Ilustrasi Masa Kecil Nabi Muhammad SAW

Redaksi Suara Mahasiswa · 16 April 2021
3 menit

Judul: Muhammad: The Messenger of God
Sutradara: Majid Majidi
Produser: Mohammed Mahdi, Heidarian, Mohammad Reza Saberi
Penulis: Majid Majidi, Kambuzia Partovi
Genre: Drama, Epos, Sejarah
Tanggal rilis: 27 Agustus 2015 (Iran)
Durasi: 171 menit
Pemain: Mahdi Pakdel, Alireza Shoja Nouri, Mohsen Tanabandeh, Mohammad Asgari, Dariush Farhang, Sadegh Hatefi, Mina Sadati, Sareh Bayat, Hamidreza Tajdolat, dll.

Muhammad: The Messenger of God merupakan sebuah film berlatar abad keenam yang mengisahkan kehidupan Nabi Muhammad SAW dari masa kelahirannya hingga usia remaja. Film ini menjadi film termahal dalam sejarah Iran yang menelan biaya produksi hingga 40 juta USD. Banyak kontroversi yang timbul semenjak praproduksi terkait visualisasi Nabi Muhammad yang merupakan suatu hal yang dilarang. Kontroversi ini bahkan banyak disuarakan oleh berbagai media di dunia.

Pada permulaan film, terlihat kondisi Mekkah pada masa 7 tahun kenabian Nabi Muhammad. Pada saat itu, Abu Lahab (Mohammad Asgari) dan Abu Sufyan (Dariush Farhang) memerintahkan semua orang untuk berkumpul dan membuat peraturan baru. Terlihat bahwa mereka tidak menyukai ajaran Islam, bahkan tak segan-segan menyiksa kaum muslimin. Adegan berpindah dan diperlihatkannya tempat tinggal kaum muslim yang berada di lereng kedua bukit. Telah tiga tahun mereka mendiami tempat yang gersang tersebut. Sementara itu, kekejaman kaum musyrikin kian menjadi-jadi, bahkan mereka mencegah pengiriman makanan ke tempat kaum muslimin.

Alur film kemudian mundur pada awal kelahiran Nabi Muhammad. Penduduk Mekkah tengah digemparkan dengan kedatangan Abrahah, Raja Habasyah yang menyerang Mekkah dan berniat menghancurkan Ka’bah. Abdul Muthalib (Alireza Shoja Nouri) selaku tetua utama Mekkah hanya pasrah dan menyerahkan segalanya pada Tuhan. Ketika pasukan Abrahah mulai menyerbu, datang burung-burung ababil yang membawa batu-batu panas menghujani pasukan Abrahah hingga seluruhnya tewas.

Malam harinya, Nabi Muhammad lahir. Cahaya yang indah menerangi malam itu dan semua orang yakin bahwa saat itu telah lahir utusan nabi terakhir. Abdul Muthalib menamai cucunya tersebut dengan nama Muhammad. Aminah (Mina Sadati) sangat senang atas kelahiran Muhammad sebagai obat kesedihan atas sepeninggalan suaminya. Sayangnya, ia tidak memiliki asi untuk anaknya. Adegan berpindah pada seseorang bernama Halimah (Sareh Bayat) yang tak sengaja bertemu Aminah dan hal itu menjadi awal mula Halimah bersedia menyusuli Muhammad. Saat itu, ada seseorang bernama Ismail yang mencari anak bernama Muhammad. Demi keamanan Muhammad, Abdul Muthalib lantas menyuruh Aminah untuk berpisah dengan Muhammad dan membiarkan Muhammad diasuh oleh Halimah. Beberapa waktu berlalu, Aminah meninggal dunia dan dua tahun setelahnya Abdul Muthalib juga meninggal.

Sejak saat itu, Muhammad dirawat oleh pamannya, yaitu Abu Thalib (Mahdi Pakdel). Di usianya yang masih remaja, Nabi Muhammad menjadi seorang yang sangat pengasih dan gemar menolong orang-orang di sekitarnya. Salah satu adegan yang menunjukan sikap pengasih Nabi Muhammad yaitu ketika ada seorang pria yang ingin membunuh anaknya hanya karena sang anak terlahir perempuan. Tradisi masyarakat saat itu adalah menganggap anak perempuan sebagai aib. Nabi Muhammad yang masih remaja kemudian menggendong bayi itu. Tak disangka, kemarahan pria tersebut sirna dan mengurungkan niatnya membunuh bayi itu. Kemudian, adegan pertemuan Nabi Muhammad dengan pendeta Buhaira mengakhiri film ini.

Karakter Nabi Muhammad berhasil ditampilkan sebagai sosok yang amat pengasih. Selain itu, karakter-karakter utama lain seperti Hamzah (Hamidreza Tajdolat), Abu Thalib, Abdul Muthalib, Halimah, dan Aminah dapat dengan mudah menarik simpati penonton. Mina Sadati yang berperan sebagai Aminah sukses menampilkan ekspresi kebahagiaan maupun kesedihan dengan apik sehingga penonton dapat ikut merasakannya. Sosok Abdul Muthalib dan Abu Thalib yang diperankan oleh Alireza Shoja dan Mahdi Pakdel juga berhasil menggambarkan karakter yang tegas dan penuh kecintaan terhadap Rasulullah. Di film ini, terdapat beberapa momen mengharukan antara Halimah dan Nabi Muhammad yang tentunya sangat menyita perhatian. Selain itu, masih banyak tokoh-tokoh lain yang tak kalah mengagumkan.

Keterlibatan Vittorio Storaro, salah satu Director of Photography yang terkenal di Hollywood, dan A.R. Rahman, seorang komposer kelas dunia, turut menunjang keindahan film ini. Kombinasi musik, sinematografi, serta dialog-dialog puitis bersatu padu menciptakan sebuah keanggunan yang sangat luar biasa emosional. Kondisi Mekkah dan Madinah juga tampak terasa hidup sehingga penonton dapat merasakan bagaimana kondisi dan suasana saat itu.

Sayangnya, film ini sejak awal telah mendapat kritikan dan sambutan buruk dari berbagai kalangan, terutama para Muslim Sunni dan ulama konservatif di beberapa negara Arab. Persoalan yang kerap dijadikan alasan penolakan film ini adalah munculnya sosok Nabi Muhammad yang dianggap tabu dan dikhawatirkan mengurangi kesakralan Rasulullah. Padahal, sosok kanak-kanak Nabi yang ditampilkan pada film tersebut hanya menampakkan bagian tubuh belakang dan samping, sementara bagian wajah tidak diperlihatkan. Meskipun demikian, Muslim Sunni tetap menentang karena mereka memiliki aturan yang lebih ketat mengenai penggambaran Nabi Muhammad SAW.

Terlepas dari segala kontroversi, film ini berhasil menggambarkan bagaimana kehidupan masa kecil Nabi Muhammad dengan sangat baik. Majid Majidi menonjolkan karakter Nabi Muhammad sebagai sosok yang penuh kasih sayang dan berbudi pekerti baik. Sikap-sikap Nabi Muhammad remaja di film itu dapat menjadi contoh bagaimana sebagai seorang muslim berperilaku. Masa kanak-kanak Nabi Muhammad ini termasuk masa yang jarang ditemui film biografinya, karena beberapa film tentang Nabi Muhammad hanya berfokus pada masa kenabian dan perjuangan Rasulullah. Berbagai pesan keislaman juga dapat dipejari melalui kejadian-kejadian di film ini dan tentunya dapat menambah kecintaan kita terhadap Nabi Muhammad SAW.

Teks: Mala Kharomatul Fadillah
Foto: Istimewa
Editor: Ruth Margaretha M.

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!