Kehadiran militer di ruang-ruang kampus menimbulkan suara protes karena dianggap sebagai bentuk intimidasi sekaligus pelanggaran terhadap kebebasan akademik. Demikian respons mahasiswa ketika mendapati keberadaan tentara berseragam dengan mobil dinasnya di tengah-tengah kegiatan Konsolidasi Nasional (Konsolnas) yang digelar di Pusat Kegiatan Mahasiswa Universitas Indonesia (Pusgiwa UI) pada Rabu (16/04) lalu.
Kedatangan TNI sekitar pukul 23.00 WIB mengejutkan para peserta Konsolnas. Acara tersebut dihadiri oleh perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari berbagai kampus juga organisasi mahasiswa lainnya dari seluruh Indonesia. Mereka berkumpul untuk berdiskusi, merumuskan sikap, serta mengonsolidasi gerakan mahasiswa terhadap berbagai isu kebangsaan. Meski tak ada interaksi langsung yang mengarah pada represifitas, kehadiran tentara tetap menimbulkan kecemasan dan kebingungan di kalangan mahasiswa.
‘Datang tak diundang atau memang ada yang undang?’, demikian yang tertulis pada unggahan poster di media sosial dengan memampangkan sosok Muhammad Faridz Adrian, Ketua BEM Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) 2025/2026, yang dilaporkan mengundang tentara ke Pusgiwa UI pada kegiatan Konsolnas. Menyikapi hal ini, Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) FIA UI mengundang Ikatan Keluarga Mahasiswa (IKM) FIA untuk menghadiri Forum Mahasiswa (Forma) dan menindaklanjuti aduan tersebut pada Rabu (23/04) di Kantin FIA, Cafe de FIA KITA.
Namun, forum tidak dihadiri oleh Faridz karena ia mengaku ingin fokus pada berlangsungnya Sidang Paripurna VI Kongres Mahasiswa UI yang diadakan pada pukul tujuh malam di hari yang sama. Sidang tersebut menghasilkan pernyataan resmi mengenai sikap IKM UI yang secara tegas menolak dan mengecam segala bentuk degradasi pergerakan mahasiswa. Baik terkait komersialisasi agenda perjuangan maupun upaya sistematis pihak tertentu untuk memecah belah solidaritas gerakan mahasiswa. Oleh karena itu, IKM UI menuntut adanya transparansi gerakan, pemutusan hubungan dengan TNI, serta pernyataan sikap resmi yang disampaikan seterbuka mungkin kepada seluruh IKM UI dan ditandatangani oleh seluruh lembaga eksekutif dan legislatif UI.
Di sisi lain, Forma FIA hanya menghadirkan Muhammad Faiz Alhaqqi selaku pelapor, juga Alvino Aryasena sebagai wakil ketua BEM FIA 2025/2026. Alvino menyatakan bahwa sebelumnya tidak terdapat komunikasi dari Faridz terkait permasalahan Konsolnas ini. Akibatnya, Forma pun dilanjutkan kembali pada keesokan harinya, Kamis (24/04).
BPM FIA selaku presidium memulai forum pada sekitar pukul 16.30 WIB di Kantin FIA yang telah disesaki banyak mahasiswa. Terlapor dan pelapor sama-sama diberikan ruang untuk bersuara. Seluruh IKM pun diperkenankan untuk mengajukan pertanyaan maupun pernyataan kepada terlapor dan pelapor.
Faridz mempertanyakan bukti yang diajukan pelapor karena hanya berupa foto yang menunjukkan interaksinya aparat. Dalam foto tersebut, Faridz tampak mengenakan almamater jaket kuning saat bertugas sebagai koordinator lapangan dalam Aksi Tolak RUU TNI sebelumnya. Faridz pun menjelaskan kronologi singkat terkait dugaan keterlibatannya dengan kedatangan tentara di kampus.
Pada kegiatan Konsolidasi Nasional tersebut, Faridz bertanggung jawab atas venue, yakni di Auditorium Pusgiwa Lama. Ia mengaku memang tak berkoordinasi dengan Chief Executive Meeting (CEM) UI, tetapi kedatangan TNI itu juga diketahui oleh penanggung jawab venue lainnya. Dalam forum mahasiswa ini, Faridz bersumpah bahwa ia tak pernah memberitahukan lokasi kegiatan. Tentara yang bersangkutan telah datang tepat di Pusgiwa karena diinformasikan oleh Bintara Pembina Desa (Babinsa) yang berkumpul di kampus pada pukul tiga sore.
“Flyer [poster undangan Konsolidasi Nasional] itu semuanya bukan privat, memang disebarluaskan. Dan satu lagi yang menguatkan ialah, [pada] jam tiga sore, Babinsa sudah datang di parkiran. Artinya, [undangan] yang di flyer itu sudah bertebaran di mana-mana,” jelas Faridz, membantah dugaan adanya undangan untuk TNI.
Namun, di kolom komentar berita kronologi masuknya tentara ke Kampus UI yang diunggah akun Instagram @pantauaparat pada Jumat (18/04) mengatakan sebaliknya. Kolonel Inf Iman Widhiarto selaku seorang Komandan Distrik Militer (Dandim) Depok, justru mengaku datang ke Kampus UI atas dasar undangan dan informasi dari mahasiswa berinisial F juga Kepala Bagian Keamanan berinisial AR. Sebagai penutup, Dandim tersebut menyatakan bahwa ia sangat terbuka untuk bersilaturahmi dan berdiskusi jika terdapat pihak-pihak yang masih menginginkan konfirmasi lebih lanjut.
Bertolak dari komentar tersebut, salah satu IKM FIA UI, Muhammad Naufal Jabarullah, mengaku telah melakukan investigasi sendiri pada sosok-sosok yang terlibat. Ia mengaku telah menemui Dandim yang bersangkutan, kemudian mendapatkan bukti berupa tangkapan layar yang berisikan pesan antara Faridz dengan Dandim. Pada tangkapan layar tersebut, Faridz tampak menawarkan kesempatan untuk ‘ngopi’ bersama Ketua BEM se-UI di malam yang sama dengan pelaksanaan Konsolidasi Nasional.
“Jadi, saya tidak bisa, saya tidak bisa dapat ss [screenshot]-an full [pesan]nya, saya cuma dapat yang itu.” Naufal mengkritik Faridz karena tidak mengaku bahwa ialah yang mengundang Dandim sedari awal. “Jadinya, sorry to say, ya. Mahasiswa seperti mendegradasikan integritasnya.”
Demi mencapai kata mufakat, presidium pun mengadakan pengambilan suara terkait bersalah atau tidaknya Faridz Adrian. Hal ini kemudian ditentang besar oleh sebagian IKM FIA selaku peserta Forma. Mereka menegaskan bahwa kebenaran itu berdasarkan pada fakta, bukan suara terbanyak.
Menanggapi segala kericuhan yang terjadi, Vito Jordan Ompusunggu sebagai bagian dari BEM FIA UI mengingatkan presidium untuk berfokus pada permasalahan yang diajukan pelapor. “Harus define dulu, permasalahannya apa di sini? Pelapor sudah dengan jelas menyampaikan tiga pokok permasalahan. Satu, apakah benar ada undangan resmi. Dua, jika benar, atas nama siapa undangan tersebut dilakukan. Dan ketiga, apakah keputusan mengundang aparat militer sudah melalui proses kolektif. Kenapa enggak ini yang disebutkan, yang dicari mufakatnya gitu, lho?”
Situasi di Bamen, Cafe de FIA KITA, kian memanas ketika Adila Rahmatushiva selaku Koordinator Kemahasiswaan BEM FIA UI angkat bicara. “Tapi, meskipun aku di koordinator BEM FIA UI, kalau kamu salah ya salah, kalau kamu benar ya benar. Dan, oleh sebab itu, aku, Arya, Radit, Qiel, Tia, dan juga Caca, enggak terima dan kecewa banget sama Faridz. Aku tahu manusia emang enggak mungkin kalau misalkan enggak ngelakuin kesalahan, tapi, dengan kesadaran hati nurani dan enggak ada paksaan dari pihak mana pun, kami para PI [Pengurus Inti] mau mengundurkan diri dari BEM.”
Pernyataan bahwa sebagian pengurus inti telah menandatangani surat pengunduran diri kemudian mengantarkan forum pada proses pengambilan suara. Para PI akan bertahan di BEM jika Faridz mundur dari jabatannya sebagai Ketua BEM FIA. Jika tidak, PI yang akan mengundurkan diri. “Mohon maaf, kita enggak bisa ngelanjutin kalau misalkan di BEM FIA masih sama Faridz karena kita udah enggak bisa sejalan,” putus Adila.
Walau ditentang beberapa staf dan Badan Pengurus Harian (BPH) BEM yang menganggap putusan tersebut tidak melibatkan koordinasi dengan BPH dan staf sebagai pihak yang terdampak dari ketiadaan PI dan ketua, pengambilan suara tetap dilangsungkan demi mencapai 50% + 1 sebagai syarat minimal sahnya suara. Akibatnya, kericuhan terjadi. Faridz dan sebagian mahasiswa lainnya mengajukan keberatan karena menganggap keputusan ini terlalu dipaksakan.
“Kenapa kalian maksa? Pikiran kita udah kacau, kita masih kasih solusi untuk menenangkan pikiran kita semua. Kenapa? Kenapa harus hari ini? Lu peduli suara IKM FIA, enggak? Semua suara IKM FIA itu berharga!” tegas Jordan.
Satpam FIA pun ikut turun tangan untuk membubarkan forum ketika beberapa peserta mulai memukul-mukul fasilitas kantin seperti meja. Keberatan lain turut dilayangkan pada presidium karena tidak ada kepastian jumlah peserta Forma sedari awal, mengingat jumlah peserta saat voting telah berkurang sejak dimulainya forum. “Saya tanya, jumlah peserta Forma berapa? Presidium tidak tahu jawab, tidak bisa jawab! Ini udah cacat, Presidium. Ini udah cacat! Ini order-an dari siapa?” tanya Faridz.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Yusuf selaku presidium menjelaskan bahwa jumlah 50% + 1 itu berdasarkan total, sehingga suara dari peserta forum yang tidak hadir hingga akhir dinyatakan abstain. Ia juga menuturkan bahwa, apabila terdapat keberatan terkait keputusan dari hasil Forma, mahasiswa tetap dapat mengajukan banding.
Namun, Jordan menanggapi ini sebagai suatu masalah pula karena banding tersebut diajukan pada BPM. “Ke siapa diajukan banding? BPM lagi? Kita mengajukan banding putusan BPM ke BPM lagi? Apakah BPM bisa mengubah keputusannya?”
Meski demikian, pada akhirnya, presidium menutup forum dengan hasil voting sebesar 64 suara IKM FIA yang setuju jika Faridz mundur dan para PI bertahan di BEM FIA UI.
Teks: Naswa Dwidayanti Khairunnisa
Editor: Dela Srilestari
Foto: Naswa Dwidayanti Khairunnisa
Desain: Naila Shafa Zarfani
Pers Suara Mahasiswa UI 2025
Independen, Lugas, dan Berkualitas!