Kuyub
Awan kencing, membuat
selangkangan ku basah.
Lalu, para angin itu datang.
Dengan anarkis mengobrak-abrik perut,
menggebu-gebu bak ormas jahat.
Aku kedinginan, aku kelaparan.
Butuh makanan, butuh kehangatan.
Dan tersisa sebatang Dji Sam Soe kretek, lepek.
Ku bakar dan perut pun berontak mual-mual.
Jumat Hari Raya
Toa dengan merdu berteriak,
memanggil para jantan
pada Jumat raya.
Berbondong-bondong mereka
hinggap masuk ke rumah Tuhan.
Pakaiannya rapih, badannya wangi,
jenggotnya klimis. Menjadikan rumah Tuhan
seperti ajang pesta malam minggu di Kemang, Jakarta.
Berlomba-lomba mereka, untuk menjadi paling klimis,
di hadapan Tuhan-nya. Selesai ibadah, tiap-tiap
dari mereka pulang ke kandangnya.
Bertemu kepada istri gendut yang
telah menyiapkan tahu bacem.
Dilepas gamisnya,
hilang sudah klimisnya.
Tersisa kolor, kutang, bulu.
Hipokrit kata-Nya.
Nyasar
Bayangan-bayangan.
aku bayangan,
kau bayangan,
kita Bayangan
Mati suatu saat,
tiga tahun dikenang.
Lalu, terlupakan.
Jadi pupuk organik tanaman.
Tuhan, Whatsapp-Mu,
centang satu.
Linglung kemana ku bertanya...