Kenal Lebih Dekat Balon Dekan FPsikologi UI: Bagaimana Psikologi Kini dan Nanti?

Redaksi Suara Mahasiswa · 21 Oktober 2021
8 menit

Telah diadakan Pemaparan Visi-Misi oleh Bakal Calon Dekan Fakultas Psikologi UI pada Rabu (20/10) melalui platform Zoom. Terdapat enam bakal calon Dekan yang diusung dalam pemilihan kali ini, empat di antaranya merupakan pengajar di Fakultas Psikologi UI, satu di antaranya berlatar belakang kepolisian, yakni Dr. Rinny Wowor, sementara satu di antaranya lagi merupakan purnawirawan perwira tinggi TNI-AD, yakni Dr. Eri Radityawara Hidayat, MBA, MHRMC. Berikut nama-nama bakal calon Dekan Fakultas Psikologi UI periode 2022-2026:

1) Dr. Dyah T. Indirasari, S.Psi., M.A., Psikolog;

2) Prof. Dr. Elizabeth Kristi Poerwandari, M.Hum., Psikolog;

3) Dr. Bagus Takwin, M.Hum;

4) Dr. Eri Radityawara Hidayat, MBA, MHRMC;

5) Dr. Rinny Wowor, dan;

6) Dr. Endang Parahyanti, MM. M.Psi, Psikolog;

Acara ini dimoderatori oleh Rendi Alhial selaku Sekjen ILUNI Fakultas Psikologi UI. Sesi awal dibuka dengan pemaparan visi dan misi dari para bakal calon Dekan, kemudian dilanjutkan oleh sesi tanya-jawab secara terbuka kepada forum.

Visi dan Misi Bakal Calon Dekan

Bakal Calon Dekan pertama, Bagus Takwin, memiliki visi, “Pada tahun 2025, Fakultas Psikologi UI diakui secara global sebagai fakultas yang terintegrasi, inovasi, berdaya saing internasional, mengakar kuat dalam semua aspek pembangunan Indonesia, dan berkomitmen untuk melayani masyarakat yang beragam di wilayah Indonesia dan sekitarnya”. Misi yang diusungnya adalah, “Memajukan pendidikan dan menciptakan pengetahuan di bidang psikologi melalui keunggulan dalam pengajaran, penelitian, inovasi, pengabdian masyarakat, kepemimpinan intelektual, dan penjangkauan untuk mendukung pembangunan inklusif di wilayah indonesia dan sekitarnya”.

Sementara itu, Bakal Calon Dekan, Eri Hidayat, memiliki visi “Menjadi fakultas psikologi unggulan yang merdeka dan masuk dalam peringkat 5 besar di Asia Tenggara (dalam QS Worlds Ranking dalam bidang Psikologi) dalam bidang pengembangan keilmuan dan seterusnya”. Sementara itu, ia menganggap keempat misi Fakultas Psikologi UI yang saat ini ditetapkan sudah baik, kendati demikian ia mengubah misi yang kedua, yaitu 2) mengembangkan riset psikologi berorientasi pada perkotaan, lintas budaya dan perubahan iklim; dan menambah satu misi baru yaitu: 5) menciptakan Smart Campus melalui sistem pembelajaran yang difasilitasi oleh Teknologi Informasi (TI). Eri menilai, hingga saat ini, masih sangat sedikit ilmuwan maupun praktisi psikologi yang mau menaruh perhatian di bidang perubahan iklim.

Bakal Calon Dekan yang juga seorang Guru Besar Fakultas Psikologi UI, Prof. Dr. Kristi Poerwandari, memandang visi dan misi yang dimiliki oleh UI dan Fakultas Psikologi UI perlu dilihat dalam konteks hidup yang diperantarai oleh internet dan teknologi tinggi.

Untuk itu, Kristi mengusulkan beberapa rencana strategis, antara lain, 1) mendukung UI sebagai universitas kelas dunia untuk terus mempertahankan dan meningkatkan peringkatnya; 2) meningkatkan kolaborasi saling menguatkan secara nasional dan internasional dengan mitra; 3) mendukung kebijakan dan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi; 4) menguatkan Kelompok Riset dan Laboratorium agar dapat menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi secara maksimal dalam mendukung visi dan misi fakultas dan UI; 5) memastikan peran Fakultas Psikologi UI dalam menghadirkan relevansi dari psikologi di Indonesia merespon berbagai persoalan dan tantangan masyarakat jaringan; 6) memberikan dukungan aktif untuk menciptakan suasana aman di kampus, serta penanganan persoalan kesehatan mental mahasiswa dan sivitas akademika melalui koordinasi kerja dan penguatan kapasitas lembaga-lembaga di UI, serta; 7) memperkuat soliditas, kesepahaman internal, serta kerja sama saling menguatkan di kalangan sivitas akademika mengenai nilai, visi-misi fakultas serta program kerjanya.

Kemudian, Endang Parahyanti mengusung visi “Menjadi unggulan tingkat Asia Tenggara dan terdepan dalam menjembatani keilmuan psikologi untuk penyelesaian permasalahan masyarakat, berorientasi pada kepentingan bangsa, menjunjung tinggi keberagaman, adaptif terhadap perubahan, dan mengedepankan sifat professional”. Dengan motto “Internally Solid and Synergized, Externally Competitive and Impactful”, Endang memiliki misi untuk mengembangkan program psikologi yang bermutu, aplikatif, inovatif, profesional, kolaboratif, dan berstandar internasional sehingga menghasilkan lulusan yang kompeten, berintegritas, serta kompetitif untuk tingkat nasional maupun global; mempersiapkan ekosistem riset yang efektif dan efisien; mengaplikasikan keilmuan psikologi untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat dan menciptakan lingkungan kampus yang solid dan sinergis dengan seluruh sivitas akademika.

Bakal Calon selanjutnya, Dyah Indirasari, mengajukan sebuah visi, yakni “Bersama mewujudkan Fakultas Psikologi UI sebagai pusat unggulan di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang berkualitas dan memiliki daya saing di tingkat internasional”. Berdasarkan visi tersebut, Ira mengajukan tujuh misi, yaitu 1) menciptakan tata pamong dan tata kelola yang mencerminkan good governance dan mendukung proses penjaminan mutu; 2) menyelenggarakan kegiatan Tri Dharma yang menghasilkan luaran yang berkualitas dan dapat memberikan sumbangan bagi kesejahteraan bangsa; 3) menghasilkan lulusan yang memiliki sikap, pengetahuan, cara berpikir, dan kemampuan yang dapat bersaing di tingkat internasional; 4) mewujudkan Fakultas Psikologi UI sebagai pusat ilmu psikologi yang memiliki kekhususan dan daya jual; 5) menciptakan suasana akademik yang dapat mendukung terjadinya kolaborasi dan peningkatan kepakaran akademik; 6) menjalin berbagai kerja sama yang dapat mendukung kegiatan Tri Dharma; 7) memanfaatkan kemajuan teknologi di era digital dalam pencapaian tujuan.

Selanjutnya, Dr. Rinny Wowor menyampaikan visinya, yaitu “Menjadikan Fakultas Psikologi UI sebagai sarana untuk mengembangkan SDM yang kompeten, tangguh, tumbuh, dan memiliki rasa kebangsaan (nasionalisme) yang tinggi”.Adapun, visi yang diajukan oleh Rinny adalah 1) menjadikan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia sebagai salah satu barometer fakultas terbaik di seluruh Indonesia dalam berbagai aspek; 2) mengaktualisasi talenta tenaga didik Fakultas Psikologi UI.

Pandangan atas Transformasi Research-Based University Menjadi Entrepreneurial University

Panitia Seleksi Calon Dekan (PSCD) memilih beberapa pertanyaan yang muncul dalam kolom chat Zoom untuk diajukan kepada Bakal Calon Dekan. Salah satu pertanyaan yang terpilih adalah, “Bagaimana rencana para balon mewujudkan kegiatan akademik di FPsi sejalan dengan UI yang bertransformasi dari research university menjadi entrepreneurial university?”

Menanggapi pertanyaan ini, Dyah Indirasari atau yang biasa dipanggil Ira berkata, “Salah satu ciri dari entrepreneur university ini adalah selain kemudian kita mendukung adanya kewirausahaan, kewirausahaan yang dihasilkan ini akan lebih baik jika based on research. Apabila hal ini dilakukan, dari segi penelitian dan pengabdian masyarakat bisa dikemas sedemikian rupa sehingga ini mendukung area-area perkembangan khususnya dalam konteks entrepreneurial.”

Lebih lanjut, Ira menekankan bahwa universitas perlu bersikap terbuka terhadap bentuk kerja sama yang memungkinkan mahasiswa untuk belajar. Kerja sama yang dibangun tidak hanya dengan industri, tetapi juga dengan orang-orang yang memiliki kepakaran tertentu berkaitan dengan entrepreneurial. Menurut Ira, Kurikulum Merdeka yang dicanangkan oleh Kemendikbud memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk menjalankan magang dan proyek independen juga dapat mendorong civitas menuju ke arah entrepreneurial, tentunya dengan arahan dan bimbingan yang tepat.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Kristi berpendapat bahwa UI sebagai universitas harus mempertahankan ciri lembaga yang sangat kuat di riset, tetapi menurutnya hal ini tidak cukup sehingga UI harus menjadi lembaga yang kuat pula di bidang wirausaha. Diperlukan banyak kolaborasi untuk bisa menjadi pencetak lulusan entrepreneurial yang inovatif, relevan, dan bermanfaat. Kristi menambahkan, karakteristik utama yang perlu diperhatikan dalam membangun individu yang bernilai entrepreneur adalah: keberanian dan kegigihan. Dengan begitu, menjadi catatan bagi UI untuk dapat menyusun kurikulum yang dapat mencetak individu dengan karakteristik demikian.

“Kita akan mengecek juga bagaimana konsep (hal yang terkait kewirausahaan—red) ini bisa diintegrasikan di sebanyak mungkin mata kuliah, (sehingga—red) kita akan bisa mengecek hal yang khas yang bisa ditawarkan oleh psikologi, yang memang ditunggu oleh banyak pihak di luar. Dan saya rasa yang amat-sangat relevan bisa kita lakukan salah satunya adalah bagaimana kita bisa membantu masyarakat untuk tangguh sekaligus sehat mental dalam era yang sangat sulit seperti sekarang,” papar Kristi.

Di sisi lain, Rinny menyatakan perlunya ada contoh langsung dari implementasi aktivitas entrepreneurial di tatanan universitas. Ia menekankan pentingnya berkolaborasi dengan industri untuk menunjang pengetahuan serta keterampilan mahasiswa di bidang entrepreneurship.

Bagus Takwin menanggapi pentingnya membangun konsep entrepreneurial university dengan tetap mengedepankan riset. “Bukan hanya berbasis riset, tapi bagaimana riset itu juga bisa menjadi jalan untuk pengembangan pembangunan ekonomi dan sosial. Jadi, untuk menjadi entrepreneurial university memang kita harus memenuhi kriteria research university. Bukan dua hal yang berbeda,” terang Bagus Takwin. Penanaman nilai entrepreneurship pun harus berorientasi pada kebermanfaatan kepada lingkungan sekitar. Ia menekankan bahwa pengetahuan pada akhirnya harus digunakan untuk menyejahterakan manusia. Senada dengan Kristi, Bagus Takwin juga berpendapat betapa pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai entrepreneurship ke dalam mata kuliah.

Eri Hidayat turut menyatakan ketidaksetujuannya pada kata “transformasi” menuju entrepreneurial university. Pasalnya, semua universitas top dunia pada dasarnya adalah research-based university. Ia mencontohkan salah satu sistem pendidikan di luar negeri yang mendorong mahasiswanya untuk dapat menciptakan startup tech. Dalam proses penciptaan, eksekusi, hingga manajerial, tentunya semua ini berdasar pada riset—sehingga entrepreneurship dan riset adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

Endang Parahyanti menaruh perhatiannya pada kapasitas SDM dari tenaga pengajar, kurikulum yang mendorong aktivitas entrepreneurial, serta kolaborasi dengan berbagai pihak.  Menurut Endang, sesungguhnya ada banyak potensi dan produk yang dimiliki oleh Fakultas Psikologi UI yang dapat berimpak luas apabila dimanfaatkan dengan baik, “Ini terkait dengan hilirisasi ya, bagaimana apa yang sudah kita miliki itu bisa dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas. Sebagai contoh saja apa yang bisa kita lakukan, dan sudah kita lakukan, misalnya dengan membuat course-course yang sangat memungkinkan di era digital seperti ini, yang bisa kita buka untuk masyarakat luas. Kita bisa menyampaikan hasil riset kita, modul kita, yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas,” jelasnya.

Fakultas Psikologi UI, Kini dan Nanti

Persaingan antar perguruan tinggi yang semakin berkejaran menimbulkan satu pertanyaan: apakah posisi Fakultas Psikologi UI kini bukan lagi menjadi yang terbaik?

Endang Parahyanti berargumen bahwa Fakultas Psikologi UI perlu berlomba untuk menjadi baik. Saat ini, menurutnya Fakultas Psikologi UI memiliki kekuatan dalam segi branding yang sudah cukup kuat sehingga itu menjadi pendongkrak daya saing. Selain itu, Fakultas Psikologi UI juga terkenal expertise-nya—yang masih perlu dikembangkan dan diperkuat supaya bisa dikenal tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga secara global. Kendati demikian, terdapat catatan bagi para sivitas untuk terus mengikuti perkembangan teknologi—pasalnya, penguasaan teknologi menjadi hal yang krusial untuk membantu kita dalam membangun Fakultas Psikologi UI yang lebih kompetitif. Dalam hal ini, pihak kampus perlu memfasilitasi, melakukan pendampingan, serta persiapan yang mumpuni.

Eri membuka jawabannya dengan menuturkan cerita ketika ia masih menjabat sebagai panglima TNI, ia berkesempatan untuk terlibat dalam kerja sama dengan beberapa pihak kampus demi suatu keperluan. Dari kesempatan tersebut, ia memperoleh kesan mengenai betapa berbelit-belitnya birokrasi UI, yang kemudian menjadi tantangan bersama.  Berkaitan dengan konteks militer, Eri mencontohkan rancangan program deradikalisasi yang memanfaatkan penggunaan teknologi Electroencephalography (EEG) yang sudah diterapkan di Laborotarium Riset Fakultas Psikologi UGM—ini menjadi salah satu contoh bahwa saat ini persaingan antaruniversitas pun sudah sedemikian kompetitif. Lebih lanjut, Eri sepakat dengan Endang bahwa Fakultas Psikologi UI memiliki expertise yang unggul, tetapi angka ini tergolong rendah jika dilihat dari rasio dan dibandingkan dengan fakultas lain. Hal ini, menurutnya, menegaskan bahwa Fakultas Psikologi UI sudah memiliki kekuatan tetapi tetap diperlukan adanya kaderisasi.

Rinny Wowor berpandangan bahwa yang menjadi keunggulan dari Fakultas Psikologi UI terletak pada kekuatan penguasaan teoretis, komitmen, dan integritas. Manajemen fakultas juga diharapkan untuk dapat mewadahi, menstimulasi, dan memfasilitasi para dosen supaya mereka dapat memberikan kontribusi terbaiknya dalam kegiatan belajar-mengajar.

Sementara itu, menurut Kristi, kekuatan Fakultas Psikologi UI terletak pada dosen, baik sebagai ilmuwan maupun profesional; mahasiswa yang dapat diajak bekerja sama dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan sangat baik; dan alumni. Apabila kekuatan ini didukung dengan adanya kolaborasi, soliditas, dan pola pikir institusional dari sivitas, maka hal ini dapat menjadi kekuatan bersama yang meningkatkan daya saing. Selain itu, terdapat tantangan tersendiri di era saat di mana kompetisi yang semakin ketat terkadang dapat menjurus menjadi tidak sehat sehingga mempertipis kepedulian terhadap lingkungan sekitar.

“Sehingga memang harus ada literasi data, literasi teknologi, literasi manusia. Psikologi harus mengisi secara sangat kuat di literasi manusia ini (...) menurut saya kita kadang-kadang barangkali mengajar terlalu kognitif sehingga yang afeksi tidak terlalu diolah,” ujarnya. Kurikulum yang disusun pun semestinya tidak hanya berfokus pada sisi pengetahuan semata, tetapi juga perlu membangun individu yang peduli dan bersedia turun tangan.

Merujuk pada indikator yang ada, hingga saat ini Fakultas Psikologi UI memang masih menjadi yang terbaik—tetapi jika dilihat lebih lanjut, tidak ada lompatan yang berarti dari segi progress, demikian pendapat Bagus Takwin. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa kita perlu untuk segera berbenah dan bergerak lebih maju supaya tidak tertinggal. Bagus Takwin sependapat dengan Kristi bahwa mahasiswa, alumni, dan dosen Fakultas Psikologi UI yang berkualitas tinggi menjadi potensi dari kemajuan fakultas, “Selama ini mungkin belum terintegrasi aja, masing-masing kerja sendiri, tapi kalau diintegrasikan itu juga bisa membawa kita pada usaha yang ternyata komprehensif, menyejahterakan manusia Indonesia.”

Tuturnya lagi, ada baiknya jika orientasi kita dalam ber-progress dilandasi oleh semangat memberi sumbangsih yang dapat menyejahterakan manusia. “Di situ pada saat kita lihat apa yang kita lakukan itu berguna, berdampak menyejahterakan masyarakat, ranking jadi gak penting. Mau dibilang kita lebih bagus atau nggak bagus, jadi nggak relevan,” pungkas Bagus Takwin.

Dyah Indirasari menyatakan optimismenya terhadap potensi yang dimiliki oleh Fakultas Psikologi UI. Integritas, kepedulian sosial, dan melek teknologi—menurutnya adalah tiga softskill yang harus diberikan kepada seluruh sivitas akademika. Ketiga softskill ini dapat diasah dengan meningkatkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat, memanfaatkan berbagai macam perkembangan teknologi dan digital yang ada, baik untuk pendidikan, penelitian, pemasaran. Program Merdeka Belajar yang tengah diterapkan pun membuat mahasiswa lebih dekat pada ketiga softskill tersebut—misalnya, program ini membuat mereka lebih berhubungan (in touch) dengan kondisi masyarakat sekarang sehingga mengasah kepedulian sosial mereka.

Teks: Syifa Nadia
Foto: Syifa Nadia
Editor: Nada Salsabila

Pers Suara Mahasiswa UI
Independen, Lugas, dan Berkualitas!