Melihat banyaknya polemik yang beredar di lingkup Universitas Indonesia (UI), Kongres Mahasiswa (KM) UI menggelar diskusi publik antara Ikatan Mahasiswa (IKM) UI dengan Direktorat Kemahasiswaan dan Beasiswa (Dirmawa) UI pada Rabu (12/03) di Selasar Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa) UI.
Diskusi ini diadakan untuk merespons kericuhan yang timbul akibat penyelidikan hasil Pemilihan Raya (Pemira) IKM UI 2024 serta Surat Edaran (SE) Nomor 508/UN2.KMHS/PDP.00.05.00/2025 pada Jumat (7/3) terkait pengangkatan Agus Setiawan dan Bintang Maranatha Utama sebagai Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM UI).
Kesempatan untuk berdialog ini menghadirkan Direktur Kemahasiswaan, Sudibyo, serta Kepala Subdirektorat Organisasi Kemahasiswaan, Yudi Ariesta Chandra. Selain itu, diskusi ini juga dihadiri oleh Ketua KM UI, Muhammad Alif Ramadhan, dan Hakim Ketua Mahkamah Mahasiswa (MM), Stefanie Gloria.
Acara dimulai dengan pemaparan dari pihak KM UI dengan mempertanyakan legitimasi dari Nota Dinas Nomor: SE-508/UN2.KHMS/PDP.00.005.00/2025 terkait pemberitahuan pengangkatan Agus-Bintang sebagai Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI 2025. Menanggapi hal itu, Sudibyo justru menyoroti status tiga dari lima Panitia Seleksi (Pansel) Hakim Konstitusi MM UI yang dinyatakan lulus yudisium tanggal 20 Januari 2025. Dengan demikian, Keputusan Nomor 002/SK/PANSEL/MM/I/2025 tentang Hasil Mekanisme Lanjutan Seleksi Hakim Konstitusi Mahkamah Mahasiswa UI yang dikeluarkan oleh Pansel tidak sah.
“Kami anggap bahwa pansel ini sudah tidak cakap hukum, sehingga product dari pansel ini yang tidak sah, cacat hukum,” tuturnya.
Ia juga meragukan keabsahan hakim MM UI yang tetap bersidang meskipun Rektor telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) 479/SK/R/UI/2025 tentang pengangkatan Agus-Bintang.
Dalam tanggapannya kepada Sudibyo, Alif mengkritisi penggunaan surat edaran sebagai alat untuk mengangkat Agus-Bintang. Ia merujuk pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM yang menyatakan bahwa nota dinas merupakan alat komunikasi internal antara pejabat di dalam satu lingkup kerja.
“Berdasarkan definisi nota dinas yang saya sampaikan tadi, [seharusnya digunakan dalam] satu lingkup kerja. Pertanyaan pertama, apakah Pak Dibyo berada [dalam] satu lingkup kerja dengan Agus-Bintang? Kalau iya, di mana? Apakah Pak Dibyo melebur bersama IKM? Agus-Bintang IKM soalnya,” ungkap Alif.
Sebelumnya, pihak Dirmawa UI pada dasarnya telah memberikan tenggat waktu kepada BEM UI untuk menyelesaikan proses regenerasi pengurus hingga 31 Januari 2025. Akan tetapi, hingga batas waktu yang ditentukan, regenerasi tersebut tak kunjung dilakukan.
Lambatnya proses regenerasi pengurus BEM UI mendorong Dirmawa UI turun tangan secara langsung mengangkat Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2025 guna mempercepat proses regenerasi. Namun, langkah ini dianggap sebagai bentuk intervensi yang tidak semestinya oleh IKM UI.
Di sisi lain, Stefanie pun menjelaskan bahwa hakim MM diangkat dan dilantik langsung oleh Kongres, sehingga bertanggung jawab langsung kepada IKM UI. Oleh karena itu, secara yuridis, surat edaran dari Dirmawa tidak serta-merta menonaktifkan hakim MM yang tengah mengadili perkara Nomor 001/Skt.PMR-IKM.UI/II/2025 dan Nomor 002/Skt.PMR-IKM.UI/II/2025 terkait gugatan Pasangan Calon Nomor Urut 01 dan 02, yakni Rendy-Azzam, dan Atan-Farrel terhadap Agus-Bintang.
Ia juga menyoroti status wakil ketua BEM terpilih yang telah diterima dalam program pertukaran pelajar (exchange) selama enam bulan di luar negeri. Padahal, UU Pemira secara jelas menyebutkan bahwa pasangan calon yang tidak berada di UI selama lebih dari 14 hari tidak dapat dilantik. Dengan demikian, SK Rektor Nomor 429/SK/R/UI/2024 menjadi permasalahan, karena bertentangan dengan ketentuan tersebut.
Merespons pertanyaan Alif dan Stefanie, pihak Dirmawa justru mempertanyakan legalitas Muhammad Alif Ramadhan sebagai Ketua KM UI. Mereka menyoroti statusnya yang tidak lagi menjabat sebagai Ketua BPM FH UI, tetapi masih aktif memimpin sidang di Kongres Mahasiswa, termasuk sidang penetapan Ketua BEM UI 2025, Defani Shafa Maharani, yang menggantikan Iqbal Cheisa Wiguna. Namun, Muhammad Alif Ramadhan beralasan bahwa ia diminta untuk tetap mengikuti sidang kongres sesuai dengan Pasal 7 UU KM UI.
“Jadi memang, tanggal 23 Januari, saya sudah serah terima jabatan di BPM FH. Lalu, malamnya itu ada sidang kongres. Nah, di sidang itulah seharusnya saya turun. Cuman [peserta sidang] saat itu mengatakan bahwa kalau semisalnya saya turun, nggak bisa mewakilkan IKM atau mewakilkan fakultas segala macam. Jadi melihat concern itu, saya [dan] teman-teman yang sudah demis lainnya itu tetap bertahan di kongres. Bahkan teman-teman bertanya kepada siapa yang hadir di TAP 021, jadi saya berani bilang bahwa saya bilang di kongres itu, saya mau berhenti,” ujar Muhammad Alif Ramadhan dalam wawancara dengan Suara Mahasiswa.
Sidang Umum KM UI Putuskan Pembubaran Pansel dan Hakim Konstitusi MM UI
Setelah mengadakan diskusi publik, KM UI kembali mengadakan sidang umum untuk membahas kelanjutan dinamika IKM UI dan status hakim Mahkamah Mahasiswa. Sidang ini dipimpin oleh tiga orang presidium: Muhammad Alif Ramadhan (Presidium I), Brevka Noufalio (Presidium II), dan Ashfa Mardiana Ikhsani (Presidium III).
Di tengah momentum sidang, salah satu hakim anggota MM UI, Muhammad Ali Muharam, mengajukan pengunduran diri dari jabatannya. Permohonan tersebut langsung disetujui oleh KM UI dengan merujuk pada Pasal 18 UU MM UI. Menanggapi hal ini, Stefanie mempertanyakan dampaknya terhadap proses penyelesaian sengketa Pemira UI, mengingat adanya kekosongan hakim.
Setelah dilakukan klarifikasi, kongres memutuskan bahwa panitia seleksi MM UI 2024 tidak sah. Keputusan ini berujung pada pemberhentian empat hakim MM UI lainnya, yakni Stefanie Gloria (Ketua MM UI), Inna Insan Mardhatillah, Heri Sutomo, dan Indry Septiarini sebagai anggota.
Melalui mekanisme sistem pungutan suara, KM UI sebagai perwakilan IKM UI yang hadir dalam sidang terbuka sepakat untuk merombak Pansel Hakim Konstitusi MM UI, memilih presidium sementara dan pimpinan KM UI 2023, menerima laporan pertanggungjawaban dari BEM UI 2024, serta menolak segala bentuk pelantikan BEM, DPM, dan MWA UI 2025.
Keputusan untuk membubarkan seluruh Pansel dan Hakim Konstitusi MM UI, tentunya berdampak pada proses penyelesaian sengketa Pemira. Melalui Instastory akun Instagram resminya pada (13/03), MM UI menyatakan bahwa seluruh sidang dan aktivitas mereka akan dihentikan sepenuhnya.
Hal ini lantas menyebabkan ditundanya sengketa Pemira hingga terpilihnya anggota Kongres 2025 dan terbentuknya pansel yang baru.
"Untuk status perkaranya bisa dikatakan masih ada, cuma gak bisa dijalankan ke tahapan berikutnya (putusan akhir) karena ketiadaan hakim. Solusi kemandekan ini sesuai dengan hasil sidang Kongres [pada] Rabu kemarin. Di mana akan dibentuk presidium sementara, pansel, dan hakim MM melalui Kongres Mahasiswa 2025," tutur Alif melalui direct message Instagram.
Namun di sisi lain, pihak Dirmawa justru menganggap bahwa sidang tersebut telah dibatalkan dan tetap mengakui pasangan calon yang terpilih dengan suara terbanyak sebagai sah. Keputusan ini berimbas pada ketidakpastian penyelesaian sengketa Pemira, mengingat pecahnya dua pendapat yang berbeda.
Teks: Jeromi Mikhael Asido, Rachel Aulia Damayanti, Zaskia Mardiyani Putri
Editor: Dela Srilestari
Foto: Naswa Dwidayanti Khairunnisa
Desain: Aqilah Noer Khalishah
Pers Mahasiswa UI 2025
Independen, Lugas, dan Berkualitas!