Logo Suma

Makanan Manis: Candu yang Berbahaya

Redaksi Suara Mahasiswa · 8 Juni 2021
5 menit

Makanan manis merupakan makanan yang banyak digemari oleh setiap kalangan di masyarakat, tidak mengenal tua atau muda. Hampir setiap orang menyukai rasa manis dari makanan yang dihasilkan oleh gula atau zat pemanis buatan lainnya. Terlebih oleh anak muda zaman sekarang, dimana makanan manis tersaji dalam berbagai varian. Dengan bentuk, warna, dan rasa yang mulai beragam, tentunya makanan-makanan manis tersebut sangat menggoda untuk dikonsumsi, contohnya cokelat. Indonesia sendiri menempati peringkat 6 dalam memproduksi biji coklat yaitu bahan utama coklat itu sendiri, produksinya berdasar dari Ditjen Perkebunan mencapai 600 ton per tahunnya (Kompas, 2021).

Cokelat sendiri merupakan salah satu makanan manis paling umum yang dikonsumsi masyarakat luas. Seperti yang kita ketahui, terdapat sebuah hari khusus pada bulan Februari yang identik dengan makanan manis ini yakni Hari Valentine. Selain cokelat, ada pula jenis-jenis makanan lain yang tidak kalah terkenal dan menarik, contohnya permen lolipop dengan warna yang beragam dan rasa manis yang lezat, hingga yang pernah booming beberapa waktu lalu, yaitu desert box. Desert box sendiri adalah makanan penutup yang ditempatkan dalam kotak makanan, bukan di atas piring seperti yang selama ini kita ketahui. Meskipun namanya makanan penutup, tapi desert box sering dikonsumsi sebagai makanan ringan sehari-hari (Kompas, 2020).

Namun, dibalik tampilan, ragam, dan rasanya yang menjadi candu tersendiri, terdapat beberapa efek buruk yang mengintai di baliknya. Baik secara emosional maupun psikis. Terlalu banyak mengonsumsi makanan manis bisa menimbulkan ketidakseimbangan di dalam otak manusia. Nantinya akan menimbulkan beberapa gangguan kesehatan mental seperti keresahan dan depresi. Dalam segi psikis misalnya obesitas hingga tekanan darah tinggi (healthline, 2020).

Di UI sendiri, beberapa mahasiswa diketahui menyukai bahkan sangat menyukai makanan manis. Jenis makanan manis yang dikonsumsi pun beragam. “Semacam yang di baking—kue sih. Aku lebih ke kue. Kalau cookies gak semuanya paling cuma oreo. Aku juga makan coklat batangan, kaya Silverqueen gitu aku juga suka tapi yang dark chocolate.” tutur Andini Sabina, mahasiswi Fakultas Psikologi angkatan 2020. Berbeda dengan Andini Afionita, mahasiswi Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya (FIB) yang menyukai kedua jenis kue tersebut.

“Orang bilang makanan manis bikin mood balik, kan? Suatu hari mood gue jelek banget, ya gue makan es krim, kue, roti sekaligus, dan malah jadi kecanduan bablas sampai sekarang,” terang Andini ketika menyebutkan alasan menyukai makanan manis. Alasan lainnya dikemukakan oleh Farisya, mahasiswi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), yaitu untuk mengobati rasa kebosanan karena tidak melakukan kegiatan apapun atau biasa disebut gabut. Jumlah yang mereka konsumsi dalam sehari pun beragam, mulai dari 3 buah cookies sampai satu roti sobek. Hal itu ternyata bergantung pada keinginan dan lagi-lagi kembali ke kondisi perasaan atau mood mereka saat itu.

Di balik kegemaran mereka terhadap makanan manis ini, ternyata masing-masing dari responden mengetahui betul mengenai bahaya atau dampak yang akan ditimbulkan dari makanan manis. Bahkan, Andini juga menyatakan bahwa salah satu keluarganya menderita penyakit diabetes, tapi hal itu tidak lantas membuat dirinya berhenti mengkonsumsi makanan manis. Berbagai alasan mengalahkan kesadaran mereka mengenai bahaya-bahaya tersebut.  Seperti yang dituturkan Shita, mahasiswi (FMIPA), yaitu untuk sebuah apresiasi diri setelah mengerjakan tugas dan mengikuti acara yang melelahkan.

Menurut keterangan dari Melisa Tri Subekti Ning Tyas, Quality Control Laboratorium Perseroan Terbatas (PT) dari produk minuman di Jawa Timur, makanan manis sebenarnya mengandung beberapa manfaat untuk tubuh. Salah satunya yaitu sebagai sumber energi bagi tubuh, seperti fungsi dari karbohidrat. Hal ini karena gula yang terkandung dalam makanan manis mengandung glukosa yang merupakan molekul paling penting di tubuh kita. Otak kita sendiri membutuhkan sekitar 130 gram per harinya untuk tetap berfungsi. Selain itu, makanan manis juga bisa memengaruhi kondisi psikologis seperti yang disebutkan sebelumnya. Menjadi mood booster atau memperbaiki perasaan yang tidak enak dalam diri kita.

Namun, tetap saja bahwa konsumsi makanan manis harus sesuai dengan porsinya. Jika tidak, maka efek-efek buruk akan berdatangan ke tubuh manusia. “Misal, terlalu banyak mengkonsumsi makanan manis umumnya membuat seseorang menjadi obesitas. Nah, misal seseorang obesitas bisa memicu berbagai penyakit, seperti hipertensi, jantung, diabetes, trus kerusakan gigi juga bisa,” tutur Tyas. Fakta ini juga didukung dengan beberapa penelitian yang menyatakan bahwa makanan bergula mengandung kalori yang lebih banyak daripada makanan berkarbohidrat. Meskipun ukuran dari makanan manis itu kecil, tapi kalori yang terkandung di dalamnya berjumlah besar. Hal inilah yang kemudian memicu obesitas.

Jika kita tidak mengetahui atau bahkan memilih untuk tidak peduli dengan dampak buruk dari konsumsi gula tidak terkontrol, maka akan memunculkan efek jangka panjang. Salah satunya seperti yang Tyas sebutkan, yaitu kondisi perut buncit. Hal ini disebabkan karena penimbunan lemak yang ada di perut, dan jika tidak diimbangi dengan olahraga atau aktivitas berat lainnya maka timbullah kondisi perut buncit ini. Hal ini akan mengganggu penampilan dan mengurangi kepercayaan diri individu tertentu.

Maka dari itu, mulai dari sekarang kita harus mulai membiasakan diri untuk tidak ketergantungan dengan makanan manis. Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk lepas dari ketergantungan yang merugikan ini, hal pertama yang bisa dilakukan adalah dengan perlahan-lahan mengurangi konsumsi gula berlebih. Tidak secara langsung mengurangi, namun perlahan-lahan seperti misalnya dalam sehari mengkonsumsi gula 20 sdt maka dikurangi menjadi 18 sdt kemudian 16 sdt dan seterusnya.

Konsumsi gula yang sesuai dengan porsinya dalam sehari yaitu sebanyak 6-9 sendok teh. Takaran gula yang aman untuk dikonsumsi per hari terbagi menjadi tiga berdasar dari jenis kelamin dan usia. Untuk laki-laki adalah 9 sdt per hari atau setara dengan 38 gram, sedang untuk perempuan adalah 6 sdt atau setara dengan 25 gram. Untuk anak-anak usia 6 sampai 12 sendiri hanya 6 sdt (MedicalNewsToday, 2019).

Selain membatasi konsumsi gula, hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan perbanyak mengkonsumsi air mineral sesuai dengan takaran yaitu 8 gelas per hari. Karena dengan mengkonsumsi air mineral dengan takaran benar, maka akan menurunkan gula darah seseorang dari resistensi insulin. Resistensi insulin sendiri adalah sebuah kondisi dimana respon sel-sel di dalam tubuh kita terganggu oleh insulin dalam mempergunakan gula darah dengan maksimal. Tidak hanya itu, konsumsi air mineral juga bisa membantu dalam membuang kelebihan gula dan hasil akhir metabolisme lemak dari ginjal.

Mengkonsumsi makanan manis memang tidak dilarang, tapi masih harus tetap memperhatikan takaran atau porsi yang tepat. Hal itu juga untuk kesehatan tubuh masing-masing. Gaya hidup seseorang sangatlah berpengaruh terhadap kondisi baik mental maupun psikis seseorang. Maka dari itu, haruslah dijaga baik-baik tanpa melakukan apa yang kita sukai atau terapkan sebagai gaya hidup kita secara berlebihan. Karena apapun yang berlebihan meskipun itu bagus, maka tidak akan menghasilkan sesuatu yang baik.

Teks : Intan Eliyun
Kontributor : Magdalena Natasya, Dhika
Foto : Istimewa
Editor : Giovanni Alvita

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!

Referensi:

Media, K. (2020). “Mengenal Apa Itu Dessert Box dan Bahaya Hidden Sugar…”. Kompas.com. Retrieved 30 May 2021, from https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/13/120500065/mengenal-apa-itu-dessert-box-dan-bahaya-hidden-sugar-?page=all#:~:text=Seperti%20namanya%2C%20dessert%20box%20merupakan,bisa%20langsung%20dimakan%20dari%20tempatnya.

Lindberg, S., & Kelly, E. (2020). “Your Anxiety Loves Sugar. Eat These 3 Things Instead”. Retrieved 30 May 2021, from https://www.healthline.com/health/mental-health/how-sugar-harms-mental-health#worsen-anxiety

Lilis, C. (2019). “How many grams of sugar can you eat per day?”. Retrieved 1 June 2021, from https://www.medicalnewstoday.com/articles/324673#added-sugar-vs-natural-sugar


Dewi Arianti Saptoyo, R. (2021). “Bagaimana Produksi Kakao Indonesia?”. Kompas.com. Retrieved 2 June 2021, from https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/16/063000165/bagaimana-produksi-kakao-indonesia-?page=all