Poster berlatar biru dengan Lambang Burung Garuda dan tulisan “Peringatan Darurat” mewarnai Wisuda Universitas Indonesia (UI) Semester Genap Tahun Akademik 2023/2024. Selama dua hari berturut-turut pada 24 dan 25 Agustus, sejumlah wisudawan dan wisudawati membawa poster itu, lalu mengacungkannya ke arah kamerawan agar terekam dan tertayang pada videotron di Balairung UI. Aksi mereka pun mendapat atensi dari berbagai pihak dan menjadi bahan perbincangan di media sosial.
Sebagai informasi awal, poster peringatan darurat tersebut merupakan potongan gambar dari video yang terunggah di kanal YouTube EAS Indonesia Concept. Gambar dan video itu banyak bermunculan di media sosial setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara kilat menyepakati Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) untuk menganulir Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXI/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024.
Masing-masing putusan MK itu memuat perubahan terhadap persyaratan ambang batas partai politik untuk mendaftarkan pasangan calon kepala daerah dan batas usia minimal calon kepala daerah yang terhitung sejak penetapan pasangan calon. Tidak setuju dengan perubahan mengenai batas usia minimal yang berlaku pada saat pencalonan, DPR yang beranggotakan banyak partai politik pendukung Jokowi pun menolak untuk mengakomodasi putusan MK dan memilih untuk mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA).
Tindakan DPR yang mencederai konstitusi itu membuat banyak masyarakat Indonesia menjadi marah dan kecewa. Oleh karena itu, mereka menggunakan potongan gambar berlatar biru tersebut untuk menyebarkan bahwa situasi demokrasi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Dengan tagar #KawalPutusanMK, mereka beramai-ramai mengunggah gambar itu di media sosial sebagai imbauan bersama untuk mengawal DPR agar menyetujui putusan MK.
Tidak cukup di dunia maya, sejumlah mahasiswa dan mahasiswi UI yang menjadi wisudawan dan wisudawati pada Agustus 2024 ini turut beraksi di dunia nyata. Aksi #KawalPutusanMK ini berlanjut di dalam Balairung UI saat acara wisuda berlangsung, baik pada hari pertama maupun hari kedua.
Aksi Hari Pertama: FISIP Menginisiasi melalui Tulisan dan Lisan
Berdasarkan hasil liputan Suma UI, wisudawan-wisudawati dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) menjadi inisiator aksi tersebut. Hal itu terbukti oleh unggahan @antropoledgy di media sosial X, “bersyukur dan bangga sama temen-temen fisip ui yang menginisiasikan aktivasi propaganda ini. wisuda justru momentum deklarasi mendukung runtuhnya rezim oligarki ….”
Unggahan @antropoledgy tersebut sesuai dengan kejadian pada pelaksanaan wisuda hari pertama (24/08). Pada sesi pertama, banyak wisudawan-wisudawati FISIP mengacungkan poster berlatar biru yang bergambar Burung Garuda dan bertuliskan “Peringatan Darurat” selama prosesi wisuda berlangsung. Beberapa poster juga menampilkan tulisan tagar #KawalPutusanMK dan #DemokrasiDikebiri.
Tak hanya melalui tulisan, Antonia Adela dari Program Studi Ilmu Hubungan Internasional juga memanfaatkan posisinya untuk beraksi secara lisan. Bertindak sebagai perwakilan yang membacakan Ucapan Terima Kasih Wisudawan, Adela turut mengangkat isu mengenai putusan MK dan mengajak seluruh rekan-rekannya untuk mengawal kedua putusan tersebut.
“Saya mengajak kita bersama untuk selalu membuka mata dan mengawal putusan Mahkamah Konstitusi untuk Indonesia yang lebih baik dan lebih demokratis,” ajak Adela seusai pembacaan ucapan terima kasih.
I Gusti Agung Rama Raditya selaku salah satu wisudawan FISIP UI yang ikut melakukan aksi tersebut mengaku bahwa aksi tersebut memang telah terkoordinasikan sebagai wujud kepedulian dari angkatannya terhadap permasalahan sosial-politik yang terjadi saat ini.
“Aksi kemarin itu jadi salah satu bentuk [upaya] temen-temen FISIP angkatan 2020 [untuk] nunjukin kepeduliannya sama negara kita. Meskipun kita udah engga berstatus sebagai mahasiswa lagi, kita tetep punya rasa tanggung jawab buat nunjukin kepedulian akan apa yang terjadi. Habis ini, kita bakal nunjukin kepedulian dengan cara kita masing-masing, tapi tetep ga bakal lupa sama latar belakang kita sebagai mahasiswa FISIP,” jelas Rama.
Aksi Hari Kedua: Lebih Berani Bersuara Meski Ada Upaya Pembungkaman
Sejumlah wisudawan-wisudawati dari berbagai fakultas lain melanjutkan aksi tersebut pada hari kedua pelaksanaan Wisuda UI. Meski massa aksi tidak sebanyak pada hari pertama, wisudawan dan wisudawati pada hari kedua terlihat tidak kalah berani untuk beraksi.
Salah satu wisudawan FEB berhasil menuai atensi. Bukan sekadar kertas berukuran A4, wisudawan itu membawa sebuah bendera besar berwarna biru yang menampilkan Lambang Burung Garuda dan tulisan “Peringatan Darurat”. Dengan penuh keberanian, wisudawan tersebut membentangkan dan mengangkat bendera setinggi-tingginya ketika prosesi wisuda sesi pertama. Sayangnya, kamerawan yang bertugas mengabaikan aksi pengibaran sehingga tidak terekam dan tertayang pada videotron.
Aksi “Peringatan Darurat” terus berlanjut hingga sesi kedua, bahkan para wisudawan dan wisudawati terlihat lebih siap sedia. Tidak hanya membawa poster "Peringatan Darurat" dalam bentuk cetak, mereka juga menyiapkannya dalam bentuk digital. Ketika para Guru Besar UI memasuki Balairung, sejumlah wisudawan dan wisudawati yang berada di barisan depan mengangkat gawai masing-masing untuk menunjukkan peringatan versi digital itu.
Tidak berhenti di situ, para wisudawan dan wisudawati dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) turut mengumandangkan poster "Peringatan Darurat" saat prosesi wisuda berjalan.
Bukannya memberikan perhatian dan menayangkan aksi itu di videotron, lagi-lagi para kamerawan tampak abai terhadap aksi para wisudawan-wisudawati. Kamerawan justru buru-buru mengubah sudut pandang (angle) kameranya ketika tidak sengaja merekam aksi tersebut.
Cara kerja kamerawan pada hari kedua-sesi kedua ini berbanding terbalik dengan cara kerja kamerawan pada hari pertama-sesi pertama. Kamerawan berusaha untuk tidak merekam aksi wisudawan-wisudawati FIB, padahal sebelumnya mereka tetap menyorot dan menayangkan aksi serupa oleh para wisudawan-wisudawati FISIP.
“Cameraman wisuda UI sesi kedua sama sekali gak mau sorot FIB (bagian belakang) padahal gua sama temen-temen wisuda gua udah angkat poster tinggi-tinggi dan ramai banget sampai kita teriakin pun tetap gak mau disorot,” cerita salah satu wisudawan UI melalui akun X-nya yang bernama pengguna @mapetitezn.
Hal tersebut tentu membuat wisudawan-wisudawati kecewa. Mereka pun menyoraki kamerawan dengan cemoohan setiap kali kamera dialihkan dari mereka yang mengangkat kertas bertuliskan “Peringatan Darurat.” Cemoohan tersebut merupakan bentuk protes spontan para wisudawan dan wisudawati atas upaya pengalihan fokus dan pembungkaman atas pesan penting terkait isu putusan MK yang sedang memanas.
Tak habis akal, Maula Syakira dari FIB dan Juditha Danuvanya dari Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) menggunakan tempat dan waktunya sebagai perwakilan wisudawati dari masing-masing fakultas untuk menjalankan aksi tersebut. Sesaat setelah menerima tabung wisuda, kedua wisudawati itu membentangkan kertas dan bendera “Peringatan Darurat”-nya masing-masing di atas panggung Balairung; Fatma menampilkan kertas tersebut, sedangkan Juditha langsung mengeluarkan bendera dari balik jubahnya dan mengibarkannya. Mau-tak mau, kamerawan pun merekam dan menayangkan aksi tersebut karena acara tengah berfokus kepada para perwakilan wisudawan-wisudawati.
Sebagai sesama perwakilan wisudawati yang membacakan Ucapan Terima Kasih Wisudawan, Azma Fitriyani dari Fakultas Farmasi (FF) melakukan aksi yang serupa dengan aksi Adela pada hari sebelumnya. Azma mengakhiri pidatonya dengan ajakan untuk mengawal putusan MK, “Akhir kata, sebagai mahasiswa universitas Indonesia, mari kita mengawal putusan Mahkamah Konstitusi demi terjadinya Indonesia yang demokratis!”
Tidak hanya wisudawan yang aktif menyuarakan pendapatnya melalui poster “Peringatan Darurat”. Sejumlah mahasiswa baru yang berpartisipasi sebagai paduan suara pada acara wisuda juga turut membawa poster “Peringatan Darurat”. Kehadiran poster-poster ini dalam barisan paduan suara oleh mahasiswa baru menunjukkan bahwa masalah pemerintahan yang mengancam demokrasi adalah isu penting bagi semua kalangan mahasiswa.
“Aku makin sadar kalau ternyata sepenting itu menyuarakan isu ini karena [dengan ikut] kawal Putusan MK berarti kita ada di pihak yang tidak mendukung nepotisme dan keputusan-keputusan yang tidak adil dalam aturan bernegara,” tutur VQA, salah satu mahasiswa baru dari Fasilkom yang turut membawa poster “Peringatan Darurat”.
Aksi “Peringatan Darurat” pada Acara Wisuda Sempat Dihalangi PLK
Terkait dengan aksi “Peringatan Darurat” yang terjadi, Amelita Lusia selaku Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) UI menyatakan bahwa itu adalah hak para wisudawan untuk berekspresi dan berpendapat sesuai koridor yang berlaku.
"UI menghormati hak setiap warganya dalam berpendapat dan mengemukakan pendapat, sepanjang hal itu dilakukan sesuai dengan tata cara dan tata krama yang berlaku," jelasnya.
Meskipun begitu, banyak wisudawan dan wisudawati yang mengaku bahwa mereka tidak memiliki kebebasan secara utuh untuk melakukan aksi tersebut. Selain tindakan pembungkaman terang-terangan dari para kamerawan pada hari kedua, sejumlah wisudawan dan wisudawati juga mengalami penghalangan dari petugas Pengamanan Lingkungan Kampus (PLK) UI pada hari pertama.
Menurut unggahan Makkah Ramadhan Putra Rizal di X, sejumlah petugas PLK sempat berupaya untuk merampas poster wisudawan-wisudawati seraya menyuruh mereka untuk melakukan aksi di luar acara wisuda.
“Tadi PLK sama orang-orang gak dikenal ngerampasin posternya sambil ngomong 'gausah sok-sok nunjukin, simpan buat acara kalian aja' ...”, tulis Makkah melalui akun X-nya yang bernama pengguna @ProfMelankolis.
Tindakan petugas PLK ini mendapat kecaman dari warganet. Salah satunya dari @1MVERST yang menjawab, “Lucu banget, orang acara mereka, bertahun-tahun jadi donatur kampus, pas wisuda bayar juga, masih aja disuruh simpan dikira bukan acara mereka 😭”
Melalui aksi “Peringatan Darurat” yang terjadi pada momen wisuda semester genap ini, mahasiswa dan wisudawan-wisudawati UI berharap agar demokrasi di Indonesia dapat kembali berjalan dengan baik tanpa intervensi dari penguasa untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan semata.
“Aksi ini saya rasa bagian kecil dari upaya mahasiswa atau wisudawan untuk bersuara. Harapannya semakin banyak yang sadar kondisi Indonesia hari ini. semoga langkah kecil ini jadi pemantik untuk langkah-langkah besar perbaikan berikutnya,” tutur Muhammad Syafiq Rozin, salah satu wisudawan FIB.
Teks: Jeromi Mikhael Asido, Alia Fatika Santosa, dan Windi Lestari
Editor: Jesica Dominiq M.
Foto: Jeromi Mikhael Asido
Desain: Ferre Reza Putri
Pers Suara Mahasiswa 2024
Independen, Lugas, dan Berkualitas!