Mengulik Masalah Penyelenggaraan UI Battlegrounds

Redaksi Suara Mahasiswa · 25 Januari 2025
4 menit

Problematika penyelenggaraan program kerja UI Battlegrounds (UIBG) 2024 ramai diperbincangkan di media sosial X belakangan ini. Dibawahi oleh Departemen Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia, UIBG mewadahi kompetisi olahraga elektronik (e-sports) yang dilaksanakan selama tiga hari pada 17–19 Desember 2024. Kompetisi kemudian ditutup dengan Grand Closing di Balairung Universitas Indonesia.

Namun, pertandingan e-sports yang seharusnya menjadi ajang bergengsi justru menghadapi berbagai permasalahan. Mengacu pada perbincangan di X dalam minggu pertama Januari 2025, sejumlah akun pribadi mengungkapkan kemarahan dan kekecewaannya terhadap pelaksanaan UIBG yang dinilai kurang baik. Perbincangan tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dari mahasiswa UI, yang aktif di X, mengenai pelaksanaan UIBG.

Rentetan kritik dan keluhan ini bermula dari sebuah unggahan (01/03) di akun X @cipycips yang menampilkan tangkapan layar berisi pesan kontroversial dari Muhammad Isa Aidiputra selaku ketua pelaksana UIBG. Ia mengaku membutuhkan “cewek cakep bening” untuk bertemu dengan calon donatur. Pernyataan ini tentu memicu gelombang protes dari pengguna X lainnya, khususnya sesama mahasiswa UI, karena dinilai telah terang-terangan mengobjektifikasi perempuan demi mendapat keuntungan tertentu.

Membalas dengan kutipan dari unggahan X @cipycips, sebuah akun lain (@minjisejarah) mengklaim bahwa per 3 Januari 2025, hadiah untuk kontingen pemenang tak kunjung diberikan. Padahal, menurut informasi yang didapatkan dari Ketua Divisi cabang lomba e-sport Valorant, prize pool kontingen seharusnya turun kurang lebih seminggu setelah sesi awarding yang dilaksanakan pada 19 Desember 2024, bertepatan dengan Grand Closing. Masalah ini kemudian berkorelasi dengan dugaan kurangnya pendanaan UIBG.

Salah satu akun (@burnedbees) menuangkan keresahannya terkait dana UIBG yang diduga menghilang (01/05). Ia mengunggah sebuah video dan sejumlah foto dari hasil tangkapan layar percakapan grup LINE panitia UIBG sebagai bukti dari kondisi internal yang bermasalah dan pengelolaan dana acara yang buruk. Unggahan ini menimbulkan berbagai pertanyaan dari berbagai pihak. Akibatnya, sejumlah pihak memunculkan prasangka, seperti dugaan  penyalahgunaan dana untuk keperluan pribadi, yang kemudian kian memperkeruh suasana.

Alokasi dana juga dinilai kurang tepat, sebagaimana ditunjukkan oleh akun yang sama, @burnedbees, terkait pembelian kue ulang tahun StroTV. Isa mengklarifikasi bahwa keputusannya tersebut bertujuan untuk memengaruhi StroTV agar mau memberi sponsor dana berupa fresh money walau akhirnya tetap tak berhasil. Meski begitu, keputusan ini diambil tanpa kesepakatan dari panitia yang lain, termasuk dari Miranda Kristina Silalahi selaku wakil ketua pelaksananya sendiri.

Panitia UIBG turut mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap habisnya dana dari Set-Up Cost (SUC) sehingga belum bisa dikembalikan kepada panitia. Melalui unggahan-unggahan di X, dilaporkan adanya campur tangan dari pihak eksternal dalam pengelolaan dana acara tanpa transparansi yang jelas. Kritik lainnya dilayangkan pula atas dugaan bahwa UIBG mendapatkan bantuan dana sponsor dari Kabinet Merah Putih.

Ketika dihubungi oleh Suma, Isa menyatakan penyesalan atas kekacauan dalam pelaksanaan program kerja UIBG. Ia berjanji untuk menyelesaikan masalah keuangan dan memastikan dirinya bertanggung jawab sebagai ketua pelaksana. Saat ini, Isa sedang menggarap laporan keuangan sebagai bukti, termasuk pemakaian uang SUC.

Isa membantah tuduhan penyalahgunaan dana dengan menjelaskan bahwa kenyataannya, dana yang tersedia untuk UIBG memang sangat terbatas. Fee marketing pun hanya diberikan pada tim Finance yang telah membantu, sisanya sama sekali tidak digunakan karena memprioritaskan acara UIBG.

“Dana sekitar 40 juta aku kelola bersama controller untuk Grand Closing dan semuanya sudah habis terpakai. Di rekening UIBG hanya tersisa uang beku sebesar 5 juta untuk kepentingan pajak, jadi kalau ada yang bilang uangnya ‘ditilep’ itu enggak ada. Apa yang bisa aku ambil? Uang enggak ada. Yang bisa aku ambil ya keringat, capek, sama pelajaran.”

Namun, dalam persiapan Grand Closing, baik karena keterbatasan waktu maupun kesibukan akademis panitia, tidak semua panitia terlibat langsung sehingga transparansi mengenai dana yang terpakai tidak tersampaikan dengan jelas ke seluruh panitia.

Merespons kritikan atas pernyataan Isa yang mengobjektifikasi perempuan, ia mengakui bahwa itu murni kesalahannya. “Permintaan maaf juga terkait bahasaku yang memang tidak senonoh (dalam pernyataan perempuan) bening itu. Kita lagi yang kayak benar-benar frustasi gimana nyari duitnya. Tapi ya udahlah, itu enggak bisa jadi pembelaan. (Ini memang) kesalahan aku, pure kesalahan aku. (Aku) enggak mikir, dan aku udah minta maaf di Zoom (klarifikasi).”

Isa juga menegaskan bahwa Kabinet Merah Putih tidak memberikan sponsor satu rupiah pun kepada UIBG. Penggunaan logo Kabinet Merah Putih di poster merupakan kesalahan karena adanya miskomunikasi di antara panitia. Logo yang digunakan seharusnya merupakan logo beberapa kementerian. Logo-logo tersebut juga hanya digunakan sebagai bentuk ucapan terima kasih atas kehadiran mereka di acara Grand Opening, bukan karena adanya dukungan sponsor.

Masalah lainnya terlihat pada sesi awarding yang seharusnya dimulai pada 20.45, tetapi diundur hingga satu jam. Susunan acara dianggap terlalu penuh oleh sambutan beberapa kementerian dan membuat acara utamanya tidak diprioritaskan. “Keundurnya acara ini gara-gara kontingennya baru bisa datang jam 17.30, jadi kita menyesuaikan sama kontingen,” jelas Isa.

Panitia menilai bahwa permasalahan yang terjadi berakar pada kurangnya koordinasi dan komunikasi yang baik, terutama dari jajaran atas ke bawahan. Pemilik akun @minjisejarah berpendapat, “Padahal kalau ada masalah A, B, C, jajaran PI dan BPH berhak tau, supaya masalahnya juga bisa diselesain sama-sama.”

Keputusan yang diambil sepihak tanpa berdiskusi dengan panitia lainnya menimbulkan silang pendapat. Hal ini berujung pada kesalahpahaman dan kekecewaan di antara panitia.

“Menurut aku, PO atau VPO tahun depan harus kritis dan jangan mudah percaya sama eksternal. Bikin acara ya harus realistis dan pertimbangin semua aspek, mulai dari budget dan sumber daya yang dipunya,” saran F, salah satu panitia, ketika ditanyakan mengenai evaluasi untuk UI Battlegrounds tahun ini. “Jangan termakan omongan eksternal yang menjanjikan acara heboh, tapi enggak sesuai sama yang bisa kita usahakan,” tambahnya.

Teks: Kinanti Anggraeni, Kania Soedira, dan Pradnya Paramitha.

Kontributor: Naswa Dwidayanti Khairunnisa

Editor: Chika Ayu


Pers Suara Mahasiswa UI 2024

Independen, Lugas, dan Berkualitas!