Jurnalisme Data: Seorang Jurnalis Perlu Skeptis dan Melangkah

Redaksi Suara Mahasiswa · 17 Januari 2022
3 menit

Sabtu (15/1/2022) tepatnya pukul 13.30 WIB, telah diselenggarakan Webinar melalui Zoom Meeting yang bertajuk “Memahami Pentingnya Jurnalisme Data sebagai Referensi Pembelajaran.” Webinar yang diselenggarakan oleh Kompas dan Suara Mahasiswa UI, menghadirkan dua pembicara yakni Robertus Mahatma Chrysna dari Litbang Harian Kompas dan Haryo Damardono selaku Wakil Redaktur Pelaksana Harian Kompas. Keduanya memaparkan masing-masing materi dengan dua materi utama, jurnalisme data dan kaidah jurnalisme.

Dalam webinar tersebut, terdapat satu pokok materi yang sangat urgen dan perlu dimiliki oleh seorang jurnalis—terlebih di era digital ini—yakni sikap skeptis. Berkembangnya teknologi dan dunia digital, membuat penyebaran informasi menjadi begitu masif, cepat, tapi tak selalu memuat fakta akurat. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam dunia jurnalistik akibat berkembangnya teknologi dan dunia digital adalah hoaks. Dalam menghadapi permasalahan tersebut, seorang jurnalis sebelum membuat sebuah tulisan perlu terlebih dahulu mencari dan melakukan verifikasi terhadap data-data yang didapat.

“Jurnalis harus skeptis, harus mempertanyakan banyak hal,” ujar Haryo. Lebih lanjut, Haryo menegaskan, selain sikap skeptis, seorang Jurnalis juga harus mau melangkah. “Melangkah itu gak cuma melangkah kaki ya. Ada juga melangkah jari atau apapun. Kenapa melangkah jari? Karena sekarang ada teman-teman jurnalis yang journey-nya lewat jari, misalnya crawling data sampai ngoding."

Di era digital sekarang, memang diperlukan bagi jurnalis untuk mengembangkan soft skill lainnya yang berkaitan dengan data digital. Terlebih di dunia digital, perbedaan seorang jurnalis dengan orang biasa makin tak kentara. “Sekarang orang punya laptop, punya kamera bisa berpikir mereka jurnalis, tapi nggak sesederhana itu. Jadi tanpa training tanpa dia tahu standar tulisan berita, tanpa punya dedikasi untuk mengungkap kebenaran, mereka bukan jurnalis."

Tak sampai di situ, era digital juga dianggap sebagai era disrupsi yang menjadi tantangan terbesar jurnalis di era sekarang. Mengutip dari Josep A. Schumpeter, seorang politisi Australia, mengatakan bahwa penghancuran terjadi ketika suatu inovasi menggantikan teknologi yang lebih tua atau suatu produk/jasa yang sudah ada. Kutipan tersebut diiyakan oleh Haryo dalam Webinar. Haryo menuturkan, ketika pertama kali ia bergabung dengan Kompas, Kompas masih menjadi satu-satunya media yang dibaca oleh semua orang. Sedikitnya media massa pada saat itu dan masih terbatasnya akses informasi membuat media cetak seolah menjadi kebenaran tunggal. Berbeda dengan era sekarang, dimana kini seorang jurnalis bukan lagi satu-satunya sumber informasi.

Tantangan lainnya yang diperoleh jurnalis, jika semula pekerjaan utama jurnalis adalah menyampaikan informasi dan mencerdaskan masyarakat, kini jurnalis mempunyai tugas baru: memberantas hoaks. Dalam pemberantasan hoaks, musuh terbesar jurnalis disebut produsen hoaks. “Emang ada produsen hoaks itu, ada orang yang dapat keuntungan dari pembuatan hoaks itu,” ujar Haryo.

Berkaca dari Kompas: Bagaimana Kita Menghadapi Hoaks?

Berkaca dari Kompas, dalam menghadapi permasalahan hoaks, Kompas mengusung sikap jurnalisme yang berkualitas, yang mana dalam setiap peliputan dan penyajian berita yang ditulis Kompas selalu setia terhadap amanat hati nurani rakyat serta teguh pada kode etik. “Setia terhadap amanat hati nurani rakyat, jadi apapun yang kami liput itu kami kembalikan kepada masyarakat. Tidak boleh menerima apapun dari narasumber,” ujar Haryo. Haryo menambahkan pula jika dirinya lebih baik tidak dapat berita daripada harus berbohong, “Saya lebih baik bilang ke editor kalau saya telat dibandingkan saya minta transkrip ke temen (cloning). Karena berbahaya, kalau saya buat berita ternyata salah, saya buat berita yang tidak benar, saya berbohong.”

Dalam menghadapi era digital saat ini, dimana platform berita bisa berganti, kepercayaan publik harus bisa untuk tetap dijaga. Seorang jurnalis saat ini bukan hanya berperan dalam mengungkap kebenaran saja, tetapi juga harus memiliki integritas yang tinggi serta bisa menyajikan konten yang berkualitas dan dapat dimaknai. Di samping faktor integritas yang tinggi yang perlu dimiliki oleh seorang jurnalis, jurnalisme data juga memiliki peran penting dalam pencegahan berita hoaks.

Jurnalisme data sendiri adalah kerja jurnalisme dengan memanfaatkan data sebagai sumber berita. Di tengah era persebaran informasi yang masif, membuat kita perlu untuk bisa memilah dan memilih informasi yang hadir di sekitar kita. Informasi yang hanya sekadar kita dapat bukanlah sebuah jurnalisme, informasi dapat kita peroleh dari mana saja, tetapi jurnalisme memerlukan disiplin, analisis, penjelasan, dan kontek. Tidak semua informasi yang kita dapat bisa menjadi sebuah berita, tetapi semua berita adalah bentuk dari informasi.

Dalam menjalankan jurnalisme data sendiri diperlukan adanya disiplin verifikasi, dengan adanya disiplin verifikasi ini jurnalisme dapat dipisahkan dari hiburan, propaganda, fiksi, atau seni. Dengan adanya jurnalisme data ini, diharapkan dapat mengembalikan jurnalis pada disiplin verifikasi dan mempertahankan kepercayaan publik kepada pers.

Teks: Giovanni Alvita D.
Foto: Istimewa
Editor: Nada Salsabila

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!