Balai Purnomo Prawiro menjadi saksi pelaksanaan Debat Publik Pasangan Calon (Paslon) Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) 2025. Acara yang terselenggara pada Jumat (6/12) lalu itu menghadirkan ketiga paslon, yaitu Rendy-Azzam (nomor urut 1), Atan-Farrel (nomor urut 2), dan Agus-Bintang (nomor urut 3).
Debat publik ini turut menghadirkan Andovi da Lopez, Azhar Nurunala, dan Leon Alvinda. Mereka bertiga hadir untuk memoderatori tiga sesi diskusi yang menjadi salah satu agenda kegiatan dalam debat para paslon.
Adu Visi-Misi untuk BEM UI 2025
Sesi pertama memberikan kesempatan bagi ketiga paslon untuk memaparkan visi dan misi mereka. Rendy-Azzam menekankan pentingnya harmoni dalam Ikatan Keluarga Mahasiswa (IKM) UI dan progresivitas dalam organisasi BEM UI.
Mereka mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman BEM UI saat ini. Menurut mereka, BEM UI memiliki kekuatan dari perhatian masyarakat luas dan jaringan relasi. Dengan kekuatan itu, BEM UI membuka peluang bagi IKM UI untuk berkontribusi dalam kegiatan-kegiatan di UI.
Sayangnya, sejumlah konflik sosial-politik mengancam keberlangsungan BEM UI. Ancaman itu pun menjadi kelemahan tersendiri bagi BEM UI karena menimbulkan kepercayaan publik yang skeptis terhadap BEM UI.
Berdasarkan identifikasi tersebut, Rendy-Azzam menawarkan solusi. Dengan berlandaskan nilai keselarasan dan sinergi, mereka berfokus untuk membangun kinerja yang menyenangkan secara internal dan menjalin relasi yang baik secara eksternal.
Atan-Farrel mengusung visi yang kontekstual, proaktif, dan sinergis. Untuk memastikan keberpihakan BEM UI 2025 pada kesejahteraan mahasiswa, visi mereka menyorot pentingnya memahami konteks sosial-politik yang terus berubah, membangun fleksibilitas dalam organisasi, dan mengambil kebijakan yang berbasis data.
Sejalan dengan visinya, misi Atan-Farrel berfokus pada penguatan internal organisasi yang harmonis dan transparan serta pemberdayaan sumber daya manusia yang kompeten. Demi tercapainya misi itu, paslon ini akan menolak berbagai bentuk KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam BEM UI serta mendorong partisipasi mahasiswa dalam kegiatan minat dan bakat.
Agus-Bintang membuka paparannya dengan refleksi terkait peran pemuda dalam momen-momen penting bangsa Indonesia. Mereka mengambil contoh dari peristiwa sejarah Sumpah Pemuda 1928 dan Reformasi 1998.
Berdasarkan refleksi tersebut, Agus-Bintang percaya bahwa mahasiswa UI juga dapat berperan secara signifikan sebagaimana para pemuda terdahulu. Menurut mereka, posisi sebagai mahasiswa UI adalah waktu yang tepat untuk menghadapi berbagai tantangan bangsa, seperti pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan korupsi.
Oleh karena itu, Agus-Bintang berkomitmen untuk menciptakan BEM UI yang inklusif, ramah bagi seluruh elemen mahasiswa, dan memiliki prinsip berkelanjutan. Komitmen itu akan mereka upayakan melalui peningkatan fasilitas kampus, pengelolaan biaya pendidikan yang lebih adil, serta menjalin kolaborasi yang berdampak nyata.
Cita-Cita Membangkitkan Citra BEM UI
Sesi kedua adalah sesi diskusi bersama Andovi. Sebagai moderator, Andovi membuka diskusi dengan mengangkat pertanyaan pemantik terkait citra progresif BEM UI terhadap ketiga paslon.
Menanggapi pertanyaan itu, Rendy-Azzam menegaskan bahwa pembangunan citra progresif bermula dari kerja kelembagaan yang aktif dan relevan sesuai kebutuhan mahasiswa. Mereka juga menekankan pentingnya relevansi dan signifikansi dalam mengadvokasi suatu isu agar BEM UI dapat berdaya guna bagi civitas academica UI.
“[Pembangunan citra progresif] harus berangkat dari dampak yang dekat hingga jauh, seperti isu fasilitas kampus dan kesehatan mental,” jelas paslon nomor urut 1.
Lebih lanjut, mereka menyorot tiga peran esensial BEM UI dalam membangun citranya, “Dalam membangun citra progresif, kami melihat BEM UI memiliki tiga fungsi utama, yaitu peningkatan, advokasi, dan pengawalan.”
Sementara itu, Atan-Farrel beranggapan bahwa citra progresif dapat tercapai melalui keseimbangan antara dukungan dan kritikan terhadap pemerintah. Dengan pendekatan berbasis visibilitas, urgensi, dan signifikansi terhadap perkembangan isu, Atan-Farrel berharap tindakan BEM UI tetap relevan tanpa terjebak pada kepentingan tertentu.
“Citra progresif bisa hadir ketika kita bisa balancing terhadap pemerintahan ini dalam rangka demokrasi dengan bergerak berbasiskan empat hal: visibilitas, urgensi, signifikansi, dan perkembangannya,” ujar Atan.
Melengkapi tanggapan Atan, Farrel menambahkan pentingnya pendekatan data-driven untuk memastikan relevansi setiap langkah di BEM UI. Hal ini menjadi penting karena dirinya percaya bahwa citra progresif harus berlandaskan pada narasi yang kuat dan bukti ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
Di sisi lain, Agus-Bintang menanggapi pertanyaan Andovi dengan kesadaran akan anggapan terhadap BEM UI sebagai entitas yang terlalu fokus pada isu sosial-politik (sospol). Menurut mereka, anggapan itu memungkinkan terjadinya pendegradasian gerakan mahasiswa, termasuk citra BEM UI.
Oleh karena itu, Agus-Bintang akan berupaya menyeimbangkan fokus BEM di bidang-bidang lain, “Kami hadir di sini bukan untuk menghilangkan sospol-sentris itu, tapi kami mencoba menyeimbangkan pada bidang-bidang yang lain, misalkan gerakan kemasyarakatan. Jadi kami mencoba untuk menyeimbangkan isu-isu.”
HAM, Demokrasi, dan PSN Jadi Isu Nasional Prioritas
Setelah bersama Andovi, ketiga paslon lanjut berdiskusi bersama Azhar pada sesi ketiga. Dalam diskusi kedua ini, Azhar memoderatori diskusi terkait pandangan para paslon mengenai pengawalan isu nasional sebagai representasi wajah BEM UI dan mahasiswa UI.
Agus-Bintang berkesempatan menjadi penanggap pertama. Mereka menyatakan bahwa BEM UI 2025 akan mengawal 100 hari pertama pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Isu yang akan kami bawa adalah kinerja 100 hari Prabowo-Gibran karena di masa awal [pemerintahan] Prabowo-Gibran terjadi [banyak] penggabungan kabinet. [Alasan] yang kedua, kebijakan-kebijakan yang diprioritaskan itu, banyak sekali dikritik. [Alasan] yang ketiga, koalisinya gemuk sehingga ada potensi arah otoritarianisme,” jelas Agus.
Sebagai langkah strategis, Agus-Bintang berencana melakukan kajian berbasis data ilmiah untuk menyoroti kebijakan Prabowo-Gibran yang relevan, seperti subsidi makan siang gratis atau prioritas pencegahan tengkes (stunting). Mereka juga akan berkolaborasi dengan sejumlah pihak untuk menjadikan isu ini sebagai milik bersama.
Sementara itu, Rendy-Azzam memilih untuk mengawal isu hak asasi manusia (HAM) dan hak sipil, terutama dalam lingkup kampus nasional. Mereka ingin mengawal isu ini karena banyaknya pelanggaran HAM di Indonesia yang masih belum terselesaikan.
“Kami memilih untuk mengawal isu HAM dan hak-hak sipil. Mengapa? Karena ini adalah isu yang universal, dekat, dan dirasakan oleh semua orang,” ungkap Rendy.
Untuk mengawal isu itu, Rendy-Azzam akan membangun jaringan dengan berbagai organisasi terkait serta memanfaatkan koneksi dengan tokoh politik dan pemengaruh (influencer) yang relevan. Mereka membutuhkan pendekatan yang inklusif untuk memastikan kebijakan BEM UI berpusat pada kepentingan mahasiswa secara luas.
Satu suara dengan Agus-Bintang, Atan-Farrel juga memprioritaskan pengawalan terhadap isu penyelenggaraan demokrasi Prabowo-Gibran. Mereka akan berfokus pada dinamika koalisi gemuk pemerintahan Prabowo-Gibran.
Mereka menyoroti sistem pemilihan umum (pemilu) di Indonesia yang memungkinkan terbentuknya koalisi gemuk tersebut serta dampaknya terhadap kebijakan dan transparansi pemerintahan yang baru. Oleh karena itu, mereka akan mengawal dan mengkritik koalisi gemuk Prabowo-Gibran dengan kajian kritis berbasis data.
"Nah, [koalisi gemuk] ini adalah produk dari pemilu yang sebenarnya bisa kita kaji. Bagaimana koalisi gemuk itu dapat berbentuk? Bagaimana, pada akhirnya, sistem pemilu kita membuatnya?" papar paslon nomor urut 2.
Selain itu, Atan-Farrel juga akan mengawal isu terkait pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN). Isu ini menjadi fokus mereka karena PSN seringkali memicu konflik sosial, seperti penggusuran dan ketimpangan akses bagi masyarakat kecil.
Dengan melakukan kajian yang mendalam, mereka berharap dapat memberikan masukan berbasis ilmiah dan argumentasi yang kuat. Dengan begitu, PSN dapat benar-benar memberikan manfaat yang inklusif bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Mengarahkan Pergerakan, Memperkuat Internal
Agenda keempat debat adalah sesi diskusi bersama Leon. Diskusi ketiga ini mengulik cara para paslon untuk memproyeksikan BEM UI sebagai wadah pergerakan dengan citra yang baik dan memperhatikan internalisasi dari BEM UI itu sendiri.
Rendy menyatakan bahwa BEM UI harus mampu menjadi wadah pergerakan yang strategis dan konsisten sejak pemaparan grand design, “Pengawalan isu tidak serta-merta hanya ditulis di grand design. Perlu ada langkah pengawalan yang konkret.”
Terkait internalisasi di dalam BEM UI sendiri, Rendy memastikan akan ada advokasi di setiap bidang yang tidak tumpang tindih dalam pemetaan pelaku dan targetnya. Rendy juga berkomitmen untuk fokus pada pemberdayaan fungsionaris.
Atan-Farrel membuka tanggapannya dengan menegaskan posisi BEM UI sebagai badan eksekutif dalam pemerintahan kampus. Oleh karena itu, BEM UI sudah seharusnya merujuk pada asas-asas umum pemerintahan yang baik dengan satu asas utama, yaitu kebermanfaatan bagi internal, organisasi, dan IKM UI.
Dengan berbasis data, mereka akan memastikan pergerakan BEM UI berjalan secara baik hanya untuk kepentingan IKM UI dan masyarakat Indonesia. Lebih lanjut, mereka menjelaskan bahwa posisi BEM UI dalam pergerakan ini adalah sebagai kolaborator yang membantu pemerintah dalam menegakkan demokrasi.
Berangkat dari kesadaran akan posisi BEM UI sebagai mitra kritis pemerintah, Agus-Bintang mendeklarasikan bahwa sudah seharusnya BEM UI menjadi garda terdepan yang mengawal keberlangsungan kebijakan pemerintah. BEM UI harus menjadi pengingat bila kebijakan tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Agus-Bintang berkomitmen bahwa BEM UI 2025 tidak hanya berfokus pada pergerakan ke luar, tetapi juga memperhatikan internalisasi pada setiap fungsionaris. Dengan demikian, mereka dapat mengajak semua pihak untuk ambil peran memberikan keberdampakan pada sekitar.
Teks: Windi Lestari dan Naswa Dwidayanti Khairunnisa
Editor: Jesica Dominiq M.
Foto: Naswa Dwidayanti Khairunnisa
Desain: Nabilah Sipi Naifah
Pers Suara Mahasiswa UI 2024
Independen, Lugas, dan Berkualitas!