Malapetaka Berulang di Perlintasan KRL UI, Masih Adakah yang Bisa Dilakukan?

Redaksi Suara Mahasiswa · 6 Februari 2022
6 menit

Seperti ritual tahunan, kecelakaan di perlintasan sebidang stasiun KRL kawasan UI kembali menelan korban. Awal tahun ini, malapetaka tersebut terjadi di lintasan rel kereta Pondok Cina sekitar pukul 13.00 WIB pada 20 Januari lalu. Korban merupakan salah satu mahasiswa UI yang hendak menyeberang dari arah kampus menuju arah Margonda. Diduga terburu-buru, Ia lalu menerobos palang yang sudah ditutup. Tak dinyana, korban langsung tertabrak KRL KA 1676 jurusan Jakarta-Bogor dan terseret sejauh 25 meter sampai di depan peron keberangkatan.

Dilansir dari wawancara Kompas bersama Mulyadi selaku Penjaga Jalan Lintasan (PJL), korban sedang dalam kondisi mengenakan earphone. Sehingga, tidak menghiraukan suara sirine kereta, tiupan peluit petugas serta sejumlah teriakan dari warga sekitar agar tidak menyeberang. Beberapa orang yang berada di sekitar lokasi kejadian menuturkan bahwa kejadian tersebut berlangsung cepat dengan sedikit saksi mata. Kendati petugas penjaga juga sudah memberikan isyarat tangan, namun tragedi tersebut tetap gagal dicegah karena korban diduga tidak terlalu memperhatikan kanan-kiri perlintasan maupun situasi sekitarnya.

Kronik Tragedi Kecelakaan yang Terjadi di Perlintasan KRL Kawasan UI

2021

Mayat pria ditemukan pada Jumat (17/09) yang diduga terserempet Commuter Line di perlintasan KRL Barel. Ditemukan pagi hari oleh warga sekitar dengan darah yang sudah mengering. Diperkirakan korban sudah tertabrak dari satu hari sebelumnya, yakni Kamis (16/09) dan baru ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa keesokan harinya.

2018

Seorang pengendara motor berusia 48 tahun tertabrak ketika menyeberang di perlintasan rel Pondok Cina. Dilansir dari Kompas, peristiwa ini terjadi sekitar pukul 08.50 WIB. Kecelakaan tersebut sempat mengakibatkan perjalanan KRL di Stasiun Pondok Cina tertunda selama 15 menit dikarenakan adanya proses evakuasi untuk memindahkan sepeda motor yang masuk ke kolong kereta.

2013

Pukul 07.30 pagi hari pertengahan April tahun 2013 silam, seorang mahasiswa UI tertabrak kereta di stasiun Pondok Cina dengan sebab yang kurang lebih sama dengan kecelakaan yang dialami korban mahasiswa UI tahun ini (20/01), yakni keduanya menerobos palang kereta karena tidak menduga kereta akan datang dari dua arah. Korban mengira KRL dari arah Bogor sudah lewat sehingga jalur aman untuk dilintasi, namun saat itu pula kereta dari arah Jakarta melintas cepat.

2009

Pukul 08.30 WIB seorang mahasiswa UI tertabrak KRL di perlintasan rel Stasiun Pondok Cina. Mayatnya ditemukan tergeletak di sebelah barat jalur dua sekitar 25 meter dari Stasiun Pondok Cina, Depok.

2006

Kamis pagi sekitar pukul 08.10 WIB, mahasiswa FIK UI tertabrak KRL di jalan tembus FKM-Margonda. Korban datang dari arah Gg. Senggol menuju kampus. Diduga terburu-buru, korban tertabrak kereta ekspres pakuan Jakarta-Bogor.

2000

Diperkirakan pukul 20.00 WIB (24/06), seorang mahasiswa FKM UI yang sedang melintas di jalan tembus FKM (Gg. Senggol) tertabrak KRL dari arah Jakarta.

Sering Terjadi, Apa Penyebabnya dan Bagaimana Cara Mencegahnya?

Menurut pengakuan sejumlah mahasiswa dan masyarakat, perilaku tidak aman yakni nekat menerobos palang merupakan tindakan berbahaya paling signifikan yang dapat menyebabkan kecelakaan terjadi. Namun, perilaku ini memang sering dilakukan baik pejalan kaki maupun pengendara motor yang melintas di penyeberangan rel Pondok Cina. Kendati sirine tanda kereta akan melintas telah berbunyi, palang sudah ditutup, pun disertai rambu-rambu peringatan untuk berhenti sejenak, namun tetap tidak sedikit penyeberang yang abai terhadap rambu keselamatan tersebut. Memang banyak yang berhasil lolos, namun sebagian lainnya kurang beruntung dan tidak berhasil menghindari kecelakaan.

Melalui wawancara dengan Suara Mahasiswa UI, Deni, pedagang pisang coklat yang sudah cukup lama berjualan di area stasiun Pondok Cina mengutarakan keresahannya tentang para penyeberang lintasan kereta yang suka menerobos palang.

"Lumayan sering saya lihat orang-orang yang menyeberang di sini ketika palang sudah tertutup dan sirine sudah berbunyi masih saja memaksa untuk lewat,” keluh Deni kepada Reporter Suma UI, Rabu (26/01).

Penyeberang jalan berdiri di depan palang kereta (Foto: M. Faiz Mudrika)

Selain perilaku tidak taat, perilaku tidak hati-hati seperti terburu-buru, melamun, tidak memperhatikan kiri-kanan, menggunakan perangkat telinga (earphone, headset, iPod, dsb.) dan bermain ponsel.

“Dia cuma memperhatikan sisi dari kereta ekonomi Bogor saja. Yang dari arah Jakarta ga dia perhatiin. Mungkin dia kurang hati-hati, maksudnya tidak lihat kiri-kanan saat menyeberang, terlalu terburu-buru juga,” terang salah satu informan dari wawancara yang dilakukan Anggun Permatasari, mahasiswa FKM UI yang melakukan penelitian investigasi terhadap kecelakaan KRL di UI tahun 2009.

Dari kasus-kasus tersebut, dapat dikatakan bahwa faktor ketaatan dan kehati-hatian memegang peranan penting. Terlebih di Stasiun Pocin yang sering ramai dengan tingkat lalu lintas kereta yang tinggi, pengguna jalan sering kali tidak mengindahkan sirine maupun seruan petugas.

Stasiun Pondok Cina (Foto: Mikail Arya)

Selain karena sikap tidak taat, kondisi tidak aman juga turut dikeluhkan berbagai pihak. Misalnya celah palang kereta yang tidak menutup seluruh badan jalan. Celah palang tersebut terdapat pada palang yang berada di depan gerbang UI menuju Pocin. Sehingga pejalan kaki bahkan pengendara motor sekalipun dapat dengan mudah menyeberang meski kereta akan segera melintas.

Ghofara, mahasiswa UI yang sehari-hari melewati lintasan rel Stasiun Pocin, beranggapan bahwa meskipun bukan faktor utama, celah palang ini nyatanya memfasilitasi ketidaktaatan pejalan kaki dan pengendara motor yang hobi menerobos.

“Permasalahan di sini kan sebenarnya terjadi karena ada ruang yang tidak tertutup secara sempurna oleh palang jadi para pengendara dan pejalan kaki yang membandel seringkali tanpa pikir panjang lewat walaupun palangnya sudah ditutup.” Ujar Ghofar.

Namun demikian, menanggapi keluhan tersebut Humas KAI, Eva Chairunnisa menjelaskan bahwa sesuai peraturan Kementerian Perhubungan, palang kereta api perlu memiliki panjang yang sama di seluruh perlintasan sebidang.

“Panjang palang kereta api itu semuanya sama, sudah sesuai aturan,” jelasnya pada Suara Mahasiswa UI saat dihubungi di ruang telekonferensi Zoom.

Menurut Eva, kesadaran masyarakat lebih penting daripada palang kereta karena palang yang tertutup masih bisa diterobos pengguna jalan dengan cara diangkat atau menunduk lewat bawah palang.

“Artinya kita mau memalang sampai ujung ke ujung kalau dia tidak bisa mengindahkan aturan, dia akan tetap bisa ngelos lewat bawah, ya kan? Bahkan banyak, kan kalau kita lihat di media sosial, palang sudah tertutup diangkat,” tegas Eva.

Sementara itu, terbatasnya visibilitas bagi para penyeberang rel dari arah UI juga menjadi faktor tambahan yang tidak bisa dihiraukan. Menurut Risyad, mahasiswa UI yang pernah tinggal Indekos di Barel terbatasnya visibilitas bagi para penyeberang rel tersebut dikarenakan pagar bangunan PLK (Pengamanan Lingkungan Kampus).

“Kalau di Pocin dari arah UI mau ke Margonda sama sekali gak bisa ngeliat dari arah Jakarta karena ketutupan oleh gedung PLK dan visibilitas penyeberang jadi sangat terbatas,” tutur Risyad.

Keterbatasan visibilitas karena adanya pagar dari bangunan PLK juga ditambah dengan lengkungan jalur pada rel kereta dari arah stasiun UI. Kondisi jalur ini dibenarkan oleh Humas KAI. Menurutnya untuk mengantisipasi hal tersebut sudah ada bunyi sirine dan palang penutup.

“Ya makanya harus diikuti itu aturannya karena kan ada lengkung kenapa dia (sirine) harus terus berbunyi sementara kereta belum lewat, karena memang belum bisa terlihat, karena posisinya lengkung,” jelas Eva.

Bagaimana dengan Barel?

Barel adalah penyeberangan rel liar di kawasan UI. Dikatakan liar karena tidak memiliki izin resmi, tidak ada petugas, dan palang kereta yang memadai. Meskipun masih ada mahasiswa yang lalu lalang di perlintasan Barel, semenjak pandemi sudah tidak ada lagi yang menjaga palang kereta disana.

Mengenai keamanan Barel, Eva mengatakan bahwa penyeberangan di Barel merupakan perlintasan liar sehingga KAI tidak bertanggung jawab dan tidak bisa memberikan rambu-rambu keselamatan.

“Karena jika kami memberikan rambu itu artinya kami memang membenarkan adanya perlintasan tersebut, karena itu memang ilegal,” ujar Eva.

Barel tanpa Penjaga Palang (Foto: M. Faiz Mudrika)

Meski ada protes masyarakat, KAI berharap perlintasan liar Barel tersebut ditutup. Meskipun demikian, Eva mengatakan KAI tetap menyerahkan tindak lanjut kebijakan Barel tersebut kepada pemerintah kota maupun pihak UI.

Berbeda dengan Eva yang berharap perlintasan barel tersebut ditutup, sejumlah mahasiswa merasakan dilema terhadap penggantian perlintasan sebidang seperti Barel dengan JPO. Hal ini karena berkaca dari JPO Stasiun UI yang menanjak terlalu tinggi dan curam sehingga pengguna jalan merasa sangat kelelahan untuk menyeberang, terutama Ibu hamil dan lansia.

“Jelas jembatan aborsi aman tapi posisinya tinggi dan bikin capek, dan kenapa bisa diberi nama aborsi karena kabarnya ibu hamil yang lewat situ bakal ke aborsi karena terlalu tinggi,” terang Risyad.

Manakah Solusi Terbaik?

Untuk mengantisipasi potensi kecelakaan lainnya, Risyad menyarankan agar UI menambahkan rambu keamanan baik di stasiun Pondok Cina maupun Barel. Misalnya sinyal perlintasan, merekrut penjaga palang tetap di Barel serta membuat sistem terpadu agar sistem keselamatan penyeberangan di Barel dapat terhubung langsung dengan pos di depan Stasiun Pocin.

“Menurut gue UI bisa secara langsung sumbangan berupa upgrade sinyal perlintasan untuk memberikan informasi mengenai kereta yang akan lewat dalam bentuk lampu-lampu yang akan menandakan kereta yang lewat dari dua arah, baik Jakarta ataupun Bogor.  Lalu, UI juga bisa memodifikasi pagar PLK agar tidak menutupi visibilitas dari para penyeberang jalan akan kereta yang melintas dari arah Jakarta,” Jelas Risyad.

Selain Risyad, Eva selaku Humas KAI juga terus menekankan pentingnya kesadaran masyarakat akan keselamatan perlintasaan untuk menaati rambu-rambu yang ada, seperti tidak menyeberang sampai bunyi sirine berhenti dan palang kembali naik. Himbauan ini tidak hanya berlaku untuk mahasiswa maupun sivitas UI, melainkan juga untuk pengguna perlintasan rel khususnya perlintasan Stasiun Pocin. Ia juga menambahkan harapan untuk kedepannya, perlintasan rel Stasiun Pocin bisa dibangun underpass atau flyover agar keamanan pengguna perlintasan rel lebih terjamin.

“sebenarnya kita ingin perlintasan itu ditutup karena memang cukup rawan. Meskipun ada yang jaga karena memang penjaga itu diperuntukkan menjaga keamanan perjalanan KA. Karena dengan ini (JPO/Underpass/Flyover) lalu lintas akan lebih aman lagi,” pungkasnya.

Teks: M. Akhtar, Dian Amalia, Luthfi Sadra, Wahyu Nurul

Foto: Mikail Arya Junivco Martin

Editor: Syifa Nadia

Pers Suara Mahasiswa UI
Independen, Lugas, dan Berkualitas!