Jejak Program Vaksinasi Pemerintah, Sudah Sampai Mana?

Redaksi Suara Mahasiswa · 29 Januari 2022
5 menit

Dua tahun sejak kemunculan Covid-19 pertama kali di Wuhan, aneka ragam kebijakan untuk menanggulangi ekses negatif pandemi telah dijalankan pemerintah Indonesia baik secara spontan maupun bertahap. Mulai dari pembatasan sosial, pembentukan satgas COVID hingga pengadaan vaksin. Program vaksinasi masyarakat dianggap sebagai upaya paling penting yang harus diimplementasikan pemerintah secara optimal untuk mengurangi angka penularan serta mencapai kekebalan kelompok (herd immunity). Tidak heran hingga pertengahan 2021 lalu, anggaran vaksinasi yang telah digelontorkan pemerintah mencapai Rp 57,84 triliun. Dana tersebut antara lain digunakan untuk pengadaan dan distribusi vaksin ke daerah-daerah. Saat ini pemerintah juga memasifkan dan memantau progress vaksinasi dengan aplikasi pelacakan digital yakni Pedulilindungi yang dapat memeriksa status vaksin setiap masyarakat.

Perjalanan Program Vaksinasi Covid-19 di Indonesia

Vaksinasi massal di Indonesia secara resmi pertama kali dilakukan pada 13 Januari 2021. Dengan vaksin Sinovac, Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang mendapat dosis pertama suntikan vaksin. Pada tahap pertama, pemerintah mengamankan sebanyak 3 juta vaksin dan menargetkan vaksinasi kepada 70% populasi masyarakat Indonesia dalam rentang waktu 12-15 bulan.

Vaksinasi dilakukan secara bertahap dengan prioritas kelompok penerima vaksin sesuai ROAD WHO. Kendati demikian, keberhasilan vaksinasi tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan stok vaksin. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia juga menerapkan strategi gotong royong yang menggandeng pemerintah daerah dan swasta baik dari unsur kesehatan dan non-kesehatan untuk mencapai target. Adapun pemantauan terintegrasi dilakukan Pemerintah melalui Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi COVID-19. Berdasarkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19, distribusi vaksin di Indonesia dilaksanakan secara bertahap berdasarkan kelompok prioritas, sebagai berikut:

  • Tahap I: Dilaksanakan mulai Januari 2021, dengan sasaran kelompok prioritas petugas kesehatan atau tenaga penunjang yang bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
  • Tahap II: Dilaksanakan mulai minggu ke-3 Februari 2021, dengan sasaran kelompok prioritas masyarakat lanjut usia (≥60 tahun) dan tenaga/petugas pelayanan publik;
  • Tahap III: Dilaksanakan mulai mulai Juli 2021, dengan menargetkan kelompok prioritas masyarakat dengan risiko penularan tinggi ≥18 tahun.

Kendati memiliki perencanaan yang matang, program distribusi ini menemui batu karang dalam pelaksanaannya, antara lain karena terbatasnya ketersediaan vaksin, minimnya sarana pendukung penyimpanan rantai dingin (cold-chain), kurangnya kepercayaan masyarakat terkait keamanan vaksin, sulitnya mobilitas distribusi, distribusi sumber daya yang tidak merata hingga belum efektifnya kebijakan pembatasan mobilitas sosial masyarakat. Sejumlah provinsi di tanah air masih minim fasilitas, ditambah dengan tenaga kesehatan yang terbatas dan tidak merata karena hampir setengah dari tenaga kesehatan terpusat di Pulau Jawa. Kondisi ini diperparah dengan kenyataan bahwa kita kehilangan sekitar 1.000 tenaga kesehatan yang gugur akibat infeksi Covid-19.

Kendati demikian, Pemerintah tetap berusaha optimis dengan menargetkan vaksinasi dosis pertama mencapai 60% pada bulan November dan 70% pada bulan Desember 2021. Berita baik kemudian disampaikan oleh Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi pada akhir Desember yang menyatakan, bahwa cakupan vaksinasi di Indonesia sudah mencapai 40% dari total populasi, melebihi target WHO (World Health Organization). Sebanyak 32 Provinsi di Indonesia pun telah mencapai target vaksinasi sebesar 70%, termasuk kota Ternate dan Kabupaten Mamuju.

Namun, untuk vaksinasi golongan lansia, mayoritas daerah belum mencapai target vaksinasi, yakni masih di bawah 50%. Hal ini menjadi PR besar, mengingat sebagian besar angka kematian dan kesakitan yang berat akibat Covid-19 berasal dari kalangan lansia.

Gambar 1. Kasus positif Covid-19 berdasarkan kelompok umur (sumber: https://covid19.go.id/peta-sebaran )

Ketidaktercapaian target tersebut utamanya disebabkan misinformasi yang beredar di masyarakat yang mengatakan jika vaksin pada lansia justru berbahaya, tubuh lansia tidak akan kuat menghadapi efek samping vaksin, atau lansia dengan komorbid seharusnya tidak boleh divaksin. Persepsi ini salah karena tujuan awal pembuatan vaksin justru untuk melindungi kaum rentan seperti lansia.

Selain lansia, ibu hamil memiliki peningkatan risiko menjadi berat bila terinfeksi Covid-19, khususnya pada ibu dengan kondisi medis khusus. Oleh karena itu, upaya vaksinasi Covid-19 kepada ibu hamil perlu dilakukan. Berdasarkan Surat Edaran Kementerian Kesehatan No. HK.02.01/I/ 2007/2021, syarat vaksinasi Covid-19 pada ibu hamil antara lain: (1) usia kandungan > 13 minggu, tekanan darah normal; (2) tidak memiliki gejala atau keluhan preeklampsia; (3) tidak sedang menjalani pengobatan dan; (4) komorbid lain dalam kondisi terkontrol. Adapun jenis vaksin yang boleh diberikan pada ibu hamil Sinovac, Moderna, dan Pfizer sesuai ketersediaan vaksin di faskes terkait. Dipenuhinya target-target vaksinasi golongan rentan merupakan langkah efektif untuk menurunkan angka kematian Covid-19.

Pendapat Masyarakat Mengenai Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia

Untuk mengetahui pandangan masyarakat terhadap program vaksinasi, CIMSA UI melakukan survei terhadap 65 responden secara acak. Sebagian besar responden memberikan respon baik (7.75/10) terhadap program vaksinasi yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Upaya pemerintah dalam rangka memenuhi target capaian vaksinasi dinilai sudah tepat, namun cakupan vaksinasi masih belum merata di beberapa daerah. Pendapat lain yang diungkapkan oleh responden secara kualitatif, yaitu:

“Walaupun masih ada masyarakat yang beropini bahwa vaksinasi berbahaya, namun pemerintah tetap mencoba berbagai kebijakan guna masyarakat mau di vaksin. Contohnya dengan program pemberian hadiah setelah vaksinasi”

“Proses mendapatkan vaksin itu sendiri sebenarnya tidak terlalu rumit dan cukup berhasil mengajak masyarakat untuk vaksinasi”
“Belum meratanya cakupan vaksin di daerah terpencil”
“Berjalan dengan baik namun masih banyak kerumunan saat melakukan vaksinasi”
“Sudah baik karena pelaksanaan vaksin sudah dilakukan di seluruh wilayah Indonesia”

Dalam rangka membentuk kekebalan kelompok di masyarakat, diperkirakan setidaknya 70% atau setara dengan 182 juta masyarakat Indonesia harus mendapatkan dua dosis penuh vaksin Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah harus memprioritaskan pemerataan dan percepatan vaksin agar penanggulangan Covid-19 dapat terlaksana.

Peran Kebijakan New Normal dalam Mengefektifkan Vaksinasi

Program vaksinasi pemerintah tidak akan efektif jika tidak dibarengi dengan pembatasan mobilitas sosial. Oleh karena itu, Pemerintah juga menerapkan PPKM level 1-4 di setiap daerah untuk meminimalkan transmisi virus Covid-19. Berdasarkan jajak pendapat pada beberapa peserta forum group discussion acara “VACCINE” yang dilakukan oleh SCOPH CIMSA Universitas Indonesia, pelaksanaan kebijakan new normal sudah memiliki rancangan perencanaan yang bagus. Namun, adaptasi dan evaluasi perlu dilakukan di bagian pelaksanaan. Misalnya kemunculan berbagai varian baru yang diiringi dengan penurunan ketaatan masyarakat terhadap protokol kesehatan. Merespon hal ini, Pemerintah telah mengadakan vaksin booster dan mengintegrasikan regulasi vaksinasi dan pelayanan kesehatan primer masyarakat dengan aplikasi PeduliLindungi yang menjadi syarat utama masyarakat untuk beraktivitas, seperti pergi ke pusat perbelanjaan, ruang publik, maupun untuk mengetahui berita terbaru terkait pandemi COVID-19 di Indonesia.

Sejauh ini, masyarakat juga menunjukkan respon positif terhadap penggunaan aplikasi PeduliLindungi karena penggunaannya yang relatif praktis. Namun, pemerintah perlu meningkatkan komitmen pengawasan penerapannya. Selain itu, maintenance aplikasi juga perlu diperhatikan disebabkan oleh kerapnya aplikasi yang down sehingga masyarakat tidak bisa melakukan konfirmasi check in ketika hendak memasuki area publik.

Secara keseluruhan, kendati masih terdapat sejumlah catatan pada pelaksanaan, hasil riset CIMSA UI menunjukkan apresiasi masyarakat terhadap kebijakan dan gagasan pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19. Beberapa masyarakat merasa fasilitas vaksinasi di daerahnya sangat mudah didapatkan.

Melansir data Kemenkes RI per 7 Desember 2021 pukul 18.00 WIB, sudah ada 100.033.810 juta penduduk Indonesia telah mendapatkan dosis lengkap (dosis 1 dan 2) pada 17 provinsi dari 34 provinsi. Artinya,  sudah setengah provinsi di Indonesia mencapai target vaksinasi Covid-19. Selain itu, akhir desember 2021 Our World in Data menempatkan Indonesia pada peringkat ke-5 negara dengan jumlah terbanyak vaksinasi Covid-19 dosis lengkap setelah Cina, India, Amerika Serikat dan Brazil.  

Kendati sudah cukup baik, kondisi tersebut tidak terjadi di semua daerah di Indonesia. Masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil masih sulit untuk mendapatkan vaksin. Dalam hal ini, CIMSA UI merekomendasikan pemerintah merumuskan strategi yang lebih efektif untuk mendistribusikan vaksin Covid-19 yang lebih merata hingga ke daerah-daerah terpencil di Indonesia. Selain itu, Pemerintah juga dapat membarengi kebijakannya dengan sosialisasi dan edukasi yang lebih masif serta penerapan aplikasi PeduliLindungi yang lebih ketat. Pengetatan regulasi diperlukan untuk mengefektifkan dampak vaksin, menurunkan angka kematian, dan mengendalikan penyebaran Covid-19.

Teks:  Fahrizka nurdiaputri, Maulana Yulfa Farhansyah, Trisha Rahmi Dian Reswara (SCOPH CIMSA Universitas Indonesia)

Foto: Caecilia Hartoko

Editor: Dian Amalia Ariani

Pers Suara Mahasiswa UI 2022

Independen, Lugas, dan Berkualitas!