Menteri Keuangan Pastikan Uang Kuliah dan Beasiswa Tak Terdampak Efisiensi Anggaran

Redaksi Suara Mahasiswa · 16 Februari 2025
3 menit

Dalam Konferensi Pers di Kompleks Parlemen DPR RI, Jumat (14/2), Sri Mulyani menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pemotongan anggaran biaya pendidikan adalah perjalanan dinas, seminar, alat tulis kantor (ATK), dana acara-acara peringatan, perayaan, dan kegiatan seremonial lainnya.

Bendahara Umum Negara tersebut juga melarang Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menaikkan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa untuk tahun ajaran baru 2025/2026. Selain itu, merujuk dari akun X @narasitv, Sri Mulyani juga menyebutkan bahwa saat ini, sebanyak 1.040.192 mahasiswa penerima Kartu Indonesia Pintar-Kuliah (KIP-K) tidak akan terkena pemotongan dari dampak efisiensi anggaran Rp306,69 triliun.

Satryo Soemantri Brodjonegoro, selaku Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), menjelaskan total bujet yang dialokasikan kepada Kemendiktisaintek adalah Rp57,6 triliun. Namun, sesuai dengan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 yang dikeluarkan oleh Presiden Prabowo Subianto, anggaran tersebut akan dipangkas sebesar 14,3 trilliun.

Hal ini tentu menimbulkan banyak protes dan kekhawatiran dari berbagai pihak. Baik dari mahasiswa baru yang akan mulai memasuki perguruan tinggi pada tahun 2025 ini, maupun mahasiswa lainnya yang masih melanjutkan perguruan tinggi.

Efisiensi Pendidikan Memunculkan Peringatan Darurat (Garuda Merah)

“Tolak Pemangkasan Dana Pendidikan!”, telah menjadi kalimat singkat yang menunjukkan keresahan dan amarah sebagian besar mahasiswa. Postingan ini ramai pada aplikasi X, bersamaan dengan postingan ‘Peringatan Darurat’ yang menunjukkan Garuda dengan latar belakang berwarna merah.

Akses dan kemampuan mahasiswa dalam memperoleh pendidikan tinggi semakin terbatas. Bahkan, terancam menjadi kebutuhan ‘tersier’ karena kurangnya kemampuan finansial sebagian masyarakat dalam membayar biaya operasional kuliah.

Belum lagi, program KIP-K yang merupakan salah satu program beasiswa pemerintah juga terdampak akibat dari efisiensi ini. Padahal, program satu ini telah ada sejak lama untuk mendukung mahasiswa yang terkendala kondisi finansial untuk melanjutkan pendidikannya.

Sebanyak 663.821 dari 844.174 mahasiswa yang menjadi penerima KIP-Kuliah terancam putus kuliah karena biaya pendidikannya tidak dapat dibayarkan pada tahun 2025. Hal ini tentu dapat mengakibatkan semakin jelasnya kesenjangan akses pendidikan antara mahasiswa kelas atas dengan kelas bawah semakin terlihat.

Dari Ancaman Putus Kuliah Hingga Putusnya Hubungan Bilateral Negara

Dampak pemangkasan anggaran terhadap program KIP-Kuliah menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para mahasiswa, khususnya mereka yang berada di kelas ekonomi menengah ke bawah. Jika pemerintah meniadakan program KIP-Kuliah, maka mereka tidak lagi memiliki sumber dukungan pembiayaan kuliah. Hal ini tentu membuat mereka akan telat membayar UKT, bahkan tidak dapat membayarnya sama sekali.

Sayangnya, para mahasiswa itu juga tidak mudah dalam meraih keringanan dari pihak kampus. Bukannya menerima dispensasi penurunan besaran UKT, mereka justru harus menerima konsekuensi putus kuliah.

Salah satu jalan yang mereka ambil untuk menghadapi masalah ini adalah dengan cuti kuliah. Mereka memilih cuti agar dapat mengisi waktunya dengan melakukan pekerjaan sampingan. Dengan pilihan tersebut, para mahasiswa yang terdampak itu berharap dapat menambah penghasilan untuk melanjutkan pembiayaan kuliah mereka meskipun harus menunda waktu kelulusan.

Selain beasiswa KIP-Kuliah yang populer, terdapat juga program beasiswa lain yang terdampak dari efisiensi anggaran pendidikan Indonesia, seperti Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI). Efisiensi ini dapat menyebabkan 12 dari total 33 penerima BPI Luar Negeri (LN) Program S3 terancam tidak dapat dibayarkan biaya kuliahnya, bahkan berpotensi terlantar di luar negeri.

Tak hanya itu, pemangkasan anggaran tersebut juga dapat berdampak pada hubungan bilateral Indonesia dengan beberapa negara berkembang. Hal ini dikarenakan efisiensi tersebut juga turut memengaruhi beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB).

Beasiswa KNB sendiri merupakan program yang ditujukan untuk membiayai mahasiswa asing yang berasal dari negara-negara mitra yang sudah melakukan komitmen dengan Indonesia. Namun jika efisiensi terjadi, hal ini berpotensi menyebabkan mahasiswa KNB yang sedang menjalani program tidak dapat dibiayai lagi. Akibatnya, tujuan utama beasiswa KNB, yaitu memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan pengalaman di bidang akademik terutama di negara berkembang, tidak dapat terlaksana sepenuhnya.

Menyuarakan Ketidakadilan Efisiensi Anggaran melalui Instagram

Pada akun Instagram @suaraganesha, terdapat unggahan yang berjudul "Siap-Siap, UKT Bisa Naik Lagi". Unggahan ini dapat dibagikan oleh pengguna Instagram lainnya untuk digunakan sebagai aksi protes dalam menyikapi permasalahan yang terjadi.

Sejak 14 Februari 2025, unggahan tersebut telah diunggah ulang oleh lebih dari 125.000 akun. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memang menganggap bahwa efisiensi anggaran ini tidak mensejahterakan mahasiswa maupun kualitas pendidikan Indonesia sama sekali.

Unggahan tersebut juga dilengkapi dengan beberapa pertanyaan, seperti "Bagaimana nasib kita sebagai mahasiswa yang hak dan mimpinya bisa dihambat tidak hanya oleh kebijakan ini, tetapi juga kebijakan-kebijakan kedepan?", "Sudah seharusnya kita sebagai mahasiswa memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang berkeadilan bagi semua lapisan masyarakat", dan "Mana sila ke-5 Pancasila?".

Penulis: Darryl Hartono, Zulianikha Salsabila Putri

Editor: Dela Srilestari

Pers Suara Mahasiswa UI 2025

Independen, Lugas, dan Berkualitas!