Hidden Figures: Peran Tersembunyi Puan Terdiskriminasi

Redaksi Suara Mahasiswa · 30 April 2021
4 menit

Judul: Hidden Figures
Genre film: Biografi, Drama, Sejarah.
Sutradara: Theodore Melfi
Produser: Peter Chernin, Theodore Melfi, Pharrell Williams, Jamal Daniel, Margot Lee Shetterly, dan lainnya.
Tanggal rilis: 6 Januari 2017 (Amerika Serikat), 10 Maret 2017 (Indonesia)
Durasi: 127 menit
Pemain: Taraji P. Henson, Octavia Spencer, Janelle Monáe, Kevin Costner, dan lainnya.

“Tuan Zielinski, aku perempuan berkulit hitam. Aku tak mau berharap hal yang mustahil.”

Apa yang lebih sulit daripada dilahirkan sebagai perempuan kulit hitam di Amerika Serikat? Hidden Figures arahan Theodore Melfi akan membantu Anda menyadari bahwa jawabannya adalah "tidak ada". Film ini berusaha menyampaikan betapa sulitnya hidup dan bekerja di Amerika Serikat ketika kita harus memikul dua identitas yang paling sering ditindas—sebagai perempuan dan sebagai orang dari ras kulit hitam. Dibalut produksi yang menawan, film ini pun sukses meraih 36 penghargaan dan 91 nominasi—dengan Oscars, Golden Globes, dan BAFTA Awards berada di antaranya.

Hidden Figures menceritakan kembali kisah nyata tentang peran "sosok-sosok tersembunyi"—para perempuan kulit hitam—dalam serangkaian proyek peluncuran pesawat antariksa Amerika Serikat di era Perang Dingin. Sosok-sosok itu diwakili oleh tiga tokoh sentral yaitu Katherine Johnson (Taraji P. Henson), Dorothy Vaughan (Octavia Spencer), dan Mary Jackson (Janelle Monáe). Masing-masing tokoh memiliki karakter yang unik dan dihadapkan oleh berbagai konflik berbeda, tetapi senada.

Katherine terlahir sangat cerdas hingga ia mampu diterima di perguruan tinggi ras kulit hitam terbaik di Amerika Serikat lebih awal dari usia masuk seharusnya. Tak tanggung-tanggung, sekolah lamanya bahkan sukarela mendanai keluarga Katherine agar gadis itu bisa belajar di sana. Berkat kejeniusannya, ia pun mendapat pekerjaan di bidang komputasi badan antariksa Amerika Serikat, NASA.

Katherine memiliki dua teman yang juga bekerja di bagian komputasi NASA dan tak kalah cerdasnya, Dorothy dan Mary. Dorothy unggul dalam pemrograman dan perhitungan-perhitungan yang bersifat praktis. Di sisi lain, Mary adalah ahli fisika dan teknisi yang sangat andal.

Sayangnya, Katherine, Dorothy, Mary, dan perempuan kulit hitam lain yang bekerja di NASA kerap kali mendapat diskriminasi. Misalnya, para perempuan itu harus bekerja di gedung yang terpisah dengan perempuan kulit putih dan hanya boleh menggunakan toilet serta kantin khusus orang kulit hitam. Para perempuan ini juga sering diremehkan atas pekerjaannya di NASA, baik oleh laki-laki dari ras kulit hitam sendiri maupun laki-laki pada umumnya.

Menuju ke pertengahan film, diskriminasi yang dialami para perempuan kulit hitam membuat konflik-konflik makin memanas. Katherine dipindahkan ke bagian Kelompok Tugas Angkasa (Space Task Group) yang bekerja sangat dekat dan vital dalam peluncuran pesawat, tetapi ia terhambat oleh berbagai diskriminasi yang diterimanya: ia harus menghabiskan waktu 40 menit setiap hari untuk mencari toilet khusus perempuan kulit hitam, minum dari teko yang berbeda dari pekerja lain hanya karena ia berkulit hitam, dibatasi untuk mengakses informasi yang ia perlukan karena ia berkulit hitam, dan tidak diizinkan mengikuti rapat besar hanya karena ia seorang perempuan. Di sisi lain, Dorothy dipersulit mendapat promosi jabatan ketika ia sendiri selalu mengambil alih tugas atasannya yang telah lama sakit. Mary pun tak jauh berbeda, ia dipersulit saat mendaftarkan diri menjadi teknisi resmi NASA karena ia berkulit hitam dan perempuan.

Salah satu hal yang menarik dari Hidden Figures adalah bagaimana upayanya menyampaikan pesan penting tentang diskriminasi melalui jalan yang sangat sederhana. Sepanjang film, alur yang tersaji adalah linear dan cukup klise. Di sisi lain, tindakan para tokoh dalam melawan diskriminasi juga tidak ekstrem dan berbahaya, mereka hanya berharap bisa bekerja tanpa ada pengurangan hak sedikit pun. Walaupun menggunakan alur dan penggambaran tokoh yang sederhana seperti itu, Hidden Figures tidak kehilangan kesempatannya untuk mengajarkan penonton tentang buruknya diskriminasi. Kesederhanaan Hidden Figures dalam menggambarkan tokohnya malah dapat membuat pesan mengenai diskriminasi menjadi semakin dekat dengan keseharian dan mudah diresapi penonton.

Hidden Figures juga mengemas karakter tokoh-tokohnya dengan cukup baik. Ketiga tokoh sentral memiliki karakter khasnya masing-masing: Katherine si pemalu, Dorothy si pemimpin bijak, dan Mary si frontal. Katherine boleh jadi tokoh utama karena perannya yang paling dekat dengan peluncuran pesawat angkasa, tetapi Dorothy-lah tokoh yang paling berpengaruh dalam memperjuangkan hak perempuan kulit hitam. Walaupun mendapat tawaran pekerjaan pribadi, Dorothy selalu memperhatikan nasib pekerjaan rekan-rekan perempuan kulit hitam. Sikap kepemimpinan Dorothy ini membuat adegan berpindahnya para perempuan kulit hitam ke kantor baru—diambil dalam mise-en-scène yang tepat dan dipadu dengan scoring yang sesuai—menjadi ikonik dan heroik. Di sisi lain, Mary memberikan kesan jenaka dan bijak sekaligus melalui karakternya yang frontal. Sebagai tambahan, ada pula Pak Harisson (Kevin Costner) yang perkembangan karakternya butuh apresiasi tersendiri.

Namun, sangat disayangkan, Hidden Figures kurang total dalam menampilkan hidup perempuan yang memegang peran ganda sebagai pekerja dan ibu rumah tangga. Sebagai pembanding, novela A Week Like Any Other milik Natalya Baranskaya adalah salah satu karya yang vokal menyuarakan kesulitan perempuan dalam memenuhi peran ganda. Memiliki latar yang mirip, novela Baranskaya itu menceritakan perempuan-perempuan yang bekerja demi negaranya yaitu Uni Soviet dalam adu teknologi di era Perang Dingin (ya, baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet sama-sama memiliki masalah dalam kesetaraan gender di era Perang Dingin). Dalam novela itu, Baranskaya menyampaikan bahwa ketidaksetaraan hak dalam mengurus rumah tangga antara suami dan istri adalah salah satu hal yang paling menyulitkan para perempuan dalam memenuhi peran gandanya. Sebaiknya, Hidden Figures meluangkan waktu untuk membahas lebih dalam tentang peran para perempuan kulit hitam dalam rumah tangga.

Singkatnya, Hidden Figures adalah film yang tepat untuk mengajarkan buruknya diskriminasi ras dan gender dalam pekerjaan karena penyampaiannya yang sangat sederhana dan mudah dipahami. Walaupun masih kurang total menggambarkan peran ganda perempuan dalam pekerjaan dan rumah tangga, Hidden Figures masih memuat nilai-nilai dasar tentang kesetaraan gender yang cukup untuk dipahami penonton.

Teks: Novia Sarifa Az-zahra
Foto: Istimewa
Editor: Ruth Margaretha M.

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!