Gaming di Kampus Kuning

Redaksi Suara Mahasiswa · 14 April 2022
4 menit

Hari yang suntuk untuk Fay, mahasiswa semester 4 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Tiga mata kuliah dari pukul delapan pagi sampai pukul empat sore dia libas dengan kewalahan. Belum lagi ia harus bergelut dengan tugas-tugas yang diberikan, baik tugas kelompok maupun tugas individu. Mood-nya berantakan dengan fisik lelah dan bayang-bayang deadline di depan mata. Ajakan mabar (main bareng) dari temannya pun membuatnya lupa sejenak dengan tanggungannya pada hari itu.

Bermain game memang sebuah kegiatan yang dapat membantu mengatasi stres, begitu pula dengan apa yang Fay lakukan. Bersama dengan teman-temannya, ia melepas penat sejenak dengan bermain game bersama atau sering disebut mabar. Teman-temannya yang bermain game pun beragam, mulai dari teman-teman SMA-nya sampai teman-temannya di UI sendiri. “Oh, banyak. Ada kating, ada yang udah alumni juga kadang suka ikut main,” ujar Fay ketika ditanya perihal siapa saja teman mabar-nya.

Berapa banyak penggemar game di UI?
Cerita singkat dari Fay menunjukkan bahwa ada beberapa mahasiswa UI yang gemar bermain game. Bahkan, ternyata ada mahasiswa UI yang menekuni kegiatan ini dengan serius. UI sendiri juga menyediakan sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM -red) yang akan mewadahi mahasiswa dengan minat tinggi terhadap esports. Untuk keterangan lebih jauh, kami melakukan wawancara dengan Aurelle Khadeeja, presiden dari UI Esports Club.

“UI Esports itu dibagi jadi dua. Satu ada komunitas dan satu lagi itu kepengurusan UKM. Kalau komunitas itu totalnya 2146 orang,” jawab Aurelle terkait jumlah anggota UI Esports. Dengan angka yang tinggi seperti itu, bisa terbilang UKM ini cukup besar. Bahkan, itu hanya dari gamers yang tergabung di UI Esport, belum termasuk gamers lain yang tidak tergabung, seperti Fay.

Bukan Sekadar Pelepas Penat
Dengan komunitas yang cukup masif, UI Esports Club membantu para gamers untuk lebih menekuni kegemarannya tersebut. Mereka menganggap bermain game bukan hanya hobi dan sarana refreshing semata, melainkan kegiatan yang berpotensi menjadi profesi nyata. Tentunya, untuk menjadi gamers profesional dibutuhkan latihan panjang dan materi yang harus dikuasai. “Main game itu bukan cuman adu mekanik jempol yang nggak pake otak. Esports itu kaya pelajaran yang ada kurikulumnya, ada kontrol emosi, komunikasi, jadi kalo kita belajar ya kita bisa jago, kaya pelajaran pada umumnya,” tegas Aurelle.

Menjadi seorang atlet esports kini adalah sebuah pekerjaan nyata yang cukup tinggi peminat. Para atlet esports melakukan latihan rutin di depan komputer berjam-jam setiap hari untuk memenangkan sebuah turnamen. Tentunya, hal ini bukan menjadi masalah krusial bagi seseorang yang tidak sedang berada di bangku pendidikan tinggi. Namun, bagi seorang mahasiswa yang memiliki kewajiban belajar dan mengerjakan tugas, menjadi atlet esports adalah sebuah tantangan.

Mengenai hal ini, Aurelle juga membenarkan bahwa menjadi mahasiswa dan atlet esports memang bukan perkara mudah. “Jadwal akademiknya padat, harus ada yang dikorbanin. Latihan untuk pro player juga padat, dari sore sampai jam 11 malam tiap hari belum termasuk gathering, sparing, bener-bener harus disiplin. Mungkin sebagian orang lebih memilih keluar dari UI karena sibuk banget,” terangnya.

Aurelle mencontohkan seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer UI (Fasilkom UI) angkatan 2018 bernama Rafi Diandra  yang pada akhirnya memutuskan keluar dari UI dan pindah ke kampus lain untuk meniti karir sebagai atlet esports. Kini, Ia bermain Valorant, sebuah game tembak-menembak taktis sudut pandang orang pertama berbasis karakter 5v5, untuk Boom Esports yang merupakan sebuah tim esports raksasa asal Indonesia yang kerap memenangkan turnamen tingkat internasional.

Prestasi tim esports UI
Meskipun pilihan untuk berkiprah dalam dunia esports menjadi dilematis bagi mahasiswa, masih ada mahasiswa UI yang tetap bisa mendalami passion-nya dalam dunia esports. “Kita sebagai suatu kampus itu udah di-invite ke liga mahasiswa, Indonesia Evos League, disuruh kirim perwakilan tiap tahunnya. Ada juga, Arbi FH’18, sebagai perwakilan Mobile Legends di PON Papua kan keren banget, dan anak-anak kita udah masuk turnamen yang setara sama pro player sih jatuhnya. Kayak misalnya Valorant ada juga anak FISIP yang masuk VCT (Valorant Champions Tour -red),” ujar Aurelle.

Selayaknya cabang olahraga profesional lain, esports juga memiliki liganya sendiri. Liga mahasiswa sudah membuka cabang untuk beberapa game seperti Mobile Legends, PUBG Mobile, dan Free Fire. Selain liga mahasiswa, ada beberapa turnamen tingkat mahasiswa lain, seperti Indonesia Evos League dan IEL University Series. Tim game Dota 2 dari UI adalah salah satu tim yang cukup disegani karena kerap memenangkan turnamen mahasiswa tingkat nasional. Bahkan, tim Dota 2 UI pernah diundang ke Tiongkok untuk mewakili Indonesia dalam ajang World University Cyber Games, sebuah turnamen esports untuk para mahasiswa di tingkat internasional. Para perwakilan UI tersebut adalah orang-orang yang menginisiasi didirikannya UI Esports Club untuk pertama kali.

UI Esports Club
UI Esports Club pun diresmikan pada tahun 2020 seiring dengan terhalangnya aktivitas beberapa UKM olahraga yang memerlukan kegiatan tatap muka seperti voli dan basket karena pandemi. “Kemahasiswaan bilang mau ngeresmiin banyak UKM karena dulu kan waktu pandemi baru satu bulan, UKM basket dan voli kan nggak bisa latihan, nah UI Esports ada di waiting list, makanya langsung diresmikan,” terang Aurelle.

Di antara pandangan masyarakat yang masih skeptis dengan esports sebagai suatu profesi nyata, pihak kemahasiswaan UI cukup positif dalam menanggapi pendirian UKM esports. Menurut Aurelle, hal tersebut disebabkan perencanaan dan latar belakang para pendirinya yang apik. “Mereka udah lihat kalo UI Esports pernah mewakili Indonesia dan menang di China. Terus lima di antara pemain Dota itu dua mapres (mahasiswa berprestasi -red) dan tiganya lagi baguslah, prestasinya. Mereka bukan cuma bagus bermain game tapi punya track record akademis yang bagus,” tambahnya.

Sementara itu, untuk mewarnai kancah gaming di lingkup kampus UI sendiri, UI Esports Club juga mengadakan beberapa turnamen beberapa cabang game untuk tingkat UI sampai tingkat regional. Program tersebut adalah satu di antara beberapa program kerja lain seperti pelatihan dan perkumpulan bulanan tiap divisi.

Jika kita melihat lingkungan kompetitif esports di luar, terdapat sebuah fenomena di mana kompetisi tim laki-laki dipisahkan dengan tim perempuan. Menanggapi hal tersebut, kami menanyakan tentang apakah ada fenomena tersebut di UI Esports. Aurelle menuturkan bahwa pemisahan tim perempuan dan laki-laki hanya ada di cabang permainan PUBG Mobile dan Mobile Legends, selain itu tidak dipisahkan. “Tapi ini bukan berarti mereka kalah jago sama yang cowok, tapi emang kebutuhannya kayak gitu. Kebanyakan turnamen itu ga boleh gabungin cowok sama cewek tapi untuk tour dalem UI, ITB, UGM gitu kan ga ada peraturannya, jadi kadang suka campur juga,” pungkasnya.

Untuk ke depannya, harapan Aurelle dan UI Esports Club adalah untuk menanamkan kepada mahasiswa bahwa esports dan bermain game merupakan dua hal yang berbeda, sebab, esports bagaikan pelajaran yang memiliki kurikulum, kontrol emosi, komunikasi, dan banyak hal teknis lain. Selain itu, Aurella juga berharap bahwa esports dapat berdampak positif untuk akademis para pemainnya. Ia ingin orang-orang menerapkan nilai-nilai di esports ke kehidupan sehari-hari, seperti berpikir cepat dan komunikasi yang baik antarteman. Terakhir, Aurelle berkeinginan untuk mengubah stigma esports. Hal ini, menurutnya, tidak harus dilakukan dengan cara menjangkau generasi tua, tetapi dimulai dari diri para pemainnya dengan menanamkan rasa yakin bahwa esports itu baik.

Teks: Luthfi Sadra, Michella Putri
Editor: Ninda Maghfira
Ilustrasi: Amalia Ananda

Pers Suara Mahasiswa UI 2022
Independen, Lugas, dan Berkualitas!