dengan dinamika, ada gerakan perjuangan revisi PP 109/2012 dan bagaimana melawan industri rokok. Melalui hal ini, BEM UI akan menyediakan aliansi, menghubungkan dengan LSM, dan jaringan stakeholder melalui kementerian dan DPR. Selain itu, menanggapi exhibition dari World Tobacco Asia (WTA) yang akan dilaksanakan pada Januari 2022 berkaitan dengan pameran mesin rokok, BEM UI berani membawa aliansi karena tujuan utama dari BEM UI adalah melawan industri rokok. “Kita bukan melawan rokok, tapi melawan industri rokok,” tuturnya.
Selanjutnya, pertanyaan bergerak ke arah sikap dari paslon terkait Permen PPKS yang diajukan oleh peserta dari FK 2019, Anindya Putra. Menanggapi hal ini, Bayu-Arriny menyatakan mendukung Permen PPKS karena masih perlunya peraturan di tingkat yang lebih tinggi untuk regulasi kekerasan seksual. Bayu, berdasarkan pengalamannya, mengungkapkan adanya kesulitan di tingkat fakultas untuk mengadvokasi isu kekerasan seksual karena menunggu peraturan yang lebih tinggi. Oleh karenanya, Bayu-Arinny mendukung Permen PPKS pengimplementasiannya di UI dengan peraturan rektor. Arinny menambahkan bahwa ini menjadi langkah strategis terkait pengawalan terhadap peraturan rektor untuk implementasi Permen PPKS. “Adkesma bersama dengan Kastrat dan teman-teman fakultas turut mengawali isu ini, baik dari sisi advokasi dan kajian, dan harus goal di tahun depan, apalagi ini dari kementerian yang memberikan wewenang kepada universitas untuk menciptakan peraturan dan satuan tugasnya,” jelas Arinny.
Masih berkaitan dengan isu kekerasan seksual, di mana cakupan dan ranah kerja BEM UI menjangkau seluruh IKM UI, termasuk S-1, S-2, S-3, Profesi, dan lainnya. Putra kembali bertanya bagaimana BEM UI dapat menjangkau mahasiswa di tingkat atas. Menanggapi hal ini, Arinny menyampaikan bahwa keluhan dan aspirasi dapat disampaikan melalui BEM Fakultas terlebih dahulu, lalu diarahkan ke BEM UI. Bayu menambahkan, “Apabila terdapat BEM Fakultas yang tidak memiliki tanggung jawab terhadap mahasiswa tingkat tinggi di fakultasnya, BEM UI hadir untuk melengkapi hal-hal yang tidak dapat diakomodir oleh BEM Fakultas.” Berkaitan dengan ini, Arinny menambahkan mengenai Peraturan Rektor yang belum terbit dan belum memiliki Satuan Tugas. Oleh karenanya, Arinny berharap BEM UI dapat bersinergi dengan Hope Helps dan mengarahkan informasi seluas-luasnya terkait penanganan isu kekerasan seksual.
Tantangan kepada Paslon dari Ketua BEM FKM
Menanggapi jawaban dari Bayu-Arinny yang cenderung menyerahkan isu kesehatan pada BEM fakultas dari RIK, salah satu penanya yang juga merupakan Ketua BEM FKM UI 2021, Wawan Sasongko, mempertanyakan apakah Bayu-Arinny sudah memahami isu-isu kesehatan atau hanya sekadar “mencari aman.” Atas pertanyaan ini, Bayu tidak memungkiri keterbatasan pengetahuannya terkait isu kesehatan dengan alasan core competence yang berbeda dan kurangnya keterlibatan dalam pembuatan kajian kesehatan. Berangkat dari hal tersebut, Wawan pun memberikan tantangan kepada Bayu-Arinny.
“Oke, ini saat yang tepat, Bay. Mungkin Bayu dan Arin bisa nih menjawab tantangan gue dengan membuat kajian dari kalian berdua tentang bagaimana sih isu kesehatan yang terjadi sekarang ini,” tantang Wawan. Menurut Wawan, isu kesehatan merupakan isu yang kurang dipandang sehingga akan lebih baik apabila Ketua dan Wakil Ketua BEM UI dapat memahaminya secara mendalam. Pada akhirnya, Bayu-Arinny pun menyanggupi tantangan tersebut. “Saya sebagai orang yang ingin belajar isu kesehatan tentu menerima,” tegas Bayu.
Menanggapi hal tersebut, Ketua BEM FK UI 2021, Nadhif Wiratama, juga mendukung tantangan yang diajukan oleh Wawan. Menurut Nadhif, isu kesehatan merupakan isu yang sangat krusial, tetapi sering kali dipandang sebelah mata. “Challenge tadi niatnya biar temen-temen bisa memahami permasalahan kesehatan lebih banyak lagi ya karena sering dipandang sebelah mata, padahal aspek kesehatan ini sifatnya jangka panjang banget. As simple as stunting, misalkan, itu bisa berpengaruh pada penghasilan negara di beberapa tahun ke depan,” jelas Nadhif, “jadi silakan teman-teman untuk membaca dan mengkajinya ya, ditunggu ya untuk challenge-nya Wawan,” tambahnya.
Teks: Ninda Maghfira, Hawa Muharmaeka
Foto: Ninda Maghfira
Editor: Giovanni Alvita
Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!