Kuyub, Sehimpun Puisi

Redaksi Suara Mahasiswa · 25 April 2021
1 menit

Kuyub

Awan kencing, membuat
selangkangan ku basah.

Lalu, para angin itu datang.
Dengan anarkis mengobrak-abrik perut,
menggebu-gebu bak ormas jahat.

Aku kedinginan, aku kelaparan.
Butuh makanan, butuh kehangatan.
Dan tersisa sebatang Dji Sam Soe kretek, lepek.
Ku bakar dan perut pun berontak mual-mual.


Jumat Hari Raya

Toa dengan merdu berteriak,
memanggil para jantan
pada Jumat raya.

Berbondong-bondong mereka
hinggap masuk ke rumah Tuhan.
Pakaiannya rapih, badannya wangi,
jenggotnya klimis. Menjadikan rumah Tuhan
seperti ajang pesta malam minggu di Kemang, Jakarta.

Berlomba-lomba mereka, untuk menjadi paling klimis,
di hadapan Tuhan-nya. Selesai ibadah, tiap-tiap
dari mereka pulang ke kandangnya.
Bertemu kepada istri gendut yang
telah menyiapkan tahu bacem.

Dilepas gamisnya,
hilang sudah klimisnya.
Tersisa kolor, kutang, bulu.

Hipokrit kata-Nya.


Nyasar

Bayangan-bayangan.
aku bayangan,
kau bayangan,
kita Bayangan

Mati suatu saat,
tiga tahun dikenang.
Lalu, terlupakan.
Jadi pupuk organik tanaman.

Tuhan, Whatsapp-Mu,
centang satu.
Linglung kemana ku bertanya...