Jelang Akhir Masa Jabatan, Jokowi Belum Penuhi Keadilan Korban Pelanggaran HAM

Redaksi Suara Mahasiswa · 18 Oktober 2024
3 menit

Ratusan orang dari berbagai kalangan datang dalam Aksi Kamisan ke-836 di seberang Istana Merdeka, Jakarta Pusat (17/10). Aksi kali ini hadir sebagai respon aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) terhadap 2 momentum nasional yang akan terjadi pada minggu yang sama, yaitu lengsernya Joko Widodo (Jokowi) dan pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru.

Sore hari, sekitar pukul 15.34, massa diarahkan untuk duduk dan membuat setengah lingkaran agar rangkaian Aksi Kamisan dapat dimulai. Rangkaian diisi dengan refleksi dari Simon Petrus Balagaize, Ketua Forum Masyarakat Adat Malind Kondo Digul terhadap kasus penggusuran tanah adat di Papua, penampilan monolog, dan orasi oleh Asfinawati, seorang advokat HAM dan dosen dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera.

Massa aksi mengutarakan tuntutan mereka atas penuntasan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi di Indonesia.

Surat Terakhir Aksi Kamisan

Aksi Kamisan kali ini menjadi kali terakhir pemberian surat oleh JSKK kepada Presiden. Latar belakangnya adalah keengganan untuk memberikan surat kepada Prabowo Subianto selaku Presiden RI yang baru, yang merupakan terduga pelaku pelanggaran HAM berat.

“Tidak masuk akal kita memberikan surat kepada presiden untuk menuntaskan pelanggaran HAM, jika pelaku pelanggaran HAM adalah presiden itu sendiri,” tutur Asfinawati dalam orasinya.

Status Prabowo sebagai presiden terpilih dianggap tidak menggugurkan statusnya sebagai seorang terduga pelaku pelanggaran HAM berat. Aksi Kamisan menekankan pesan kepada negara untuk menjalankan kewajibannya mengusut tuntas siapa pun yang menjadi pelaku pelanggaran HAM berat, walaupun pelaku tersebut adalah seorang presiden.

“Sebagai kata penutup kami sampaikan bahwa surat ini adalah Surat Aksi Kamisan yang terakhir kami kirimkan kepada Presiden RI. Adapun Aksi Kamisan akan tetap berlanjut dan konsisten berdiri dan berjuang melawan impunitas, merawat ingatan, dan menuntut akuntabilitas atas kasus-kasus kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM. Demikian kami sampaikan, dan atas perhatian Bapak Presiden kami ucapkan terima kasih.” Berikut paragraf penutup surat terakhir Aksi Kamisan kepada Presiden RI.

10 Tahun Pemerintahan Jokowi

Massa Aksi Kamisan mengutarakan kekecewaan mereka terhadap Jokowi yang gagal memenuhi komitmennya pada awal masa pemerintahan untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM.

Dengan hanya mengakui 12 dari 16 kasus pelanggaran HAM berat yang telah diselidiki oleh Komnas HAM, pemerintah dianggap tidak berani dalam mengadili pelaku pelanggaran HAM berat dan gagal dalam memenuhi rasa keadilan korban. Salah satu isu yang diangkat terkait Jokowi dan pelaku pelanggaran HAM berat adalah pengangkatan Wiranto sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan pada periode pertama dan sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden pada periode kedua. Sumarsih menuturkan bahwa Wiranto adalah orang yang bertanggung jawab atas tragedi penembakan terhadap mahasiswa tahun 1998, sesuai dengan hasil penyelidikan Komnas HAM.

Kemarahan terhadap Jokowi begitu terlihat pada Aksi Kamisan ke-836. Bahkan, sejumlah orang membawa poster dengan narasi sumbang terkait kepemimpinan Jokowi, seperti “Demi Politik Dinasti, Jokowi Mengacak-acak Mahkamah Konstitusi!” dan “Adili Jokowi dan Jenderal Pelanggar HAM”.

“Kamisan di akhir pemerintahan Jokowi, kami menegaskan bahwa Jokowi adalah presiden yang gagal dalam menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat sebagaimana yang dijanjikan dalam nawacitanya,” ucap Yati Andriyani, aktivis Aksi Kamisan yang menemani Sumarsih sepanjang Aksi Kamisan.

“Klaim bahwa jika Jokowi tidak melakukan pelanggaran HAM, kami menyatakan itu mitos, karena Jokowi jelas sekali telah terjadi berbagai tindakan pelanggaran HAM berat di masanya. Kilometer 50, Kanjuruhan, Rempang, Papua dan lain-lain.” lanjutnya.

Aksi Kamisan Masih Memelihara Harapan

Dalam wawancaranya bersama Pers Suara Mahasiswa UI, Sumarsih memberikan pesan kepada mahasiswa. “Saya berharap agar membuka Google tentang agenda Reformasi. Agenda Reformasi itu harus kita perjuangkan,” ucapnya.

Bagi Sumarsih, agenda Reformasi tetap relevan dan perlu dipertahankan sesuai dengan kondisi negara sekarang. “Tugasnya mahasiswa adalah mengawal 6 agenda Reformasi itu, caranya bermacam-macam. Yang tidak suka demo, ya, gak usah demo. Apalagi demo itu kan harus berhadapan dengan polisi yang melakukan kekerasan. Tetapi setidak-tidaknya, bercerita kepada tetangganya, adek-adeknya tentang kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia.” Pesan Sumarsih.

Walaupun Aksi Kamisan tidak akan mengirimkan surat terbuka lagi kepada Presiden Republik Indonesia, tetapi Aksi Kamisan akan terus berlanjut. Aksi Kamisan tetap mendesak negara untuk memberi keadilan bagi seluruh korban, serta penghapusan impunitas kepada semua pelaku pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Teks: Jordan Gersson Salim

Foto: Alya Rahma Puspita

Kontributor: Alvin Arkananta

Pers Suara Mahasiswa UI 2024

Independen, Lugas, dan Berkualitas!