Kontestasi Pemilihan Raya Universitas Indonesia (Pemira UI) pada Desember 2021, diselenggarakan untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa UI (BEM UI), Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa UI (MWA UI UM), Ketua dan Wakil Ketua BEM Fakultas, Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas, dan Ketua Himpunan. Sehubungan dengan itu, Tim Litbang Suara Mahasiswa UI melakukan jajak pendapat untuk melihat seberapa besar pengenalan mahasiswa UI terhadap Lembaga Tinggi Kemahasiswaan UI yaitu, BEM UI, DPM UI, Mahkamah Mahasiswa UI, Kongres Mahasiswa UI, dan MWA UI UM. Jajak pendapat dilakukan secara daring melalui Google Form yang hanya dapat diakses oleh akun UI mahasiswa dan disebar pada 2 November 2021 hingga 2 Desember 2021. Per tanggal 6 Oktober, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kemahasiswaan (Dirmawa) UI, terdapat 29.331 Mahasiswa aktif dari jenjang D3, S1, dan D4 angkatan 2018 ke bawah hingga angkatan 2021. Berdasarkan jumlah mahasiswa dan periode penyebaran survei, diperoleh sebanyak 101 responden yang tersebar dari berbagai fakultas. Hasil jajak pendapat ini memiliki tingkat kepercayaan 90 % dengan margin of error sebesar 4. 93 %, serta distribusi responden 10 %.
BEM UI: Eksekutif yang Tidak Perlu Terlalu Eksklusif
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) merupakan dinamisator untuk mahasiswa Universitas Indonesia yang mengakomodasi kepentingan mahasiswa. BEM UI menjadi lembaga tinggi yang memperoleh perhatian paling banyak pada jajak pendapat kali ini. Hal ini tidak dapat dimungkiri karena BEM UI sering kali mengadakan kegiatan yang mencuri perhatian mahasiswa hingga masyarakat umum. Selain itu, BEM merupakan lembaga yang hampir selalu ada di setiap perguruan tinggi.
Pada jajak pendapat kali ini, setidaknya ada sekitar 86 (85 %) dari 101 responden yang mengikuti media sosial BEM UI. Keikutsertaan responden terhadap acara atau kegiatan yang diselenggarakan oleh BEM UI memperoleh hasil yang cukup tipis selisihnya antara jawaban ya dan tidak, di mana jawaban ya memperoleh hasil 55,4 % dan jawaban tidak memperoleh hasil 44,6 %.
Pada bagian pengetahuan terhadap BEM UI, terdapat empat pertanyaan yaitu pengetahuan tentang ketua dan wakil ketua BEM UI, program kerja BEM UI, tugas pokok dan fungsi BEM UI, dan hak dan kewajiban BEM UI. Terdapat ukuran skala satu sampai empat: satu berarti sangat kurang dan empat berarti sangat cukup. Pada pengetahuan tentang ketua dan wakil ketua BEM UI, terdapat 10 orang yang memilih skala satu, 16 orang memilih skala dua, 36 orang memilih skala tiga, 39 orang memilih skala empat. Dapat disimpulkan bahwa Ketua dan Wakil ketua BEM UI diketahui oleh sebagian besar responden atau sebanyak 75 orang. Pada pengetahuan tentang program BEM UI terdapat 14 orang memilih skala satu, 35 orang memilih skala dua, 45 orang memilih skala tiga, 7 orang memilih skala empat. Dapat dikatakan bahwa pengetahuan terhadap program kerja BEM UI cukup diketahui oleh sebagian responden.
Pada pengetahuan tentang tugas pokok dan fungsi BEM UI terdapat 9 orang memilih skala satu, 40 orang memilih skala dua, 44 orang memilih skala tiga, 8 orang memilih skala empat. Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memilih skala yang tidak terlalu kuat dan paling banyak responden memilih skala tiga, yang berarti pengetahuan terhadap tugas pokok dan fungsi BEM UI cukup diketahui. Pada pengetahuan tentang hak dan kewajiban BEM UI terdapat 16 orang memilih skala satu, 46 orang memilih skala dua, 34 orang memilih skala tiga, 5 orang memilih skala empat. Dalam hal ini, jumlah responden terbanyak memilih skala dua, yang berarti hak dan kewajiban BEM UI agaknya masih kurang diketahui oleh mahasiswa.
Pada pertanyaan selanjutnya, diberikan pernyataan yang nantinya akan dinilai oleh responden sesuai dengan relevansi keberadaan BEM UI terhadap diri responden tersebut, dengan skala satu sampai empat: satu berarti sangat kurang hingga empat yang berarti sangat cukup. Pada pernyataan pertama, yaitu pengaruh kehadiran BEM UI, terdapat 3 orang memilih skala satu, 10 orang memilih skala dua, 58 orang memilih skala tiga, 30 orang memilih skala empat. Pada pernyataan keterwakilan suara mahasiswa terdapat 6 orang memilih skala satu, 17 orang memilih skala dua, 62 orang memilih skala tiga, 16 orang memilih skala empat.
Pada pernyataan pelaksanaan fungsi, wewenang, dan tugas terdapat 3 orang memilih skala satu, 20 orang memilih skala dua, 69 orang memilih skala tiga, 9 orang memilih skala empat. Pada pernyataan tingkat kepercayaan terdapat 8 orang memilih skala satu, 24 orang memilih skala dua, 56 orang memilih skala tiga, 13 orang memilih skala empat. Pada pernyataan relevansi organisasi terdapat 7 orang memilih skala satu, 14 orang memilih skala dua, 57 orang memilih skala tiga, 23 orang memilih skala empat. Pada pernyataan Transparansi terdapat 5 orang orang memilih skala satu, 33 orang memilih skala dua, 53 orang memilih skala tiga, 10 orang memilih skala empat.
Dari jawaban responden terhadap pernyataan-pernyataan yang diberikan, skala tiga selalu mendapat respon paling banyak dari sebagian besar responden. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden menilai BEM UI sebagai organisasi tinggi yang cukup baik dan cukup relevan dengan kehidupan mahasiswa.
Dalam bagian kritik dan saran, banyak responden yang mengkritik bahwa BEM terlalu fokus pada kegiatan bidang sosial dan politik, seperti ungkapan dari salah satu responden, “Pertimbangkan suara mahasiswa secara keseluruhan, jangan hanya yang se-frekuensi saja. Untuk akprop dan kastrat, setiap kali aksi dan propaganda mesti berlandaskan kajian yang objektif dan sesuai keilmuan. Ilpen harus perbaiki atau tingkatkan usaha untuk menarik dan mengembangkan minat mahasiswa untuk berpartisipasi dalam PKM. UI pelopor dalam kritik terhadap pemerintah harusnya PIMNAS UI juara setidaknya dalam waktu dekat 10 besar Sospol juara ilpen juga juara”. Namun, tidak sedikit juga yang memberikan semangat untuk BEM UI agar bisa menjadi organisasi yang lebih baik, seperti tanggapan dari salah satu responden, “Harapannya untuk BEM UI kedepannya semoga semakin lancar, sukses, lebih berani dan lebih tegas untuk bisa menyuarakan aspirasi-aspirasi sebagai wakil dari mahasiswa dan juga terutama rakyat”.
DPM UI: Sebagai Lembaga Legislatif, apakah sudah maksimal?
Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Indonesia (DPM UI) menjadi salah satu lembaga tinggi Ikatan Keluarga Mahasiswa Universitas Indonesia yang menjalankan kekuasaan legislatif. DPM sendiri memiliki peran dalam upaya pembentukan peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan IKM UI. Namun, yang terjadi adalah DPM dianggap tidak terlalu “berguna” oleh kebanyakan mahasiswa yang berada di lingkup IKM UI. Padahal, DPM menduduki kekuasaan tertinggi di UI setelah UUD IKM UI.
Pertanyaan awal yang diajukan kepada responden adalah apakah responden telah mengikuti media sosial DPM UI serta berpartisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakannya. Terungkap bahwa sebanyak 69,3 % responden tidak mengikuti media sosial DPM UI dan 30,7 % responden mengikuti perkembangan DPM UI melalui media sosial. Walau lembaga ini adalah pemegang kekuasaan tertinggi setelah UUD IKM, banyak responden tidak mengikuti media sosial DPM UI.
Selanjutnya, sekitar 73,3% dari responden ternyata tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau acara yang diselenggarakan DPM UI pada tahun 2021. Hanya 26,7% responden yang memilih untuk berpartisipasi dalam acara yang diadakan oleh lembaga tertinggi se-UI tersebut. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan mahasiswa mengenai DPM UI sangat rendah sehingga para responden tidak terlalu partisipatif dalam kegiatan yang diadakan DPM UI.
Pada bagian selanjutnya, responden diberikan pertanyaan seputar DPM UI dengan menggunakan skala 1–4, mulai dari “sangat kurang” hingga “sangat cukup” pengetahuannya tentang DPM UI. Berdasarkan survei, terdapat 39,6 % (atau 40 dari 101 orang) responden tidak mengetahui unsur perangkat dari lembaga tersebut, terutama ketua dan wakil ketua DPM UI pada periode 2021. Bagian selanjutnya, pengetahuan responden akan program kerja DPM UI hanya mendapatkan rata-rata skor 2 (sekitar 46,5 % dari total responden). Lalu, pada bagian tugas pokok dan fungsi, kebanyakan responden (kurang lebih 42,6 % dari total responden) hanya memberikan skor 2. Terakhir, bagian hak dan kewajiban sebanyak 42,6 % dari total responden juga memberikan skor 2. Dapat disimpulkan bahwa secara umum pengetahuan responden terhadap DPM UI masih sangat kurang.
Bagian terakhir survei mengajak responden untuk memberikan penilaian seputar kinerja DPM UI dengan skala 1–4. Hasilnya, pada bagian pengaruh kehadiran DPM UI, sekitar 42,6 % dari total responden hanya memberikan skor 3 dan bagian keterwakilan suara mahasiswa mendapatkan skor 2 dari 41,6 % total responden. Selanjutnya, pada bagian pelaksanaan fungsi, wewenang, dan tugas, DPM UI diberikan skor 3 oleh 44,6 %. Tingkat kepercayaan terhadap DPM UI pun mendapatkan skor 3 dari 42,6 % responden. Relevansi organisasi mendapatkan skor paling banyak 3 dari 49,5 % responden. Terakhir, untuk skor transparansi DPM UI rata-rata mendapatkan skor 3 dari 44,5 % responden. Secara ringkas, dalam setiap elemen survei, DPM UI mendapatkan skor 3 yang menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap kinerja DPM UI memiliki skor yang cukup baik.
Dalam kolom kritik dan saran, masih banyak responden yang tidak mengetahui kehadiran DPM UI dalam kehidupan organisasi lingkup universitas. Selain itu, responden juga mengharapkan adanya peningkatan aspek transparansi, koordinasi, dan keterwakilan aspirasi mahasiswa harus dilakukan oleh DPM UI pada periode berikutnya. Sebagai lembaga tertinggi seantero UI, penilaian responden terhadap DPM UI mendapatkan skor yang lumayan baik. Oleh karena itu, masih banyak tugas yang perlu DPM UI benahi, terutama berkaitan dengan peningkatan sosialisasi pada seluruh lapisan mahasiswa yang berada di bawah almamater Universitas Indonesia ke depannya sehingga DPM UI dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal.
MM UI: Peran Yudikatif dalam Dunia Politik Kampus
Politik kampus merupakan miniatur dari politik negara. Sama halnya dengan negara, kampus juga menganut asas trias politika. Badan Eksekutif Mahasiswa berperan sebagai lembaga eksekutif, Dewan Perwakilan Mahasiswa berperan sebagai lembaga legislatif, dan Mahkamah Mahasiswa berperan sebagai lembaga yudikatif. Tiga lembaga tersebut saling bersinggungan untuk menciptakan politik kampus yang sehat. Sayangnya, popularitas ketiga lembaga ini tidak merata di kalangan mahasiswa.
Mahkamah Mahasiswa menempati posisi paling “buncit” dalam hal popularitas di kalangan mahasiswa Universitas Indonesia. Hal ini didukung oleh jajak pendapat yang telah diisi oleh 101 responden dari berbagai angkatan dan jurusan. Akun media sosial Mahkamah Mahasiswa hanya diikuti oleh 10.9 % responden. Sementara itu, 89.1 % responden tidak mengikuti akun media sosial MM UI. Selain itu, hanya 6.9 % responden yang pernah mengikuti acara yang diselenggarakan oleh MM UI. Jumlah pengikut media sosial dan responden yang pernah mengikuti acara lembaga ini menunjukkan bahwa popularitas MM UI sangatlah rendah. Hal ini menampilkan kurangnya peran lembaga yudikatif dalam politik kampus.
Responden juga ditanya mengenai pengetahuan umum terkait Mahkamah Mahasiswa. Hasilnya, mayoritas responden tidak memahami lembaga ini. Pertanyaan pertama yang diajukan adalah pengetahuan mengenai sekretaris jenderal dan wakil lembaga ini. Hasilnya, 65 % responden tidak mengetahui dan 16 % responden kurang mengetahui siapa pengurus lembaga ini. 13% responden menyatakan cukup mengetahui dan 6 % sangat mengetahui ketua dan wakil lembaga ini. Pertanyaan selanjutnya adalah mengenai program kerja. Hasilnya, mayoritas responden, 56 %, tidak paham mengenai program kerja dan hanya 1 % responden yang sangat memahami program kerja lembaga ini. Hal ini sangat disayangkan, mengingat fungsi lembaga ini sebagai ujung tombak penegakan hukum dan keadilan di kampus.
Berbicara tentang tugas pokok dan fungsi, hanya 24 % responden yang memahami ini. Sementara itu, mayoritas responden tidak memahami dan kurang memahami tugas pokok dan fungsi lembaga. Untuk hak dan kewajiban lembaga, 56 % responden tidak memahami hak dan 23% kurang memahami. Di sisi lain, 23% responden kurang paham dan sisanya 21% menyatakan paham dan sangat paham mengenai hak dan kewajiban lembaga.
Responden juga diminta untuk memberikan nilai terhadap aspek yang ditanyakan. Responden berhak memberi nilai 1 (sangat kurang), 2 (kurang), 3 (cukup), dan 4 (sangat cukup) kepada setiap aspek. Aspek pertama yang dinilai adalah pengaruh kehadiran Mahkamah Mahasiswa. Hasilnya, 29 % memberikan nilai sangat kurang. Menariknya, hasil nilai cukup dan kurang seimbang, yaitu 35 %, dan sangat kurang sebesar 1 %. Aspek selanjutnya yang dinilai adalah keterwakilan suara mahasiswa, dengan sebagian besar responden (41 %) menilai kurang. Aspek pelaksanaan fungsi, wewenang, dan tugas juga mendapatkan nilai sangat kurang dengan mayoritas suara dari 40 % responden. Tingkat kepercayaan menjadi salah satu indikator penting dalam menilai lembaga ini. Hasilnya, sebagian responden (39 %) memberikan nilai cukup yang berselisih sedikit dengan nilai kurang, yaitu 36 %. Relevansi organisasi menjadi aspek yang wajib dinilai. Untuk aspek ini, 40 % responden mayoritas menilai sangat kurang. Aspek terakhir yang dinilai adalah transparansi. Mayoritas responden memberikan penilaian kurang untuk aspek ini.
Penilaian yang didapatkan oleh Mahkamah Mahasiswa UI tidak cukup memuaskan. Akan tetapi, responden tetap berharap Mahkamah Mahasiswa UI bisa lebih transparan, jujur, dan tepat sasaran dalam menjalankan tugasnya. Lembaga ini juga diharapkan meningkatkan interaksi akun sosial media agar semakin banyak mahasiswa yang mengetahui keberadaan lembaga ini.
Kongres Mahasiswa UI: Harus Lebih Merakyat
Kongres Mahasiswa merupakan badan yang memiliki kekuasaan konstitutif dengan BEM UI. Namun, di balik posisinya yang cukup strategis, tampaknya Kongres Mahasiswa UI masih belum tampak berinteraksi dengan populasi umum mahasiswa Universitas Indonesia–masih kurang merakyat. Hal tersebut selaras dengan jajak pendapat yang dilakukan oleh Tim Litbang Suma UI mengenai Lembaga Tinggi Kemahasiswaan di UI.
Dari seluruh responden, 91,1 % mengaku tidak pernah berpartisipasi dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh Kongres Mahasiswa Universitas Indonesia. Selain itu, 89,1% dari mahasiswa UI pun mengaku tidak mengikuti akun media sosial dari Kongres Mahasiswa UI 2021. Hal tersebut menandakan kurangnya pengetahuan mahasiswa mengenai keberadaan dan signifikansi dari Kongres Mahasiswa UI dalam jajaran Lembaga Kemahasiswaan UI lainnya. Dari empat variabel: pengetahuan mengenai Ketua dan Wakil Ketua Kongres Mahasiswa UI pada saat ini, pengetahuan mengenai program kerja Kongres Mahasiswa UI, pengetahuan mengenai tugas pokok Kongres Mahasiswa UI, dan hak dan kewajiban Kongres Mahasiswa UI semuanya meraih skor 1 dari 4 secara konsisten.
Keterangan: (1 = sangat kurang, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 = sangat cukup)
Hal tersebut berpengaruh terhadap lima variabel penelitian lain yang dilakukan oleh Tim Litbang Suma UI mengenai relevansi dan pengaruh dari Kongres Mahasiswa UI: pengaruh kehadiran Kongres Mahasiswa UI yang secara garis besar mendapatkan skor 2 dari 4 (36, 6% responden); keterwakilan suara mahasiswa yang secara garis besar mendapatkan skor 2 dari 4 (37,6 % responden); pelaksanaan fungsi, wewenang, dan kerja secara garis besar mendapatkan skor 2 dari 4 (34,6 % responden); tingkat kepercayaan yang secara garis besar mendapatkan skor 3 dari 4 (35,6 % responden); dan relevansi organisasi yang secara besar mendapatkan skor 2 dari 4 (35,6 % responden).
Keterangan: (1 = sangat kurang, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 = sangat cukup)
Dari tingkat kepercayaan mahasiswa yang cukup tinggi, Kongres Mahasiswa UI harus lebih merakyatkan lagi kepada mahasiswa yang telah memberikan kepercayaan. Kongres Mahasiswa UI harus lebih terbuka, mengikutsertakan mahasiswa-mahasiswa lain, dan meningkatkan sosialisasinya kepada mahasiswa UI mengenai lembaganya melalui media sosial.
MWA UI UM: Persepsi Mahasiswa dan Eksistensi Perwakilannya
Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia Unsur Mahasiswa (MWA UI UM) merupakan sebuah perwakilan dari unsur Mahasiswa dalam MWA UI. MWA UI UM hingga saat ini diwakili oleh satu orang mahasiswa. Pada 2021, MWA UI UM diwakilkan oleh Ahmad Naufal Hilmy, yang merupakan mahasiswa Program Sarjana dari Fakultas Ilmu Komputer. MWA UI pada dasarnya memiliki fungsi untuk mewakili Unsur Masyarakat, Universitas Indonesia, dan Pemerintah dalam menentukan kebijakan dan mengawasi pengelolaan Universitas Indonesia. Namun, dengan fungsi yang demikian, perlu diketahui apakah mahasiswa Universitas Indonesia, khususnya pada Program Sarjana dan Vokasi mengikuti, mengetahui, dan menyadari kehadiran dan kinerja MWA UI UM sebagai pihak yang mewakilkan mahasiswa dalam MWA UI.
Pada bagian ini, Tim Litbang Suma UI berusaha mencari tahu bagaimana pengalaman responden dalam mengikuti kegiatan yang diadakan oleh MWA UI UM. Berdasarkan data yang didapatkan, diketahui bahwa sebagian besar (83,2 %) responden tidak mengikuti akun media sosial MWA UI UM, sedangkan yang mengikuti hanya sebesar 16,8 %. Selain itu, sebagian besar responden (92,1 %) belum pernah berpartisipasi dalam kegiatan atau acara yang diselenggarakan oleh MWA UI UM 2021, tetapi terdapat sebagian kecil responden (7,9 %) yang pernah berpartisipasi.
Keterangan: (1 = sangat kurang, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 = sangat cukup)
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa separuh dari total responden, yaitu 50,5 % orang, sangat kurang pengetahuannya mengenai anggota MWA UI UM, 12,9 % responden kurang mengetahui anggota MWA UI UM. Sementara itu, sebanyak 25,7 % responden cukup mengetahui dan 10,9 % responden sangat cukup mengetahui anggota MWA UI UM 2021. Hal tersebut menandakan bahwa mayoritas responden cenderung tidak mengetahui mengenai anggota MWA UI UM 2021. Berkaitan dengan program kerja MWA UI UM, warna merah yang menandakan skala 1 dan 2 turut mendominasi grafik. Bahkan, tidak ada satu responden pun yang sangat cukup mengetahui program kerja MWA UI UM. Akhirnya, dapat dinilai bahwa mayoritas responden cenderung tidak mengetahui program kerja yang dibawa oleh MWA UI UM 2021.
Selain itu, sebanyak 39,6 % responden sangat kurang pengetahuannya mengenai tugas pokok dan fungsi dari MWA UI UM, sedangkan yang kurang mengetahui sebesar 27,7 %. Di samping itu, terdapat 25,7 % responden yang cukup mengetahui, dan hanya 6,9% responden responden yang sangat cukup mengetahui. Penilaian tersebut hampir serupa dengan aspek hak dan kewajiban MWA UI UM. Sejumlah 42,6 % responden sangat kurang mengetahui dan 25,7 % responden kurang mengetahui. Sementara itu, sebanyak 26,7 % responden mengetahui kewajiban MWA UI UM dan hanya 5 % responden sangat cukup mengetahuinya.
Berdasarkan keempat variabel tersebut, dapat dilihat bahwa masih cukup banyak mahasiswa yang tidak mengetahui beberapa hal mengenai MWA UI UM. Dengan ini, kehadiran dan peran MWA UI UM dalam kalangan mahasiswa perlu dievaluasi. Selain itu, sosialisasi dari MWA UI UM kepada mahasiswa juga dapat dipertimbangkan. Tidak hanya itu, antusiasme mahasiswa UI kepada MWA UI UM juga perlu diperhatikan oleh MWA UI UM dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil dari mahasiswa.
Keterangan: (1 = sangat kurang, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 = sangat cukup)
Mengenai pengaruh kehadiran MWA UI UM terhadap mahasiswa UI, diperoleh sebanyak 29,7 % mahasiswa menganggapnya sangat kurang berpengaruh, 31,7 % menganggapnya kurang berpengaruh dan cukup berpengaruh, serta 6,9% mahasiswa menganggapnya sangat cukup berpengaruh. Kemudian, terkait keterwakilan suara mahasiswa dalam MWA UI terlihat melalui 37,6 % responden yang menjawab kurang begitu mewakilkan, diikuti oleh 30,7 % responden menjawab cukup terwakilkan, 29,7 % sangat kurang terwakilkan, dan hanya 2% responden merasa sudah cukup terwakilkan. Dalam hal ini, dapat diketahui bahwa mayoritas responden merasa MWA UI UM tidak mewakilkan suara atau aspirasi mereka.
Selanjutnya, Tim Litbang Suma UI hendak mengetahui persepsi mahasiswa dalam melihat pelaksanaan fungsi, wewenang, dan tugas dari MWA UI UM. Dengan ini, diperoleh 37,6% responden memberikan nilai 3; 33,7 % memberikan nilai 2; 26,7 % memberikan nilai 1; dan 2 % responden memberikan nilai 4. Bila dihitung rata-rata dari jawaban tersebut menggunakan rumus Tingkat Capaian Responden (TCR), fungsi, wewenang, dan tugas dari MWA UI UM masih mendapatkan nilai 3 oleh responden dengan skor 50,7%. Lalu, Tim Litbang Suma UI juga berusaha mencari tahu tingkat kepercayaan mahasiswa terhadap MWA UI UM. Berdasarkan dari data yang didapatkan, sebesar 35,6 % responden cukup percaya, 33,7 % kurang percaya, 26,7 % sangat kurang percaya, dan 4% responden sangat cukup percaya terhadap MWA UI UM.
Selanjutnya, berdasarkan pemberian skor terhadap relevansi MWA UI UM, terdapat 36,6% responden merasa kurang relevan, 34,7% responden merasa cukup relevan, 24,8% responden yang merasa MWA UI UM sangat kurang relevan, dan 4% responden merasa sangat cukup relevan. Mengenai transparansi MWA UI UM, 35,6 % responden menganggap bahwa MWA UI UM kurang transparan, 34,7 % menganggap cukup transparan 26,7 % menganggap sangat kurang transparan, dan 3 % menganggap sangat cukup transparan.
Pada bagian selanjutnya, terdapat kolom bebas bagi responden untuk menuliskan kritik, saran, dan harapan kepada MWA UI UM. Berdasarkan beberapa masukan yang diberikan, dapat disimpulkan bahwa responden merasa MWA UI UM perlu lebih memperkenalkan dirinya kepada sivitas akademika UI, serta menyosialisasikan kehadirannya kepada seluruh mahasiswa UI sebagai konstituen atau pihak yang diwakili oleh MWA UI UM. Selain itu, responden juga berharap agar MWA UI UM dapat memperjuangkan isu yang dialami oleh mahasiswa seperti UKT, pemilihan rektor, dan sebagainya.
Kesimpulan: Lembaga Tinggi Mahasiswa UI Perlu Melihat Realitas
Berdasarkan jajak pendapat yang telah diadakan oleh Tim Litbang Suma UI, lembaga-lembaga tinggi kemahasiswaan di Universitas Indonesia mendapatkan penilaian yang cukup beragam. Mulai dari BEM UI, DPM UI, Mahkamah Mahasiswa UI, Kongres UI, hingga MWA UI UM, mahasiswa UI selaku responden memberikan berbagai penilaian mengenai pengetahuan mereka hingga persepsi mereka terhadap kinerja lembaga tersebut.
Pengetahuan responden mengenai BEM UI sejauh ini relatif memiliki penilaian yang cukup tinggi, di mana lebih banyak responden mengetahui BEM UI secara keseluruhan. Hal tersebut tidak terlepas dari tingginya angka responden yang mengikuti akun resmi sosial media BEM UI. Tidak hanya itu, dalam melihat relevansi kehadiran BEM UI, responden cenderung menilai BEM UI masih relevan untuk hadir sebagai organisasi mahasiswa di tingkat universitas. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa BEM UI cukup dikenal oleh mahasiswa Universitas Indonesia dan masih sangat memiliki relevansi dalam kehadirannya. Namun, apakah hal tersebut berlaku terhadap lembaga tinggi mahasiswa lainnya?
DPM UI sebagai lembaga yang bergerak dalam ranah legislatif memiliki penilaian yang cukup berbeda dengan BEM UI. Sebagian besar responden tidak mengikuti media sosial DPM UI maupun mengikuti acara yang diselenggarakan DPM UI. Dalam tingkat pengetahuan mahasiswa, didapatkan bahwa masih banyak responden yang tidak mengetahui DPM UI secara keseluruhan. Namun, DPM UI mendapatkan penilaian yang relatif cukup baik dalam aspek relevansi kehadiran DPM UI.
Selain hadirnya lembaga mahasiswa yang bergerak dalam ranah eksekutif dan legislatif, terdapat juga lembaga mahasiswa yang bergerak dalam ranah yudikatif, yaitu Mahkamah Mahasiswa UI. Namun, pengetahuan mahasiswa UI terhadap kehadiran Mahkamah Mahasiswa UI menunjukkan hasil yang sangat minim. Responden cenderung tidak memahami kehadiran lembaga tersebut secara keseluruhan. Di tengah minimnya pengetahuan mahasiswa, penilaian responden terhadap kinerja Mahkamah Mahasiswa UI juga mengindikasikan banyak hal yang perlu disesuaikan oleh Mahkamah Mahasiswa UI.
Lembaga tinggi kemahasiswaan lainnya seperti Kongres Mahasiswa UI juga memiliki penilaian yang tidak berbeda jauh dengan Mahkamah Mahasiswa UI. Pengetahuan responden terhadap Kongres Mahasiswa UI juga cenderung rendah, di mana sebagian besar responden tidak mengetahui lembaga tersebut secara keseluruhan. Selain mengenai pengetahuan responden, penilaian responden terhadap kinerja Kongres Mahasiswa UI juga cenderung merasa kurang puas, walaupun terdapat sebagian responden lainnya yang merasa cukup.
Terakhir, lembaga tinggi kemahasiswaan yang memiliki peran tidak kalah penting dan menyangkut kepada pembentukan kebijakan di UI adalah MWA UI UM. Berdasarkan hasil survei, responden lebih banyak tidak mengetahui MWA UI UM secara keseluruhan dibandingkan yang mengetahuinya. Selain itu, responden juga menilai beberapa hal mengenai kinerja MWA UI UM. Penilaian responden menunjukkan cukup banyak yang tidak begitu puas terhadap kinerja MWA UI UM, walaupun sebagian merasa cukup puas terhadap kinerja lembaga tersebut.
Secara keseluruhan, lembaga-lembaga tinggi kemahasiswaan UI perlu mengetahui bagaimana eksistensi mereka di antara mahasiswa, serta bagaimana persepsi mahasiswa terhadap lembaga-lembaga tersebut. Dengan adanya penelitian atau survei yang diadakan Tim Litbang Suma UI, lembaga tinggi kemahasiswaan UI dapat melihat penilaian sebagian mahasiswa terhadapnya, mempertimbangkankannya, dan mencari tahu lebih lanjut. Dengan demikian, lembaga tinggi kemahasiswaan UI dapat menyesuaikan keberlangsungan dan kinerjanya, serta tidak menutup kemungkinan untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Teks: Andita, Audito, Farhani, Qaulan, Sekar
Layout: Andita, Qaulan, Ruth
Ilustrasi: Shalma, Salwaa
Foto: Republika
Pers Suara Mahasiswa UI 2022
Independen, Lugas, dan Berkualitas!