Korban, Sehimpun Puisi Intan Eliyun

Redaksi Suara Mahasiswa · 28 Maret 2021
2 menit

Korban

Tersaruk piruk menengadah pinta
Berpanggil jalang karena luka
Menjerit dalam kubangan hitam penuh sampah
“Bukan salah saya!” teriaknya oleh binatang yang tuli nan buta
Cucu Adam yang telanjang dan melemah oleh pasrah
Membiarkan tangan-tangan jahanam memberikan noda
Menghapuskan warna meleburkan harapan pada dunia
Tenggelam nun jauh tak kasat mata
Terbuang dan terendah dalam tingkatannya
Tiada tangan yang terulur membela

Penghuni fana yang dibutakan harta dan kuasa
Oleh makhluk Tuhan serupa setan di neraka
Menutup rumah-rumah pembela pun mengubur bangkai saudara
Menyisakan tawa dan trauma
Para mangsa yang berperang dengan mimpi buruk
Meringkuk hingga tulang-tulang remuk
Menanti maut menjemput yang terkutuk
Berharap keadilan di tanah jahiliah benar yang lemah yang direngkuh
“Bukan salah saya,” rintihnya pada pengadil yang berpaling melangkah jauh

Setara, katanya

Terjadilah padanya, menimpa bagai longsor batu
Membumiratakan perlindungan dan cahayanya
Mengundang hantu-hantu penasaran tuk hidup berdampingan dalam satu
Tak ayal lagi Siti pun berlari ke rumah Bapaknya
Yang dulu menjanjikan kesetaraan dan keadilan pada kaum Hawa
Kini Siti mengaduh meminta memohon untuk lekas diakhiri
Kemalangan dan aib yang menodai diri
Namun, Bapaknya memalingkan muka
Beralibi kuasa pun tak punya, usaha akan jadi tak lebih dari sia-sia
Tahu bahwasanya hanya barang merah jahanam yang ada di otak busuknya
Siti meraung dengan suara parau di penghujung nyawa, “Setara katanya!”

Dengan menimang lima ratus perak di kantungnya
Joko berlari menerjang aspal panas yang menghanguskan harga dirinya
Tubuh ringkih berlapis kaus compang camping
Dipungut dari sisa-sisa harga diri yang dirobek para pisau ke bawah tajam meruncing
Bayangan mengerikan yang mengundang trauma
Tawa-tawa dan tangan-tangan yang merajam membinasakan dirinya
Terus dimainkan dalam benaknya bagai komidi putar
Berulang dan berulang pun tak memudar
Joko menangis dan meminta belas kasih
Keadilan padanya yang selalu dianggap kuat tak kenal tangis pedih
Para Adam yang mustahil menjadi korban manusia bernafsu setan
Begitu seruan penghuni gua tanah dalam tak mengenal cahaya
Kini Joko tiba di rumah tempat keadilan katanya berada
Namun, belum lekas dirinya berurai cerita pun memberikan lima ratus peraknya
Makian dan tendangan menerjangnya untuk hengkang menghilang

“Kau yang salah! Kau pria!” seruan para binatang yang menutup mata
Joko tertunduk diatas kerikil panas menunggu ajal merengkuhnya

“Setara, katanya.” bisiknya dalam suara yang samar-samar hilang dimakan tali tambang

Gelap

Sesak dan pengap menjadi satu
Aku mendengar suara napas yang menderu penuh nafsu
Aroma kebejatan di balik jabatan dan reputasi pencitraan
Lalu tawa yang mendinginkan ujung-ujung jari dan kaki
Disusul ucapan menjijikkan dari sampah berlabel hierarki lebih tinggi
Tangan-tangannya merayap bebas bagai ular di atas mangsa yang lemas
Tiada suara yang keluar dari mulut yang dua jam lalu berteriak keras
Tak ada lagi air mata yang mengalir deras
Hanya rintihan dan hati yang berseru ketakutan
“Ayah, Ibu, tolong aku. Siapapun, tolong aku.”

Namun seekor semut di dinding pun tak mengindahkan
Hanya tawa, makian, dan cengkraman menyakitkan yang kudapatkan
Dan kegelapan yang bertambah pekat nian

Teks: Intan Eliyun (FIB UI)
Ilustrasi: Emir Faritzy S. N.
Editor: Nada Salsabila

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!