Kemenangan Kecil Mahasiswa: Berhasil Masuk Gedung PAUI, Meski Rektor Mangkir Lagi

Redaksi Suara Mahasiswa · 3 September 2023
6 menit

Badan Eksekutif Mahasiswa se-Universitas Indonesia (BEM se-UI) telah menyelenggarakan sebuah aksi massa di Gedung Pusat Administrasi Universitas Indonesia (PAUI) pada Kamis (31/8), dengan bertajuk “PR UI Masih Banyak”. Aksi massa ini menyampaikan empat tuntutan yaitu penuntasan kasus Akseyna, transparansi Biaya Operasional Pendidikan (BOP), pengadaan fasilitas kampus yang sebanding dengan kenaikan BOP, serta pendanaan dan pemfasilitasan terhadap Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UI.

Massa aksi memulai aksi dengan berjalan beriringan dari titik kumpul di Lapangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI menuju PAUI. Sambil memimpin massa aksi, koordinator serta orator dari atas mobil komando memutarkan berbagai lagu pergerakan melalui pengeras suara. Massa aksi pun menampilkan berbagai spanduk dan poster yang berisikan tuntutan-tuntutan mereka.

Saat melintasi Tugu Makara UI, massa aksi menjalankan aksi simbolik yaitu pemasangan kain hitam pada Tugu Makara UI yang melambangkan kekecewaan terhadap UI. Selain itu, perwakilan BEM se-UI juga membentangkan sebuah spanduk besar bertuliskan “Kampus tutup mata, Satgas menderita. Korban lapor siapa?” tepat di bawah tugu tersebut. Setelah aksi simbolik selesai, massa aksi melanjutkan perjalanan menuju titik aksi. Dalam perjalanan itu pula, Ketua BEM UI 2023, Melki Sedek Huang, sesekali terlihat beradu argumen dengan beberapa PLK.

Dihalang-Halangi, Bentrokan Pun Terjadi

Setibanya di depan Gedung PAUI, sepasang palang besi melintang di depan lapangan Gedung PAUI dengan para PLK yang berjaga di sekitarnya. Menyadari hal tersebut, perwakilan BEM se-UI yang berada di mobil komando pun meneriakkan kemarahan dan kekecewaan mereka atas keberadaan palang tersebut sebagai sikap kampus yang secara tidak langsung menolak kehadiran para mahasiswanya sendiri untuk duduk bersama dalam menyelesaikan permasalahan kampus.

Melki Sedek Huang (Ketua BEM UI) bernegosiasi dengan salah satu PLK dan mempertanyakan alasan di balik penutupan akses masuk ke Gedung PAUI. Akan tetapi, pihak PLK hanya memperingatkan bahwa segala bentuk kerusakan akibat dari aksi tersebut akan direkam dan diselesaikan sesuai hukum yang berlaku.

Mendengar itu, Melki berujar, “Aturan dari mana? Jangan ajari kami sesuatu yang kami sudah paham! Anda digaji dengan duit mahasiswa, (maka) Anda harus berpihak (pada aksi) hari ini juga! Ini semua takut sama Rektorat atau bagaimana?”

Oleh karena tidak kunjung menemukan titik temu, sejumlah massa aksi mencoba membuka paksa palang tersebut dengan mendorong-dorong dan menendang-nendangnya. Setelah sekian banyak percobaan, para massa aksi berhasil membuka palang besi tersebut.

Hampir seluruh massa aksi langsung berlari memasuki halaman Gedung PAUI, kemudian mobil komando masuk dan berhenti tepat di depan Gedung PAUI. Berbagai orasi dan puisi dibacakan untuk menyuarakan keluh-kesah dan tuntutan-tuntutan para mahasiswa.

Sudah 45 menit berlalu, tak satu pun petinggi UI termasuk Rektor UI yakni Ari Kuncoro yang datang untuk mendengarkan tuntutan-tuntutan massa aksi. Massa yang telah emosi memaksa masuk Gedung PAUI untuk secara langsung menemui Ari Kuncoro.

Aksi dorong-mendorong dan tarik-menarik antara PLK dan massa aksi pun tidak dapat terhindar. Alhasil, pintu masuk PAUI yang terbuat dari kaca itu pecah dan mengakibatkan Ketua BEM UI, Melki, terluka.

“Gua doang (yang terluka). Udah, Ketua BEM-nya doang. Enggak ada PLK (menjadi) korban. Jadi, yang benar, apa? Bukan bentrokan, kan? Kita yang dibenturin sama PLK, kan?” ujar Melki saat diwawancarai.

Selanjutnya, Rafka (Ketua BEM FISIP UI) dan Janitra (Ketua BEM FEB UI) mencoba bernegosiasi dengan beberapa PLK agar para Ketua BEM se-UI diizinkan masuk ke Gedung PAUI untuk bersama-sama bernegosiasi dengan pihak Direktorat Kemahasiswaan (Dirmawa) UI. Negosiasi tersebut dilakukan untuk meminta izin kepada Dirmawa agar seluruh massa aksi diperbolehkan masuk ke Gedung PAUI untuk menunggu kehadiran Ari Kuncoro.

“Kita harus masuk (Gedung PAUI) untuk berkomunikasi, kan? Kalau enggak masuk, gimana komunikasi? Kita kan udah minta, sampai 18.15, silakan keluar perwakilan. Enggak ada (yang keluar). Ya, udah, masuk. Kan udah kesepakatannya, kan itu kesepakatannya,” tutur Melki.

Sekali Lagi, Rektor UI Tidak Hadir

Setelah negosiasi berjalan cukup alot, kesepakatan didapat dengan diperbolehkannya massa aksi masuk ke dalam gedung PAUI. Massa aksi yang sudah diperbolehkan untuk masuk ke dalam gedung PAUI segera diarahkan untuk duduk sembari menunggu kedatangan pimpinan UI. Sayang, setelah menunggu cukup lama, massa aksi harus dikecewakan dengan tidak hadirnya Rektor UI dan digantikan oleh perwakilan Dirmawa UI yaitu Badrul Munir dan Sudibyo.

Setelahnya, Rafka dan Wien Muhammad Fathiaturrizqi (Ketua BEM Vokasi UI) membacakan Rilis Sikap Aliansi BEM Se-UI yang ditujukan kepada Rektor UI beserta jajarannya dan didengarkan oleh perwakilan Dirmawa UI.

“Aliansi BEM Se-UI menuntut Rektor UI beserta jajarannya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan berikut ini. Satu, menuntut transparansi dan rasionalisasi perubahan Biaya Operasional Pendidikan atau BOP. Kedua, mewujudkan UI sebagai ruang aman anti kekerasan seksual,” tegas Rafka.

“Ketiga, menuntut UI untuk memberikan jaminan keadilan dalam kasus Akseyna dan kasus-kasus serupa dan memperbaiki birokrasi peminjaman fasilitas di UI serta aksesibilitas untuk kaum disabilitas.” Pungkas Wien.

Munir selaku Direktur Kemahasiswaan UI menerima rilis sikap dan memberikan tanggapannya. “Tentunya kita akan berusaha sebaik mungkin, dari power yang saya miliki, saya yakin kita bisa untuk memaksimalkan apa yang menjadi tuntutan dan juga menjadi kebutuhan mahasiswa UI seutuhnya,” ujar Munir.

Munir juga mengungkapkan harapannya agar kedepannya tidak ada lagi muncul kasus dan korban, baik itu korban nyawa seperti kasus Akseyna, kasus kekerasan seksual, dan kasus perundungan. Ia juga mengatakan bahwa ia menghargai aksi yang dilakukan hari itu.

Ia menambahkan bahwa Dirmawa akan menyampaikan pesan-pesan yang disuarakan oleh massa aksi kepada pimpinan UI. Munir mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak aksi seperti Aliansi BEM Se-UI dan UPT PLK UI dan sepakat bahwa perlu adanya perbaikan dan perubahan peraturan menyesuaikan kondisi UI terkini. “Mudah-mudahan kita tetap berteman, karena semua sekali lagi kita ingin yang terbaik buat UI,” pungkas Munir.

Setelah Munir selesai memberikan tanggapan, satu persatu pertanyaan muncul dari massa aksi. Mayoritas mempertanyakan kapan mereka dapat menemui Rektor UI. Dengan singkat Munir menanggapi “Akan saya sampaikan.”

Ruangan lobi PAUI segera dipenuhi oleh gemuruh keluhan massa aksi yang terus mempertanyakan kapan tuntutan mereka akan disampaikan dan kapan mereka bisa bertemu dengan Rektor UI. Mereka lalu menyamakan Rektor UI dengan istilah mahasiswa yang main tinggal (matil) tanggung jawab karena hingga kini tidak mau menanggapi tuntutan dan keluhan mahasiswa UI.

“Jadi Pak Munir sudah tiga tahun jadi tamengnya Ari Kuncoro,” ucap Melki. “Apa gak capek, Pak?” saut salah satu massa aksi dan diikuti oleh massa aksi lainnya.

Dibyo memberikan tanggapan usai gemuruh suara massa aksi selesai. “Kita ini bukan jadi tameng Rektor, tidak, bukan ya,” tegas Dibyo. “... sehingga besok kami akan berusaha menemui Pak Rektor, tapi juga apakah besok beliau ada di kantor? sehingga kami juga tidak tahu. Tapi paling tidak aspirasi kawan-kawan ini coba kami sampaikan,” lanjutnya.
Dibyo menambahkan bahwa ia mengerti keresahan mahasiswa yang sudah menunggu sangat lama untuk Rektor UI memberikan tanggapan terhadap tuntutan yang selalu dibawa dalam setiap aksi. Dibyo mengatakan bahwa dengan adanya forum diskusi saat itu, Dirmawa akan mencoba melobi Rektor untuk menyampaikan pernyataan tuntutan mahasiswa.

Pertanyaan kembali muncul dari salah satu massa aksi mengenai respon jajaran Rektorat UI terhadap tuntutan mahasiswa dan permasalahan yang ada di UI. Munir memulai tanggapannya dengan menjelaskan kondisi UI dan Satgas PPKS UI. Ia menjelaskan bahwa terdapat pengurangan dana sebelum Satgas PPKS UI terbentuk sehingga belum ada alokasi dana untuk unit UI yang ada.

“Satgas itu muncul, ditetapkan di November, itu anggaran sudah set (diatur) di tahun berikutnya memang semua unit fokus pada pengurangan tadi. Nah, baru kemudian di bulan Juli kemarin, ada masa revisi, pas kebetulan Satgas menyampaikan pengumuman penghentian sementara laporan karena anggaran yang tidak ada,” tutur Munir.

Ia menjelaskan bahwa koordinasi antara tiap unit UI tetap berjalan dan Rektor UI telah menginstruksikan mengenai perbaikan kesalahan yang berkaitan dengan Satgas PPKS melalui Sekretariat Universitas yang bertanggung jawab dan berkoordinasi dengan Satgas PPKS UI. Munir juga melanjutkan dengan menjelaskan isu mahal nya BOP.

Ia menjelaskan bahwa pihak Dirmawa mencoba untuk meminimalkan dampak biaya pendidikan yang tinggi dengan adanya prinsip berkeadilan. Ia menambahkan bahwa ada keterkejutan dari pimpinan maupun tim evaluasi tiap fakultas menghadapi sistem baru biaya pendidikan. Ia menjelaskan bahwa Dirmawa juga terus menggencarkan adanya beasiswa bagi mahasiswa UI.

Melki segera menanggapi pernyataan Munir. Ia mengatakan bahwa harapan mahasiswa adalah mendengar penjelasan langsung dari Rektor UI sendiri.

“Tiga tahun kita ingin Pak Rektor menyampaikan hal tersebut, kalau tadi yang dibanggakan ada soal Satgas PPKS dan sebagainya masa Satgas PPKS harus diributin mahasiswa dulu baru mulai beroperasi kembali?” ujar Melki.

Bare minimum-nya adalah Satgas PPKS itu terus terlaksana programnya karena ada support kampus tanpa harus diingatkan. Kedua, kalau soal BOP, SNBP mungkin banyak keluhan, SNBT begini, Simak begini. Menurut saya itu bukan menjadi alasan, Pak. Itu bukti malah,” tegas Melki. Ia menegaskan bahwa perlu adanya transparansi dan rasionalisasi sehingga mahasiswa tahu kemana arah biaya pendidikan mengalir.

“Besok Pak Munir dan Pak Dibyo berjanji untuk ketemu rektor menyampaikan aspirasi kita, kita minta satu minggu pak, satu minggu hasilnya apa. Kalau satu minggu tidak ada hasilnya, teman-teman kita aksi lagi dua minggu lagi,” ucap Melki menutup audiensi.

“Hari ini, sebenarnya, ada kemenangan kecil karena setelah tiga tahun, akhirnya, kita berhasil masuk ke gedung ini (rektorat). Itu, cuma itu, loh. Se-simple itulah harapan kita sebenarnya. Se-simple itu aja. Itu kemenangan kecil. Jadi, ke depannya, harus ada kemenangan yang lebih besar: kita ketemu sama Rektornya. Gitu.” Pungkas Melki di akhir wawancara.

Teks: Jesica Dominiq M., Aulia Arsa A.

Foto: Aulia Arsa A., Jesica Dominiq M.

Kontributor: Intan S., Nada A.

Editor: M. Rifaldy Zelan

Pers Suara Mahasiswa UI 2023

Independen, Lugas, dan Berkualitas!