Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang dapat memengaruhi kualitas hidup dan kesehatan. Kualitas tidur yang buruk dapat mengakibatkan penurunan kesehatan baik fisiologis maupun psikologis. Mengutip dari Damien Leger (2006), fakta menunjukkan bahwa manusia menghabiskan sepertiga hidupnya untuk tidur. Tidur merupakan salah satu cara kita beristirahat, tetapi ada beberapa orang yang mengabaikan hal tersebut dengan cara ‘begadang’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, begadang dapat diartikan sebagai suatu kebiasaan terjaga sampai larut malam dan tidak tidur saat pagi datang. Begadang termasuk salah satu masalah kesehatan, karena menyebabkan pola istirahat menjadi kacau. Namun, hal ini diabaikan, terutama oleh sebagian mahasiswa.
Walaupun begitu, mahasiswa yang ‘begadang’ pun mempunyai alasan tersendiri mengenai hal itu. Salah satu alasan utamanya yakni, mereka harus terjaga sepanjang malam untuk mengerjakan tugas yang menumpuk dan mendekati batas akhir pengerjaan. “Matkulnya nggak cuma satu, tapi tugasnya pada antre. Ditambah lagi tugas-tugas dari organisasi, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), kepanitiaan, dan sebagainya,” terang Malina, Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) tahun 2020. Selain itu, ada beberapa alasan lain, di antaranya untuk mendapatkan waktu pribadi atau yang biasa disebut “Me Time” yang hanya bisa dilakukan ketika tengah malam, juga karena terbawa oleh kebiasaan dulu ketika sering begadang untuk mengerjakan tugas. “Setelah beberapa hari yang lalu capek dan mumet saat ngepush tugas dan laporan praktikum, begadang kali ini gua jadiin waktu untuk me time gitu. Biasanya gua main game, nonton film, dan sebagainya,” ungkap Dean, Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) tahun 2020.
Waktu yang mereka habiskan untuk begadang pun beragam. Mulai dari yang begadang hingga pukul 2 atau 3 pagi bahkan tidak tidur satu hari satu malam penuh. Tidak peduli pukul berapa mereka berangkat untuk tidur, ketika pagi menjelang maka mereka harus bangun dan melakukan kegiatan perkuliahan dan keseharian mereka.
Lalu bagaimana cara mereka tetap terjaga semalaman penuh? “Kalau saya nggak ada sesuatu yang khusus, cuma maksa diri buat stay awake karena deadline udah beneran di depan mata,” ungkap salah satu mahasiswa FEB angkatan 2019. “Aku gak minum kopi atau sejenisnya pun bisa melek. Paling biar tetep melek sambil nugas disambi denger musik sama buka buka sosmed gitu, sih,” jelas Akira, Mahasiswi FMIPA 2020.
Meskipun begadang menjadi sebuah hal yang umum dilakukan oleh banyak orang, termasuk mahasiswa, terdapat sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Chronobiology International menemukan bahwa orang yang sering begadang menjadi lebih rentan terhadap beberapa masalah kesehatan, termasuk gangguan neurologis, penyakit psikologis, dan risiko kematian yang lebih tinggi daripada para “morning person” (orang yang lebih aktif saat pagi hari).
Kristen Knutson, Profesor Neurologi di Northwestern's Feinberg School of Medicine, salah satu penulis dari penelitian tersebut mengatakan bahwa, “Penelitian ini telah menunjukkan bahwa orang-orang yang sering tidur larut malam cenderung memiliki profil kesehatan yang lebih buruk, termasuk hal-hal seperti diabetes dan penyakit jantung.” Knutson pun menambahkan “Menurut kami, apa yang mungkin terjadi adalah ada masalah bagi orang-orang yang sering begadang untuk bisa bangun lebih awal pada pagi hari. Itu disebabkan oleh kacaunya antara jam internal dengan dunia luar mereka, sehingga menyebabkan kacaunya ritme sirkadian,” jelasnya. Sirkadian adalah siklus 24 jam, sedangkan ritme sirkadian sendiri merupakan jam internal yang mengatur proses penting dan fungsi tubuh. Kapan waktunya bangun dan tidur juga diatur oleh ritme sirkadian. Ritme ini bekerja sama dengan otak dan dipengaruhi langsung oleh faktor lingkungan, terutama cahaya.
Selain itu, akibat jika terlalu sering begadang dapat kita lihat pada muka kita, yang terlihat lebih pucat, sayu, lelah, muncul lingkaran hitam di bawah mata, mata merah, serta mempercepat kerutan di sekitar muka. Penelitian yang dilakukan oleh Phil Gehrman, Ph.D., CBSM, FAASM, dari Program Behavioral Sleep Medicine Universitas Pennsylvania, mengemukakan bahwa tidur kurang dari enam jam sehari menyebabkan tubuh lebih banyak melepaskan hormon stres dan kortisol. Kortisol dalam jumlah banyak akan berakibat memecah zat kolagen dan protein dalam kulit. Kurang tidur juga mengakibatkan tubuh lebih sedikit mengeluarkan hormon pertumbuhan, padahal hormon tersebut sangat dibutuhkan pada saat masa pertumbuhan. Hormon pertumbuhan hanya diproduksi pada saat tidur dalam keadaan tenang, nyaman dan lelap.
Begadang juga dapat memberikan efek sulit konsentrasi berkepanjangan. Dalam buku Aplikasi Olah Nafas (2005) yang ditulis oleh Handoyo dikatakan bahwa begadang memang dapat menguras tenaga yang membuat tubuh menjadi lemah. Saat merasa lelah, tubuh akan merasa lebih cepat pegal dan tubuh ingin cepat kembali beristirahat. Rasa lelah inilah yang membuat sulit berkonsentrasi. Menurut studi di Psychology Bulletin yang dikutip oleh Quamila (2018), saat begadang dalam kurun waktu 24 jam akan kehilangan konsentrasi dan kewaspadaannya. Selain itu, dampak pada otak untuk fokus juga menurun hingga 0,10% (sama seperti dengan efek yang ditimbulkan oleh alkohol). Setelah begadang selama 36 jam, kemampuan kognitif akan menurun jauh, dapat menjadi pelupa dalam jangka waktu pendek, reaksi tubuh akan semakin lambat dan dapat mengganggu kewaspadaan.
Begadang bukannya dilarang, tetapi boleh dilakukan jika tubuh kita berada dalam kondisi yang prima. Saat tubuh lelah dianjurkan untuk tidak begadang, karena akan memberikan efek yang besar pada tubuh. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan tubuh agar bisa begadang (Kompas, 2020), yaitu :
Begadang boleh, tetapi jangan sampai lupa makan! Dengan makan teratur, kita akan mendapat asupan gizi yang cukup untuk kembali beraktivitas. Bila asupan gizi masuk dengan cukup, kita akan dapat lebih berkonsentrasi. Makanan yang kita makan pun harus dapat meningkatkan daya ingat, daya konsentrasi, hingga mengurangi stres. Kita dapat memilih makanan yang bisa memberikan energi tahan lama, seperti ikan, sayuran hijau, kacang-kacangan, buah beri, alpukat, kuning telur, coklat, cabai, dan sebagainya. Bila mau makan camilan, pilihlah camilan yang memberikan energi dan mengandung protein, seperti protein shakes, greek yoghurt, buah-buahan, dan overnight oatmeal.
Beberapa studi melaporkan bahwa kafein bermanfaat untuk memulihkan tingkat terjaga seseorang dan mengimbangi kemampuan kognitif yang berkurang sebagai akibat dari kurang tidur (Snel & Lorist, 2011). Namun, penelitian lain menunjukkan bahwa kafein memiliki efek negatif yang signifikan terhadap suasana hati dan performa kerja ketika digunakan terus menerus (James & Keane, 2007; James & Rogers, 2005). Selain itu, mengonsumsi kafein yang berlebihan seperti satu cangkir dalam satu malam, justru akan membuat kita dehidrasi dan insomnia. Oleh karena itu, air putih dapat menjadi kunci. Meminum air putih dapat mencegah dehidrasi, membantu mengurangi kelelahan, dan membuat lebih fokus.
Berolahraga ringan, seperti berjalan kaki, naik-turun tangga, push up, sit up, dan sebagainya dapat meningkatkan energi dan membuat darah dalam tubuh tetap mengalir dengan baik. Menurut Harvard Health Medical School (2021), olahraga adalah salah satu cara terbaik untuk menjaga kesehatan arteri dan dapat mengurangi stress. Olahraga di sore hari juga membantu mengurangi insomnia dan mengembalikan jam teratur tidur. Dengan mengeluarkan energi di sore hari dapat membuat tubuh lebih cepat mengantuk dan lebih pulas saat tidur. Hasilnya di pagi hari, kita akan bangun dengan tubuh yang lebih segar.
Sembari berolahraga, berjemur di bawah sinar matahari juga merupakan hal yang bagus untuk dilakukan. Paparan sinar matahari memberikan asupan vitamin D untuk tubuh. Dilansir dari Health Line, paparan sinar matahari terbukti dapat meningkatkan pelepasan hormon serotonin di otak. Hormon ini dapat memicu peningkatan suasana hati serta membantu seseorang merasa lebih tenang dan fokus.
Teks: Magdalena Natasya, Intan Eliyun
Foto: Istimewa
Editor: Giovanni Alvita
Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas!
Daftar Pustaka: