Identitas Novel
“Untuk memperoleh sesuatu, harus kehilangan sesuatu.” (Halaman 18)
Apa yang akan kamu lakukan apabila divonis dokter bahwa hidupmu tak lama lagi?
Tokoh Aku tanpa nama dalam novel ini menulis sebuah surat panjang sebelum ia mati. Surat wasiat itu menceritakan dirinya yang mengalami peristiwa tujuh hari ajaib setelah didiagnosis dokter bahwa dirinya terkena tumor otak stadium IV. Ia menjalani kehidupan biasa sebagai postman bersama dengan kucing kesayangannya, Kubis. Di sisa waktu yang tinggal sedikit, tokoh Aku yang diselimuti keputusasaan tiba-tiba didatangi oleh iblis yang menjelma serupa dirinya sendiri. Dengan pakaian layaknya orang berlibur ke Hawaii, Iblis yang dipanggil Aloha itu memberi tokoh Aku sebuah penawaran istimewa dengan satu syarat; untuk mendapatkan sesuatu, harus kehilangan sesuatu. Ia dapat menyambung nyawa satu hari dari batas waktu kematiannya, tetapi sebagai gantinya satu hal harus hilang dari dunia. Namun, bukan sembarang benda yang dihilangkan, Iblis Aloha meminta untuk melenyapkan hal-hal yang ada di sekitar tokoh Aku. Lantas, bagaimana apabila benda yang harus dihilangkan dari dunia ini mengingatkannya dengan orang-orang terkasih beserta kenangan-kenangan selama ia hidup?
“Hampir selalu orang baru menyadari apa yang penting baginya setelah kehilangan itu.” (Halaman 135)
Setiap kali Iblis Aloha menginginkan satu hal hilang dari dunia, Si Aku merenungkannya. Bagaimana jika telepon hilang dari dunia, apakah ia harus selalu bertukar surat untuk menghubungi kekasihnya. Atau, apa yang akan terjadi jika film hilang dari dunia ini. Kutipan-kutipan aktor favoritnya di film, serta bioskop tempatnya menonton bersama mendiang ibu hanya tinggal kenangan. Hal-hal remeh yang menemaninya sehari-hari itulah yang kemudian membentuk dirinya saat ini. Jika hal-hal tersebut hilang dari dunia, bukankah artinya separuh dari dirinya juga hilang, pikirnya. Seperti apa rasanya hidup di dunia tanpa hal tersebut. Perasaan itu yang kerap kali muncul tatkala Iblis Aloha kembali datang setiap harinya untuk memberikan penawaran yang sama; memberinya nyawa dengan bayaran hal-hal yang ia sukai.
Selama empat hari, Tokoh Aku menghilangkan benda-benda sebagai bayaran untuk nyawanya. Satu persatu benda di sekitarnya lenyap. Orang mulai lupa bahwa mereka pernah menonton film. Tak ada lagi yang menggunakan jam untuk mengukur waktu. Perlahan, benda yang hilang saling berkesinambungan dengan hidupnya. Hingga pada hari keempat, Iblis Aloha meminta untuk menukar nyawanya dengan kucing. Bagaimana bila kucing hilang dari dunia ini? Kehidupan seperti apa yang akan dijalankan tanpa kucing kesayangan yang senantiasa menemani. Bulu lembut, setia, dan menggemaskan. Terutama Kubis, sang kucing peliharaan. Kucing yang mengingatkan ia dengan rengkuhan hangat mendiang ibunya. Apakah dirinya rela menukar kucing dengan nyawa satu hari?
Jika Kucing Lenyap Dari Dunia mengajak kita untuk mempertanyakan eksistensi hal-hal remeh yang kerap kali terlupakan dan bagaimana hal-hal tersebut menemani hidup kita sehari-hari. Dengan sudut pandang tokoh Aku, novel ini berfokus pada karakter utama yang tidak diketahui namanya hingga akhir cerita. Novel yang unik ini dikemas seolah-olah membaca tulisan harian tokoh Si Aku, seorang tukang pos yang divonis bahwa umurnya tak lama lagi akibat kanker yang ia derita. Akan tetapi, novel ini memiliki kelemahan dalam penulisan cerita. Berdasarkan judul, novel ini seolah membahas tentang kucing, padahal di dalam cerita, hanya sedikit pembahasan mengenai kucing. Beberapa dialog antara tokoh aku dengan tokoh lainnya juga terkesan kaku. Namun, kelemahan novel tersebut tetap berhasil memberi pesan kuat yang hendak disampaikan Genki Kawamura kepada pembaca tentang menjalani kehidupan. Pada dasarnya, hidup yang bermakna bukan tentang hidup selama mungkin, tetapi tentang bagaimana kita membuat kenangan dan meninggalkan kenangan terbaik selama hidup kepada orang di sekitar kita.
Teks : Syifa Anggun
Editor : Sekar Innasprilla
Ilustrasi : Istimewa