Kemdikbud di tahun 2020 meluncurkan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Program ini terdiri dari beberapa kegiatan. Pertama, kegiatan pertukaran pelajar dengan nama kegiatan Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) yang mengirimkan 1000 orang mahasiswa ke 60 kampus mitra di seluruh penjuru dunia. Kedua, kegiatan layanan pembelajaran daring untuk mengembangkan sebuah skill keterampilan ataupun kognitif melalui program Kredensial Mikro Mahasiswa Indonesia. Ketiga, magang dan studi independen bersertifikat yang diikuti oleh 13.272 orang mahasiswa dengan 122 lembaga mitra.
Setiap kegiatan di dalam program MBKM ini sendiri mendapatkan uang saktu dan bernilai SKS yang dapat dikonversi ke dalam transkrip akademik mahasiswa di perguruan tinggi. Kebijakan konversi SKS ini menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya karena Kemendikbud memberikan kebebasan kampus untuk melakukan konversi SKS tersebut yang membuat kebijakan tiap kampus berbeda-beda.
Hal ini yang membuat pelaksanaan program magang dan studi independen bersertifikat MBKM di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya rupanya tidak berjalan mulus. Hal ini terjadi karena adanya ketidakjelasan pada kebijakan mengenai jumlah SKS yang dapat dikonversi untuk program magang.
Berdasarkan penuturan beberapa mahasiswa, pihak fakultas tidak menunjukkan konsistensi dalam mengeluarkan kebijakan mengenai jumlah SKS yang harus dikonversi ini. Pada awalnya, pihak fakultas memperbolehkan mahasiswa yang mengikuti program magang ini untuk mengonversi sebanyak 12 SKS saja. Namun tiba-tiba pihak fakultas menyampaikan adanya perubahan mengenai jumlah SKS yang harus dikonversi. Mahasiswa yang mengikuti program MBKM ini diharuskan untuk melakukan konversi sebanyak 20 SKS.
Hal ini menyebabkan kebingungan bagi mahasiswa yang sudah berhasil lolos mendapatkan kesempatan magang di Kampus Merdeka ini. Mereka merasa panik dan kaget dengan adanya perubahan kebijakan yang datang secara tiba-tiba. Apalagi, pihak fakultas hanya menawarkan dua pilihan kepada mahasiswa, yaitu tetap lanjut melaksanakan magang atau mengundurkan diri.
Kedua pilihan itu tentu membuat para mahasiswa merasa bimbang. Jika mahasiswa tetap melanjutkan magang, di saat yang bersamaan ia hanya bisa mengambil satu mata kuliah wajib dari fakultas. Pihak fakultas mengatakan mahasiswa dapat mengajukan cuti di semester depan dan membayar UKT hanya sebesar 25%. Lalu mahasiswa dapat melanjutkan studi kembali di semester ganjil 2022/2023 dan mengambil sisa mata kuliah wajib yang seharusnya diambil semester ini tapi tidak bisa diambil karena mengikuti program magang. Sebaliknya, mahasiswa yang enggan untuk melakukan konversi sebanyak 20 SKS, harus mengundurkan diri sehingga kesempatannya untuk magang ini menjadi hilang.
Bulan, salah satu mahasiswa FIB yang mengikuti program Kampus Merdeka, merasa solusi yang ditawarkan oleh pihak fakultas tidak cukup membantu. Ditambah lagi, jika ia tetap melanjutkan mengikuti program magang ini, waktu kuliahnya akan bertambah menjadi 4,5 tahun, meskipun pihak fakultas menjanjikan mahasiswa akan tetap dihitung “lulus tepat waktu”. Ia juga mengeluhkan kenapa informasi yang disampaikan di awal tidak sesuai dengan kenyataannya sekarang.
“Infonya benar-benar kacau ini,” tambahnya.
Ketidaksesuaian ini sepertinya memang disebabkan oleh miskomunikasi antara pihak Kampus Merdeka dan pihak fakultas, serta kurangnya persiapan fakultas dalam menanggulangi banyaknya mahasiswa yang mendaftar.
“Sepertinya, komunikasi antara pemerintah dan pihak fakultas memang masih kurang. Ditambah lagi dengan pihak Kampus Merdeka yang ingin program ini cepat-cepat dilaksanakan, namun ternyata pihak fakultas belum siap,” ungkap Sari (nama samaran), mahasiswa FIB lain yang mengikuti program Kampus Merdeka ini.
Kebijakan mengenai konversi SKS ini memang sebenarnya diserahkan secara penuh dari pihak Kampus Merdeka kepada pihak fakultas. Kampus Merdeka sendiri juga menyebutkan bahwa tidak akan jadi masalah jika mahasiswa tidak melakukan konversi SKS, dan nantinya akan diganti dengan SKPI (Surat Keterangan Pengganti Ijazah). Namun, entah mengapa pihak fakultas tetap mengharuskan para mahasiswanya untuk melakukan konversi sebanyak 20 SKS.
“Agak aneh, ya. Fakultas lain saja enggak konversi SKS boleh aja, kok,” kata Sari ketika diminta tanggapan mengenai hal ini.
Sari juga menyayangkan pihak fakultas yang terlihat enggan memberi keringanan pada mahasiswa, padahal mereka telah melewati berbagai proses yang panjang sampai akhirnya dapat lolos untuk mengikuti program magang ini. Ia juga berharap seluruh penyelenggara program magang dapat memastikan seluruh universitas dan fakultasnya dapat memahami betul kebijakan yang ada agar hal seperti ini tidak terjadi lagi.
Teks: Violina Maharani, Satrio Alif
Foto: Istimewa
Editor: Nada Salsabila
Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!