Indikasi Kecurangan Pengumpulan Data KTM Pemira FIB UI

Redaksi Suara Mahasiswa · 24 Februari 2021
7 menit

Pada Kamis (18/2), muncul postingan LINE yang menyoroti dugaan kecurangan pada pemira FIB 2020 untuk memilih bakal calon ketua dan wakil ketua BEM FIB UI 2021. Dugaan kecurangan muncul dalam postingan LINE Muhammad Arief, atau yang biasa dikenal dengan nama Aip, mahasiswa FIB UI 2018. Isi postingan tersebut berupa dugaan adanya pemalsuan serta pencurian data KTM yang dipakai sebagai syarat dukungan kepada bakal calon. Disinyalir ada beberapa data KTM dalam form dukungan yang menurut keterangan dari pihak pemilik KTM tidak pernah diberikan kepada pasangan calon terkait.

Dugaan kecurangan ini menimpa salah satu bakal calon yaitu Setiadi Kusuma Jaya dan Harry Farinuddin. Dalam postingan LINE, disebutkan terdapat beberapa mahasiswa FIB yang merasa tidak memberikan KTM ke bakal calon tersebut. Beberapa mahasiswa FIB ini mengetahui perihal KTM ketika sidang verifikasi yang berlangsung pada Rabu (17/2) lalu.

Dugaan Kecurangan

Dalam Peraturan Panitia Pelaksana Pemira IKM FIB UI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pendaftaran Bakal Calon Ketua dan wakil Ketua BEM FIB UI pada Bab III Pasal 3 terdapat persyaratan dukungan berjumlah minimal 300 mahasiswa FIB UI. Bukti dukungan ini berupa pengumpulan nama, NPM, program studi, dan scan KTM milik mahasiswa. Dugaan kecurangan mencuat ketika berkas paslon Ady-Harry dibuka ke publik saat sidang verifikasi. Paslon Ady-Harry mendapatkan total dukungan 310 suara, sementara jumlah suara yang dibutuhkan untuk lolos sidang adalah sejumlah 300 suara. Atas hal ini, Ady-Harry pun mengungguli kedua paslon lainnya sekaligus menjadi satu-satunya paslon yang lolos dalam sidang verifikasi.

Namun, beberapa orang yang KTM-nya tercantum di berkas menyatakan bahwa mereka tidak pernah memberikan data tersebut kepada Ady-Harry dan timsesnya. Melihat hal tersebut, Aip lalu membuat narasi dan menyebarkannya melalui platform LINE, sehingga isu ini kemudian mendapat banyak atensi. Meskipun postingan tersebut diunggah ketika kasus tersebut masih berbasis kecurigaan akan penyalahgunaan data, tetapi khalayak langsung memberi perhatian penuh. Pasalnya, narasi yang digunakan Aip berulang kali menyebut tindakan tersebut sebagai pemalsuan dan pencurian data pribadi, ketika pihak DPM maupun pemira FIB belum memberikan rilis sikap apapun hingga postingan itu diterbitkan. Kini, postingan tersebut sudah tidak bisa diakses lagi.

“Pihak yang salah jelas (adalah—red) tim Ady-Harry. Soalnya dari tim Ady ada yang minta database, terus dia ngebuka database orang lain. Meskipun dia minta (database kontak—red) untuk nambah KTM, itu suatu pelanggaran lho akan hak perlindungan data,” tutur Aip ketika dihubungi oleh Suara Mahasiswa UI (21/02). Yang kemudian menjadi pertanyaan, database apa yang dimaksud dan bagaimana hal itu menjadi masalah? Bagaimana kronologi sebenarnya dari kasus tersebut dari kacamata masing-masing pihak?

Kronologi Kelalaian

Indikasi kecurangan ini bermula dari sidang verifikasi bakal calon ketua dan wakil ketua BEM FIB UI pada Rabu (17/2) yang dilakukan secara virtual. Sidang ini dihadiri oleh IKM FIB UI untuk mengetahui pemenuhan persyaratan berkas-berkas milik masing-masing bakal calon. Kecurigaan bermula saat pembukaan data KTM, salah satu calon merasa bahwa terdapat satu nama yang menurutnya ‘tidak mungkin’ memberikan dukungan. Hal tersebut kemudian didalami oleh Aip yang kemudian menanyakan ke pihak yang bersangkutan.

Kemudian, pada Kamis (18/2) telah dilaksanakan sidang banding dan beberapa mahasiswa melaporkan indikasi pencurian data KTM tersebut kepada pihak pemira DPM FIB UI. Aip, yang membuat narasi di LINE juga ikut menanyakan ke beberapa mahasiswa FIB yang merasa KTM-nya disalahgunakan. Jawaban dari beberapa mahasiswa menunjukkan bahwa KTM yang dilampirkan pada berkas tanpa persetujuan pemilik KTM.

Ketika dihubungi untuk memberi klarifikasi terkait masalah ini, Ady-Harry beserta timsesnya menyebut kejadian ini sebagai human error. Menurut mereka, tidak pernah ada niatan untuk melakukan pencurian data KTM. Jumlah KTM yang disinyalir bermasalah adalah 14 KTM, dengan rincian 4 KTM merupakan kelalaian dari Widari selaku Campaign Manager (CM) dan 10 sisanya menjadi kesalahan dari Raka (nama disamarkan), seorang simpatisan dari paslon Ady-Harry.

Widari mengungkapkan bahwa kelalaiannya terjadi tatkala ia meminta KTM beberapa teman dekatnya sebagai dukungan untuk bakal calon Ady-Harry. Teman-teman dekatnya pun mengiyakan, kemudian mengarahkan Widari untuk mencari scan KTM tersebut di sebuah grup LINE persiapan lomba yang pernah mereka ikuti. Kemudian, menurut keterangannya, ia tanpa sengaja mengunduh satu album KTM dari grup LINE tersebut. Widari mengira bahwa isi dari album yang ia unduh tersebut berisi scan KTM milik teman-teman dekatnya, sehingga ia pun tidak merasa perlu untuk memastikan ulang.

Selanjutnya, data yang seharusnya ia unggah di berkas tercampur dengan data yang tidak sengaja terunduh, sehingga ia tanpa ragu mengunggah semua data yang ada di perangkatnya tanpa verifikasi kembali. Sebagai Campaign Manager yang berperan menjadi ‘hilir’ dari data-data yang masuk, Widari menyebut kesalahan ini sebagai kelalaiannya yang saat itu tengah merasa kewalahan sehingga tidak memverifikasi ulang data-data yang dikelolanya.

Tuduhan penyalahgunaan data yang diperoleh dari database dukungan Leon-Yogie (Ketua BEM UI & Wakil Ketua BEM UI 2021) seperti yang dituduhkan terhadap timses Ady-Harry pun dengan segera dibantah oleh Ruth, seorang simpatisan Ady-Harry. Ruth, yang dicurigai sebagai salah satu orang yang bertanggung jawab atas hal ini, menyatakan bahwa ia memang sempat meminta database pendukung Leon-Yogie dari seorang temannya yang menyimpan file tersebut. Akan tetapi, Ruth menegaskan bahwa isi dari database tersebut bukanlah data scan KTM seperti yang disangka oleh publik selama ini. Data tersebut hanya berisi informasi dasar seperti nama, keterangan fakultas, jurusan, angkatan, dan kontak; yang ia gunakan sebagai acuan untuk menghubungi nama-nama yang berada di dalamnya guna menanyakan kesediaan mereka untuk memberi dukungan kepada paslon Ady-Harry.

Sejalan dengan cerita yang dituturkan oleh Ruth dan Widari, Harry juga menegaskan bahwa isu ini merupakan imbas dari kelalaian semata dan bukan sebagai bentuk kesengajaan. “Kami menyatakan dengan tegas bahwa kami sama sekali tidak menyalahgunakan, mengakses data secara ilegal, maupun memalsukan data yang ada pada berkas pemira kami. Ini murni karena kesalahan pemasukan data,” jelasnya.

Sementara itu, pihak lain yang dicurigai terlibat dalam isu ini adalah Raka (nama disamarkan), juga merupakan simpatisan Ady-Harry. Raka justru mengakui adanya beberapa KTM yang ia sertakan sebagai dukungan terhadap Ady-Harry diberikan tanpa persetujuan pemilik KTM. Hal tersebut terjadi karena Raka, secara sadar, mengambil sepuluh KTM milik rekan-rekan prodinya tanpa izin dan memberikannya pada Ady. Ady, tanpa kecurigaan dan kroscek data lebih lanjut, menerima KTM-KTM tersebut. Ketika ditanya mengenai hal ini, Raka menyatakan bahwa hal tersebut adalah kesalahannya. “Menurut gua, (penyalahgunaan KTM ini adalah—red) sebuah kesalahan dari gua pribadi, karena gua (yang—red) menawarkan KTM terhadap Ady,” akunya.

Raka berani melakukan hal tersebut karena ia merasa panitia pemira tidak melacak keabsahan data dukungan. Sebelum PJJ, dimana dukungan masih berbentuk tanda tangan, panitia pemira hanya mengecek status aktif IKM pemberi dukungan dan jumlah tanda tangan saja. Hal tersebut diperoleh Raka melalui pengalamannya sendiri sebagai mantan staf pemira fakultas. Sehingga, bila kita menilik lebih dalam, memang sejak dulu sistem pemira dan verifikasinya memiliki kecacatan yang memberikan peluang terhadap pemalsuan dukungan. Terlebih, dukungan sebanyak 300 KTM dengan batas pengumpulan yang juga terlalu singkat dinilai Raka terlalu berat untuk dilakukan di masa pandemi ini.

“Gue minta maaf sebelumnya, karena ulah gue (pemira—red) jadi geger. Terus gue berharap pemira bisa berjalan dengan lancar kembali,” ujarnya. Mengenai pertanggungjawaban, Raka menyatakan kesediaannya, “Oke gue akan tanggung jawab, tapi bentuk tanggung jawabnya seperti apa gua gatau kan, itu kan panitia pemira yang nentuin.”

Nasib Pemira FIB UI

Pada Minggu (21/2), melalui pers rilis DPM FIB terkait Pemilihan Raya IKM FIB UI 2021, pada poin pertama, akhirnya ditetapkan bahwa paslon Ady-Harry didiskualifikasikan dari kontestasi pemira FIB karena pelanggaran dalam pemenuhan berkas. Keputusan ini ditetapkan berdasarkan sidang FIB Summit pada tanggal 19-20 Februari 2021 silam. Selain itu, FIB Summit juga menghasilkan tiga keputusan, yaitu:

  1. Berkas Pasangan Ady-Harry dicabut verifikasinya pada Sidang Pencabutan Status Verifikasi pada 21 Februari pukul 13.30 WIB dan didiskualifikasi dari kontestasi Pemira.
  2. Pemira dilanjutkan dengan mekanisme Musyawarah Mahasiswa yang akan dilangsungkan pada tanggal 27, 28 Februari dan 1 Maret 2021.
  3. Pengusutan terkait kasus pelanggaran Pemira FIB UI 2020 Tahap 2 akan dilangsungkan kemudian oleh pihak DPM FIB UI 2021 dan pihak-pihak terkait berhak mendapat advokasi dan pendampingan dari DPM FIB UI 2021 sampai kasus ini diselesaikan.

Bersamaan dengan adanya keputusan tersebut, otomatis pemira FIB kembali ditunda untuk kedua kalinya. Selanjutnya, mekanisme pemira akan dilimpahkan ke Musyawarah Mahasiswa (Musma), yang kemungkinan besar akan menghadirkan nama beberapa calon ketua dan wakil ketua BEM.

Perlu diperhatikan bahwa dalam dua tahun terakhir, pemira BEM FIB selalu terkendala dan terlambat. Pada tahun 2019, tiadanya calon menghambat jalannya pemira. Ketiadaan calon juga mewarnai pemira 2020, meski pada akhirnya muncul tiga paslon, yaitu Husni-Fathan (yang tidak mengembalikan berkas), Ady-Harry, dan Kemal-Yoas. Pelimpahan pemira dengan mekanisme Musma sendiri memiliki banyak pro dan kontra. Salah satu himpunan yang mendukung Musma adalah IKABSIS dari prodi Prancis. “Lalu, keputusan untuk Musma itu diambil karena kami sudah hilang kepercayaan dengan satu-satunya pasangan calon yang lolos verifikasi ini. Dari hilangnya kepercayaan tersebut, kami semua sepakat bahwa dengan kami memilih untuk tidak memberikan mereka kesempatan untuk maju lagi, maka Musma adalah pilihan terbaik,” ujar Khalya Diva, ketua IKABSIS yang diwawancara Suara Mahasiswa pada Selasa (23/2).

Hal senada juga menjadi pandangan himpunan IMSI dari prodi Cina. “Tindakan paslon dan timses Ady-Harry terkait masalah KTM itu ada indikator kecurangan, sekalipun belum bisa dikatakan 100% kecurangan atau 100% human error. Sehingga dengan perilaku tersebut mencerminkan bahwa paslon tidak bisa memberi teladan yang baik bagi seluruh warga FIB yang akan berdampak kepada kepercayaan dan kinerja selanjutnya,” seperti yang disampaikan oleh Michelle Ladykia selaku ketua IMSI.

Lain dengan IKABSIS dan IMSI, IKASSLAV dari prodi Rusia menilai opsi pemberian sanksi pada tim Ady-Harry dan pemberian kesempatan melengkapi berkas bagi Kemal-Yoas lebih baik dibanding opsi Musma karena Musma memakan waktu dan tenaga yang tidak sedikit.

“Kami memilih opsi pertama dimana pemira dilanjutkan lalu paslon yang dinyatakan curang diberi sanksi, dengan usulan paslon yang gagal verifikasi diberikan waktu untuk melengkapi berkas. Karena kami rasa opsi itu yang paling adil dan tinggi probabilitasnya (agar ketua—red) BEM terpilih, dibanding opsi kedua (yaitu Musma—red). Terlebih, himpunan sudah pasti memiliki agendanya tersendiri yang dimana dikhawatirkan akan bentrok dengan pertemuan agenda musma dan agenda pasca Musma jika kemungkinan buruknya Musma tidak menghasilkan apa-apa,” ujar Arkan Dafa, ketua IKASSLAV, mewakili pandangan himpunannya. Namun begitu, ia dan IKASSLAV tetap menghargai Musma sebagai keputusan sidang.

Terlepas dari hasil sidang FIB Summit, tindakan Aip yang menyebarkan isu tersebut tanpa konfirmasi dari pihak DPM FIB UI terlebih dahulu juga menimbulkan kontroversi. Namun, Aip berkilah bahwa, menurutnya, tindakan tersebut sudah seharusnya dilakukan oleh Ikatan Keluarga Mahasiswa (IKM) FIB UI. Ia pun mengibaratkan mahasiswa sebagai masyarakat dan DPM sebagai polisi, KPU, sekaligus Bawaslu. Menurutnya, masyarakat berhak untuk melaporkan aksi kecurangan yang terjadi dalam kontestasi pemilu, “Jadi, ya gue nggak disanksi. Kalaupun mendapatkan sanksi, gue akan menuntut balik. Atas dasar apa gue kena sanksi? Gue melaporkan (pelanggaran tersebut—red), gue membantu kerja dia (DPM FIB UI—red),” tukasnya.

Sementara itu, pihak DPM FIB UI hingga artikel ini terbit tidak bersedia untuk dikutip keterangannya di dalam artikel ini. Selain itu, berkaitan dengan poin kedua pada pers rilis yang mengungkap terjadinya penyebaran dokumen verifikasi ke publik dalam bentuk cuplikan layar tanpa persetujuan panitia pemira, DPM FIB UI juga menolak memberi keterangan karena kasus kebocoran data verifikasi tersebut masih berada di tahap penyelidikan. Pemira FIB UI kembali ditunda untuk kedua kalinya dan digantikan oleh Musma, sehingga nasib kelanjutan estafet kepemimpinan BEM FIB 2021 masih berputar dalam tanda tanya.

Teks: Syifa Nadia
Foto: Istimewa
Editor: Giovanni Alvita

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!