Konseling dan Kesehatan Mental di Masa Pandemi

Redaksi Suara Mahasiswa · 18 Mei 2020
5 menit

By Hani Nastiti, Ersa Pasca

Pada 11 Maret 2020 lalu, World Health Organization (WHO) sudah mengumumkan status pandemi global untuk penyakit virus corona 2019 atau yang juga disebut coronavirus disease 2019 (COVID-19). Penularannya yang sangat cepat, mengharuskan dilakukan social distancing sebagai solusinya. Dengan adanya social distancing ini, seluruh aspek kehidupan manusia pun berubah salah satunya adalah aspek pendidikan. Proses kegiatan belajar mengajar yang semula dilakukan secara tatap muka, kini harus digantikan dengan metode online atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) melalui aplikasi seperti gmeet, zoom, skype dan aplikasi lainnya. PJJ yang telah berlangsung selama kurang lebih dua bulan ini memberikan pengalaman baru bagi mahasiswa UI.

Situasi pandemi COVID-19 telah menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan di kalangan mahasiswa. Dengan situasi PJJ saat ini, tidak jarang para mahasiswa mengeluhkan keadaan dengan padatnya tugas dan berbagai tuntutan yang harus dipenuhi yang mempengaruhi kesehatan mental mereka. Pentingnya kesehatan mental menjadi poin yang perlu diperhatikan dalam penerapan PJJ. Kekhawatiran yang dapat memicu timbulnya kecemasan berlebihan, depresi, stres, hingga ketakutan selama belajar di rumah sulit dihindari. Tidak hanya itu, kesehatan mental yang terganggu mampu memberi pengaruh kepada kesehatan fisik yang berdampak pada turunnya daya tahan tubuh.

“Kalo PJJ ini bikin pusingnya karena ada beberapa mata kuliah yang kalo gak tatap muka itu sulit untuk dicerna. Jadinya stres masing-masing karena harus belajar sendiri, belum gangguan di rumah,” ujar Ragil Putra, Mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI 2018.

Keadaan pandemi ini juga mempengaruhi kegiatan magang yang sedang dijalani oleh mahasiswa. Pergantian sistem secara Work From Home (WFH) yang sementara ini menggantikan Work From Office (WFO) memberikan kendala tersendiri. Bukan hal baru lagi apabila beberapa proyek magang untuk menunjang bahan tugas akhir harus ditunda. Hal tersebut sangat dirasakan oleh salah satu mahasiswa Vokasi Pariwisata UI 2017, Winda Surya Sabrina.

“Kendala yang berasa banget itu planning-planning ke daerah tertunda karena gak bisa travelling, approach tentang developer, investor, dan dana. Semua tertunda karena gak bisa meeting secara langsung,” jelas Winda.

Perasaan takut dan cemas, pikiran negatif, sulit berkonsentrasi, pola tidur dan pola makan yang tidak sesuai, jantung bergetar, gemetar merupakan beberapa gejala stres yang perlu diketahui. Meskipun stres merupakan hal yang netral akibat kesenjangan antara keinginan dan kenyataan, namun peka terhadap gejala yang dirasakan maupun dampak yang diakibatkan perlu ditilik kembali oleh mahasiswa. Dalam kesempatan web seminar yang diadakan Klinik Satelit UI Makara pada 15 Mei 2020, Yunita Zandy Putri, selaku narasumber sekaligus psikolog KSUI menyampaikan beberapa hal berkaitan dengan kondisi pikiran seseorang di masa pandemi juga alternatif penyelesaiannya.

Dia mengatakan bahwa suatu emosi seseorang tidak dibentuk oleh faktor tunggal, seperti akibat dari terjadinya suatu peristiwa saja. "Coba amati kalau peristiwa adalah suatu penyebab, maka hal yang sama dirasakan oleh siapapun juga. Namun nyatanya orang dapat berespon berbeda untuk peristiwa yang serupa. Maka dari itu bukan peristiwa saja yang menentukan emosi, ada sesuatu yang lain," ujarnya.

Untuk itu adanya epidemi ini bukanlah satu-satunya penentu emosi seseorang. Maka perlu disadari ada faktor-faktor lain di samping atau yang mengiringinya, karena psikologis seseorang merupakan wujud interaksi antara komponen di dalam diri seseorang dengan lingkungannya.

Beliau juga menyampaikan perihal peran pikiran seseorang yang memiliki kedudukan penting terhadap cara seseorang menanggapi sesuatu. "Di sini saya mau menyatakan bahwa pikiran adalah inti utama respon seseorang pada suatu peristiwa, kejadian, kondisi, hal, dan hubungan"

Poin yang ditekankan pada diskusi ini adalah mengenai distorsi pikiran. Perlu diketahui bahwa distorsi pikiran adalah suatu kondisi ketika pikiran mengalami penyimpangan, yang dimaksud penyimpangan di sini adalah kecenderungan berpikir yang berlebihan hingga menyebabkan suatu pemikiran yang tidak rasional. Hal ini sangat wajar jika muncul di tengah situasi pandemi seperti saat ini, banyak orang yang mengkhawatirkan sesuatu secara berlebihan hingga berujung pada pola pikir irasional.

"Perlu diketahui bahwa semakin banyak isi pikiran seseorang yang mengalami distorsi, maka akan mempengaruhi kondisi psikologisnya seperti persepsi yang hanya sebagian akan suatu peristiwa, ketidakstabilan emosi, respon fisiologis yang malfungsi, hambatan dalam menjalin hubungan, penolakan akan cara atau strategi ‘baru’ untuk mengatasi masalahnya," imbuhnya.

Nita menawarkan cara agar pikiran tetap dalam koridor rasional dan tidak mengalami distorsi. Inti dari mekanismenya yaitu melalui penataan ulang. Hal ini dapat dilakukan dengan menyadari terkait pikiran yang sedang muncul apakah tepat atau tidak, apa untungnya memiliki pikiran seperti itu, lalu apakah hal buruk yang dapat terjadi. Selain itu, memunculkan ide dan pikiran yang adaptif juga dapat menjadi cara. Dengan menganalisis terlebih dahulu pikiran-pikiran yang muncul maka akan mengurangi kemungkinan terjadinya distorsi pikiran.

Tentunya ada banyak cara untuk mengatasi stres pembelajaran atau distorsi pikiran yang dibarengi dengan pandemi ini, salah satunya dengan mengikuti kegiatan konseling. Klinik Satelit Makara UI turut andil dalam permasalahan ini. Mulai tanggal 30 Maret 2020, Klinik Satelit Makara UI membuka pelayanan konseling secara online yang bisa diakses lebih lanjut melalui Google Hangout dan WhatsApp (WA) berupa chat dan video call.  Mahasiswa, Dosen, dan Tenaga Kependidikan UI dapat melakukan pendaftaran melalui link konseling dan mengatur jadwal yang disediakan.

"Bentuk terapi yang dilakukan antara lain Writing therapy, empty chair, dan cbt. Seringkali psikolog memberikan tugas kepada pasien konseling," Jelas Pihak Makara UI mengenai bentuk konseling yang dibutuhkan. Pihaknya mengatakan terapi ini masih terkendala waktu dan akses komunikasi di situasi pandemi ini.

Berdasarkan data Klinik Satelit Makara UI, pada bulan Januari hingga Maret 2020 tercatat sebanyak 598 orang civitas UI melakukan konseling di Klinik Satelit Makara. Dari konseling yang telah diadakan tersebut, didapati beberapa alasan kehadiran, antara lain merasa cemas atau khawatir, konseling lanjutan, merasa depresi, masalah pendidikan dan gejala psikologi lainnya seperti adiksi (red-kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu zat).

Diagnosis konseling selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama bulan Maret 2020 didominasi dengan diagnosis merasa cemas atau khawatir (27,1%), masalah pendidikan (11,1%), depresi (8,6%), mudah marah (9,8%), dan gejala psikologi lainnya (termasuk adiksi) sebanyak 8,6%. Gejala tersebut seringkali muncul dan sangat wajar terjadi dalam situasi pandemi COVID-19.

Menurut Sugiarti yang merupakan salah satu psikolog di Klinik Makara UI mengikuti kegiatan konseling bukan satu-satunya solusi yang bisa dilakukan. Solusi lain adalah dengan mengelola stres tersebut dengan mengenali gejala stres dan fokus pada solusi yang bisa dilakukan. Membuat prioritas dan target dalam menyelesaikan banyaknya tugas PJJ dan WFH bisa menjadi alternatif. Menyisihkan waktu istirahat dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan atau berolahraga. Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam mengelola stres,

“Biasanya, aku main piano atau nyanyi kalo udah stres. Tapi belakangan bosen juga, coba main gitar, nonton film dan gitu-gitu aja,” tutur Ragil.

Berbeda dengan Ragil, Winda memiliki cara tersendiri untuk mengelola stres. “Karena aku pribadi orangnya suka makan, jadi ya aku ngalihin makan atau masak. Aku ngalihin ke hobi kayak nonton film juga. Pokoknya mencoba kegiatan-kegiatan yang udah pernah sebelumnya aja. Mungkin akan coba resep-resep baru, baca buku lebih banyak, kayak gitu sih. Jadi solusinya perbanyak persibuk diri aja.”

Sugiarti menambahkan ada beberapa cara mengelola stress yang dapat dilakukan secara mandiri, yang utama adalah fokus pada masa sekarang dengan menghindari pemikiran yang terlalu jauh. Selain itu melakukan relaksasi pernapasan, mengerjakan hobi, dan aktif secara fisik seperti olahraga bisa menjadi alternatif lain dalam mengelola stres tanpa konseling. Berbagai layanan kesehatan mental di UI, seperti Klinik Satelit Makara UI, Klinik Terpadu Psikologi UI dan Psyhope UI dapat diakses dengan mudah yang bisa menjadi solusi dalam menyelesaikan kecemasan dan stres di tengah pandemi COVID-10. Kenali gejalanya dan fokus dengan solusi yang bisa dilakukan. Terus semangat!

Teks: Hani Nastiti, Ersa Pasca
Kontributor: Rifki Wahyudi
Foto: Istimewa
Editor: Faizah Diena

Pers Suara Mahasiswa UI 2020
Independen, Lugas, dan Berkualitas!