Logo Suma

Menolak Lupa: 7 Tahun Kematian Akseyna, Bagaimana Kabar Perkembangan Kasusnya?

Redaksi Suara Mahasiswa · 26 Maret 2022
5 menit

Akseyna Ahad Dori (Ace), mahasiswa Fakultas MIPA Jurusan Biologi Universitas Indonesia, ditemukan dalam kondisi tak bernyawa di Danau Kenanga Universitas Indonesia, pada Kamis, 26 Maret 2015. Hingga kini, 7 tahun setelah kejadian, penyebab kematian Akseyna belum menemukan hasil final. Sempat diduga bunuh diri, namun pihak kepolisian mengoreksi hipotesanya dengan menyatakan bahwa Ace merupakan korban pembunuhan. Pengungkapan kasus ini dinilai rumit lantaran keterlambatan identifikasi jenazah dan kesalahan prosedur dalam olah TKP awal. Tujuh tahun berselang, bagaimana kabar proses hukumnya saat ini?

Kronologi Terungkapnya Kasus Akseyna

Kasus ini bermula saat ditemukan jenazah yang belum diketahui identitasnya di Danau Kenanga Universitas Indonesia tahun 2015 lalu. Penemuan jenazah tersebut berbarengan dengan hilangnya kabar Akseyna Ahad Dori (Ace) pada saat itu. Sebelumnya, berbagai upaya telah dilakukan keluarga untuk mencari informasi terkait hilangnya keberadaan Ace. Mulai dari menghubungi Ace via telepon hingga meminta bantuan kerabat untuk langsung mendatangi indekos Ace, tetapi keberadaan Ace tidak kunjung diketahui.

Akhirnya, ayah Ace datang langsung ke Jakarta dan menyambangi Rumah Sakit Polri Kramat Jati dan Polsek Beji didampingi Biro Keamanan UI untuk memastikan identitas jenazah yang sebelumnya ditemukan. Setelah memeriksa beberapa barang dan pakaian, ayah Ace mengonfirmasi bahwa jenazah tersebut adalah Ace.

Awalnya, meninggalnya Ace diduga karena bunuh diri. Namun, ditemukan banyak kejanggalan sepanjang proses penyelidikannya. Misalnya kamar Ace yang sudah dalam kondisi berantakan, barang-barangnya diotak-atik, dengan sebuah “surat wasiat” yang ditemukan di kamar Ace. Pun kemudian hasil otopsi menunjukkan bahwa terdapat bekas pukulan benda tumpul di tubuh Ace. Dilihat dari ditemukannya pasir dan air di paru-paru Ace, tim forensik menyebutkan bahwa Ace tidak tewas diatas air, namun tewas di dalam air dalam keadaan hidup. Ada pula kemungkinan Ia ditenggelamkan secara paksa di Danau Kenanga UI mengingat tas Ace saat itu dipenuhi batu bata. Saat itu pula, Grafolog Deborah Dewi mengonfirmasi bahwa tulisan tangan dalam “surat wasiat” tersebut bukan tulisan tangan asli Ace.

Pernyataan dari polisi atas kasus kematian Ace cenderung berubah-ubah. Mulanya kasus ini diduga merupakan kasus pembunuhan, kemudian berubah status menjadi belum diketahui merupakan kasus pembunuhan atau bunuh diri. Hingga akhirnya, pertengahan tahun 2015 Dirkrimum Polda Metro Jaya dan Polres Depok mengumumkan secara resmi bahwa kasus ini adalah kasus pembunuhan.

Kasus Akseyna Mencuat Kembali, Sudahkah Pelakunya Ditemukan?

Sudah 7 tahun berlalu, artinya sudah 7 kali pula Kapolda Metro Jaya berganti. Namun, pihak kepolisian belum juga menemukan titik terang dari kasus ini. Kesalahan prosedur penanganan TKP awal diperburuk dengan lambatnya penanganan kasus menyebabkan banyak bukti-bukti penting yang merupakan benang merah kasus ini terlewatkan begitu saja.

“Yang jelas penanganan di awal kasus lambat dan banyak yang miss. Jenazah baru teridentifikasi berhari-hari setelah Ayah Ace datang sendiri ke Depok,” ungkap Arfi, Kakak Akseyna.

Pihak keluarga pun menyayangkan tidak adanya hasil nyata yang dapat mengungkap tuntas kasus Ace dari proses penyelidikan dan penyidikan yang sudah dilakukan pihak kepolisian sejak 7 tahun lalu.

“Tapi bagaimanapun, selama 7 tahun sudah banyak saksi yang diperiksa, sudah olah TKP berkali-kali. Semestinya sudah ada hasil nyata dari proses penyelidikan selama itu. Ini tersangka saja belum ada nama,” paparnya.

Di samping itu, kembali mencuatnya kasus ini ke publik mengindikasikan upaya polisi mengungkapkan kasus Ace masih berlangsung hingga saat ini. Sebab, tahun 2021 lalu, Grafolog Deborah Dewi yang merupakan salah satu saksi ahli dalam kasus ini, menyampaikan lewat live instagram @pusatforensikui bersama Prof. Drs. Adrianus Meliala bahwa Ia kembali dipanggil pihak penyidik untuk melanjutkan kasus ini. Namun, pihak keluarga menyatakan belum mendapatkan informasi apa pun dari pihak kepolisian mengenai perkembangan dan kelanjutan kasus Ace.

Arfi juga menyampaikan bahwa sebagai upaya memperjuangkan kasus Ace, mereka mengirimkan surat resmi dengan tembusan ke pihak-pihak berwenang. Namun, hingga kini surat tersebut tidak kunjung mendapatkan jawaban.

“Terakhir tanggal 8 Maret 2022 kami kirim surat ke Kapolri dengan tembusan Ketua Kompolnas, Polda Metro Jaya, Polda Jawa Barat, Polres Depok, dan Polsek Beji untuk mohon bantuan kelanjutan dan transparansi hasil penyelidikan, tapi sampai sekarang belum ada sama sekali jawaban,” tambah Arfi.

Tidak hanya melalui pihak kepolisian, sejak 2015 lalu pihak keluarga telah meminta bantuan pihak Universitas Indonesia dengan mengirimkan surat resmi yang ditujukan kepada rektor dengan tembusan ke Komnas HAM. Surat tersebut berisi permohonan pendampingan hukum untuk keluarga dalam mengawal kasus Ace, permohonan pembentukan tim investigasi internal untuk mendukung penyelidikan polisi, dan melaporkan serta meminta tindakan tegas terhadap salah satu dosen UI yang kerap mengeluarkan pernyataan memojokkan terkait kasus Ace. Namun, pihak UI menolak ketiga permohonan tersebut dan hanya memberikan pendampingan hukum pada mahasiswa yang merupakan saksi dalam kasus ini. Pihak UI kemudian mengatakan hanya akan menyerahkan secara penuh kasus ini kepada pihak kepolisian, dan menyatakan bahwa UI memiliki mekanisme tersendiri untuk menindak civitas akademikanya.

“Selama ini saya tidak dengar usaha dari UI untuk mengawal kasus ini, benar-benar diam seolah lepas tangan. Padahal UI punya SDM, termasuk di bidang kriminologi, tapi tidak terlihat kontribusi nyatanya di kasus anak didik mereka sendiri. Kami minta bantuan pendampingan hukum dan minta dibentuk tim investigasi internal saja ditolak,” ujar kakak Akseyna mengutarakan kekecewaannya.

Kemudian, pihak keluarga juga mengatakan bahwa mereka telah meminta bantuan kepada dua pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) sejak 2021. Pengurus BEM UI tersebut memberikan janji akan mengkoordinasikan kasus ini, tetapi hingga saat ini belum ada wujud konkret dari janji itu.

“Padahal BEM UI terkenal paling vokal kalau mengkritik pemerintah dan menyoroti kasus-kasus lain di luar kampusnya. Kasus yang di dalam kampus, yang dekat dengan mereka dan bisa berdampak pada keamanan mereka sendiri, justru tidak dikawal,” ujar Arfi.

Upaya yang dilakukan oleh pihak keluarga tidak berhenti sampai di situ. Keluarga juga sudah pernah mengirimkan surat kepada Komnas HAM, namun kekecewaan kembali didapat karena pihak Komnas HAM pun menyerahkan seluruh prosesnya kembali kepada polisi. Hingga kini, pihak keluarga masih terus mendesak pihak-pihak berwenang untuk mempercepat penyelidikan dan mengungkapkan hasilnya secara transparan. Di luar itu, selama 7 tahun ini pihak keluarga juga berupaya menyuarakan kasus ini melalui kampanye dan alarm pengingat di media sosial, membuat kanal informasi, bahkan membuat petisi yang kemarin ditandatangani lebih dari 100.000 orang. Bantuan informasi yang datang justru bukan dari pihak berwenang, melainkan dari masyarakat, jurnalis, influencer, dan netizen di media sosial.

Sosok Akseyna dan Harapan Keluarga

Dikenal oleh keluarga sebagai anak yang patuh pada orang tua, peduli dengan keluarga, mandiri, kritis, dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi membuat keluarga tak pernah mundur untuk terus menyuarakan kasus yang mandek terselesaikan selama 7 tahun ini.

“Ace bukan tipe anak yang suka nongkrong atau keluyuran ke sana kemari. Aktivitas hariannya hanya sekitaran kos, kuliah, masjid, dan perpus UI. Jadi, sebenarnya kalau ditelusuri, tidak akan susah. Karena dia hanya ke situ-situ aja, dan bertemu dengan orang itu-itu saja,” papar Arfi.

Tidak akan berhenti untuk mendapatkan keadilan yang seharusnya didapat sejak awal, pihak keluarga berharap kasus ini dapat terselesaikan dengan tuntas. Pertanyaan-pertanyaan mengenai siapa, kenapa, dan bagaimana dapat terjawab dengan jelas. Pun harapan kepada pihak berwenang, polisi, untuk dapat mengeluarkan pernyataan terkait perkembangan penyelidikan kasus ini secara transparan karena keluarga masih percaya bahwa polisi dapat melunasi hutangnya untuk menyelesaikan kasus ini jika memiliki komitmen yang kuat.

Pihak keluarga juga berharap Universitas Indonesia dapat membantu kasus ini dengan bersikap terbuka, transparan, dan kooperatif terhadap proses penyelidikan, termasuk menginformasikan kepada keluarga apabila memiliki informasi terkait hal ini. Terakhir, pihak keluarga juga terus berupaya mengumpulkan informasi dengan harapan dapat membantu pihak berwenang dalam menemukan titik terang dalam kasus ini sesegera mungkin.

“Sebenarnya yang perlu digarisbawahi adalah kami ini korban. Kami sangat berduka kehilangan salah satu anggota keluarga kami. Jadi upaya sebanyak ini semestinya tidak perlu, andai ada kerjasama, transparansi dan update penyelidikan dari yang berwenang karena berjuang begini bertahun-tahun berat sekali bagi kami,” tegasnya.

Baca juga: Peduli Akseyna UI

Teks: Hawa Muharmaeka, Della Azzahra S

Editor: Dian Amalia Ariani

Foto: Kumparan dan Alvin Anggara

Ilustrasi: Brilian Kusumanegara

Pers Suara Mahasiswa UI 2022

Independen, Lugas, dan Berkualitas!