Muhammad Aidan, jurnalis Pers Suara Mahasiswa Universitas Indonesia (Suma UI), menjadi salah satu korban tindakan represif aparat saat meliput demonstrasi #TolakRevisiUUTNI di Gedung DPR RI pada Kamis (20/03) kemarin. Aidan mendapatkan banyak pukulan keras di bagian kepala sehingga kepalanya terluka parah dan mengalami kebocoran.
Tindakan represif aparat ini bermula dari keberhasilan massa aksi dalam menjebol pagar di kanan dan kiri gerbang utama Gedung DPR RI. Sebagaimana pengakuan seorang saksi mata kepada Suma UI, setelah upaya penjebolan pagar berhasil, massa aksi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI memimpin massa aksi lainnya untuk masuk ke pekarangan depan Gedung DPR RI. Awak media berada di tengah-tengah.
“Anak FISIP UI paling depan, terus [disusul] media dulu yang masuk, terus [disusul] anak UI yang lain. Media dikawal sama anak UI,” terang saksi mata tersebut.
Aidan juga menyatakan hal yang serupa, “Massa UI masuk terlebih dahulu dengan membentuk border. Posisi saya di tengah border tersebut.”
Melihat hal itu, para pasukan polisi yang sudah bersiap dengan perisai taktis dan tongkat pentungan segera maju menyerang para massa yang sukses masuk ke kawasan Gedung DPR RI. Serangan itu berlangsung ketika massa belum sempat melakukan aksi apapun.
Berdasarkan keterangan saksi mata, polisi berusaha memukul mundur massa dengan cara mendorong paksa mereka keluar. Dorongan itu membuat sejumlah massa aksi tersandung batu, lalu jatuh dan terinjak-injak. Tidak hanya itu, polisi juga melancarkan serangan berupa pukulan kepada sebagian massa aksi yang mengalami kesulitan untuk keluar.
"Mereka [aparat] langsung baris dari kiri ke kanan pakai tameng [dan] megang pentungan polisi. Langsung, [massa aksi] didorong [sehingga] ada yang kesandung batu, terus diinjak-injak orang. Ada [juga] yang gak bisa loncat gara-gara batunya tinggi, terus [mereka] dipukul-pukulin [aparat] tanpa ampun," ujar saksi mata.
Serangan tersebut membuat aksi menjadi ricuh. Menyadari kericuhan ini, Aidan pun berusaha untuk mengevakuasi dirinya. Sayangnya, Aidan mengalami kendala untuk keluar karena ia tersandung beton. Malangnya lagi, bukannya mendapatkan bantuan, Aidan justru menerima pukulan dari aparat.
Sebagai jurnalis Suma UI, Aidan melengkapi dirinya dengan tanda pengenal berupa kartu pers (press card) dan menggunakan kode busana (dress code) yang berbeda dengan massa aksi UI. Akan tetapi, hal itu tidak membuatnya terhindar dari serangan aparat.
“Saya mungkin terkena lebih dari 3 kali pukulan, mungkin bisa sampai 5 kali atau lebih. Saya lupa persisnya, tapi rasanya saat itu sangat banyak pukulan yang tepat mengenai bagian kepala saya,” pengakuan Aidan.
Awalnya, Aidan tidak menyadari bahwa kepalanya mengalami kebocoran karena pukulan-pukulan aparat tersebut. Akan tetapi, saat dia tidak sengaja memegang bagian rambutnya di sebelah kiri, tiba-tiba darah bercucuran di tangannya. Akhirnya, ia pun menyadari bahwa kepalanya telah terluka parah.
Aidan pun segera mencari pertolongan pertama. Dengan kesadaran penuh, ia melarikan diri ke tim medis yang berada di bagian belakang massa aksi. Sebagai pertolongan pertama, tim medis segera memerban luka di kepala Aidan, lalu membawanya ke ambulans untuk menerima pertolongan lebih lanjut di Rumah Sakit Pelni. Setelah perawatan di rumah sakit, Aidan langsung pulang ke rumah pada hari yang sama.
Sebagai reporter Suma UI, Aidan adalah bagian dari pers mahasiswa. Sesuai dengan Perjanjian Kerja Sama antara Dewan Pers dengan Dirjen Diktiristek Kemendikbudristek, maka Aidan berhak mendapatkan perlindungan saat menjalankan kegiatan jurnalistik.
Meskipun hanya bergerak di lingkup kampus, kegiatan jurnalistik pers mahasiswa masih merupakan bagian dari pilar demokrasi. Oleh karena itu, kekerasan terhadap kerja jurnalis pers mahasiswa juga termasuk sebagai pelanggaran serius terhadap kebebasan pers dan hak asasi manusia.
Dengan demikian, kami, segenap Pengurus dan Anggota Suma UI mengecam kekerasan yang terjadi pada Aidan. Kami juga mendesak pihak berwenang agar segera mengusut tuntas insiden ini dan menindak tegas para aparat yang terlibat. Hal ini menjadi penting demi memastikan perlindungan yang memadai bagi seluruh jurnalis kampus.
Pers Suara Mahasiswa UI 2025
Independen, Lugas, dan Berkualitas!