Menuntut Keadilan di International Women’s Day

Redaksi Suara Mahasiswa · 8 Maret 2021
3 menit

Telah berlangsung webinar dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 2021 pada Minggu (7/3). Acara ini diselenggarakan oleh Gerakan Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (GERAK Perempuan) melalui platform Zoom yang dihadiri oleh berbagai kalangan, dari mulai lembaga perempuan hingga gerakan masyarakat. GERAK Perempuan membawa empat tuntutan utama yang dilayangkan kepada negara, yaitu (1) Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), (2) Sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT), (3) Tolak RUU Ketahanan Keluarga dan (4) Batalkan UU Cipta Kerja.

Webinar yang diisi dengan orasi umum dan tematik tentang terjadinya permasalahan yang terjadi pada perempuan. Contohnya adalah opresi yang dialami oleh buruh perempuan, abainya pihak kampus yang masih menutup mata dengan adanya kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, dan kegagalan pemerintah dalam membuat kaum perempuan merasa aman ini mengusung tagline “melawan kekerasan terhadap perempuan, menantang sistem politik yang mengabaikan hak rakyat!”.

Tuntutan yang diberikan ditujukan kepada pemerintah yang dinilai belum menyediakan perlindungan penuh kepada perempuan. Selain empat tuntutan utama di atas, para orator juga membuat tuntutan lain, seperti meminta pemerintah meratifikasi Konvensi ILO No. 190. Konvensi ILO 190 Konvensi Stop Pelecehan dan Kekerasan di Dunia Kerja merupakan konvensi yang spesifik karena di dalamnya berisi: Pertama, tak hanya mengatur tentang kekerasan dan pelecehan yang dialami buruh di tempat kerja, tapi di dunia kerja, yang artinya konvensi juga mencegah kekerasan dan pelecehan yang terjadi di rumah, di jalan, hingga di tempat kerja.

Kedua, konvensi juga mengakui bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang banyak dialami pekerja perempuan akan berimbas pada kerja-kerja mereka. Ketiga, konvensi ini memberikan pengakuan kepada seluruh pekerja tidak hanya pekerja informal tetapi juga nonformal, seperti pekerja rumah tangga, pekerja difabel. Keempat, dalam konvensi mahasiswa magang (internship) diakui sebagai pekerja yang punya hak seperti pekerja lainnya.

Selain itu, terdapat tuntutan untuk mencabut Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 atau UU Cipta Kerja. Hal ini dikarenakan substansi yang ada pada UU Cipta Kerja sangat memberatkan pekerja perempuan. Seorang orator yang juga buruh bernama Rahma, menyebutkan bahwa tentang cuti sangat memberatkan bagi kesehatan perempuan.

“Misalnya, cuti haid sendiri itu jarang sekali buruh mengambil ya, walaupun dia beranggota (menjadi anggota--red) serikat atau organisasi di salah satu pabrik, tapi untuk mengambil hak cuti haid itu sangat sulit dengan tekanan target, intimidasi dari atasan yang harus target setiap hari itu tercapai,” ujar Rahma dilansir dari kanal YouTube Jakarta Feminist.

Selain itu, terdapat tuntutan meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membuat kebijakan mengenai kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Tindakan kekerasan seksual kepada perempuan sangat rentan terjadi di lingkungan kampus. Namun, belum ada dasar hukum yang jelas mengenai penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus sendiri, sehingga tidak ada jaminan keamanan terhadap kekerasan seksual itu sendiri.

Tuntutan selanjutnya adalah, seperti tidak menormalisasikan kekerasan terhadap transpuan, penuntutan agar negara memberikan perlindungan kepada buruh migran serta penuntutan terhadap Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 260 Tahun 2015 untuk dicabut.

Acara ini juga diisi oleh representasi dari sejumlah kaum perempuan dari berbagai latar belakang dan organisasi. Mereka adalah perwakilan dari Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI), Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jaringan Muda Setara, Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), Sanggar SWARA, The ASEAN SOGIE Caucus, Buruh Migran, Perempuan Petani, dan seorang ARMY (Fandom BTS). Orator ini adalah representasi dari tuntutan yang diberikan pada acara webinar International Women’s Day 2021. Mereka semua mempresentasikan masing-masing tuntutan dan keresahan mereka atas kurangnya keamanan dan jaminan bagi perempuan baik dari segi pekerjaan dan kesehatan. Acara ini juga diisi oleh penampilan puisi dan pertunjukan dari sejumlah seniman lokal untuk menghibur para peserta webinar. Baik lagu yang diberikan dan puisi, juga berisi kritik dan tuntutan kepada kurangnya peranan dan jaminan kepada perempuan.

Aksi International Women’s Day 2021 yang dijalankan secara daring ini ditutup dengan pembacaan kertas posisi oleh perwakilan dari GERAK Perempuan, dengan judul “Posisi GERAK Perempuan untuk Hari Perempuan Internasional 2021: Melawan kekerasan terhadap perempuan, menantang sistem politik yang mengabaikan hak rakyat!”.

Teks: Muhammad Firman, Irvani Imbri
Foto: Syifa Nadia
Editor: Syifa Nadia, Nada Salsabila

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas