Mewaspadai Modus-Modus Penipuan di Lingkungan Kampus UI, Bagaimana?

Redaksi Suara Mahasiswa · 25 September 2023
7 menit

Kamis pagi (15/06/2022) sekitar pukul 08:00 di kantin Perpusat UI, telepon genggam Wati (nama disamarkan–) berdering ketika ia sedang mengerjakan tugas. Ia mengangkat panggilan tersebut dan didapati suara seorang pria terhubung dengannya. Wati melakukan panggilan di pagi yang sunyi dengan mode pengeras suara yang cukup terdengar oleh orang lain.

Wati sudah curiga ketika pria dalam panggilan mengucapkan pujian dan rayuan kepada dirinya. Anehnya, pria dalam panggilan tersebut mengetahui nama Wati (nama temannya juga). Pujian yang dilontarkan mengatakan bahwa Wati adalah sosok yang ramah, pintar, senang membantu, serta menanyakan kesibukan Wati. “Wati anak pinter, rajin, sekarang lagi sibuk ngapain, nak?” Ulang Wati menirukan pria dalam pangggilan yang memujinya dan berbasa-basi. Mencoba bersikap ramah, Wati menjawab pertanyaan tersebut dengan serius.

Lebih aneh lagi, pria dalam panggilan mengaku bahwa dirinya adalah dosen dari Wati. Pada awalnya, pria dalam panggilan tidak mengetahui bahwa Wati adalah mahasiswa dari prodi dan fakultas apa, namun pada satu percakapan, pria dalam panggilan menanyakan hal tersebut. “Iya, dia memang nggak tau kalo aku dari jurusan ini. Aku yang nyebut sendiri kalo aku dari RIK,” terang Wati.

Setelah pria dalam panggilan mendapatkan informasi terkait kesibukan Wati, ia mengajak Wati bermain tebak-tebakan, “Kamu lagi di mana? Ini aku mau kasih kamu makan tapi sebut dulu aku siapa,” ucap pria dalam panggilan.

Karena Wati cukup percaya bahwa orang dalam panggilan adalah dosennya, ia menyebutkan salah satu nama dosen dari RIK. Pada tebakan kedua, pria dalam panggilan mengatakan tebakan Wati benar dan melanjutkan aksinya.

Setelah pelaku memastikan korban percaya bahwa dia adalah dosennya, pelaku meminta tolong untuk ditransfer pulsa. Kecurigaan korban mulai hilang dan dia mengikuti arahan yang diberikan pelaku dengan membuka m-banking dan hampir mengirimkan nominal Rp100.000 sesuai dengan permintaan pelaku sebelum ditegur orang di sebelahnya yang curiga dan batal mengirim pulsa.

Hal yang cukup mengkhawatirkan adalah bahaimana cara pelaku dalam membuat korbannya percaya, pelaku dapat menyebutkan beberapa nama teman korban di prodinya dan memberikan testimonial bahwa korban adalah pribadi yang ramah dan gemar menolong.

Cukup mengherankan bagaimana pelaku dapat mendapatkan data nama-nama teman korban di prodinya. Terdapat kemungkinan bahwa pelaku mendapatkan data mahasiswa yang bocor sehingga ia tahu nama-nama teman korban di jurusan.

Selain itu, ketika dilakukan pengecekan pada aplikasi Getcontact, dapat dipastikan bahwa nomor pria tersebut adalah nomor penipu dengan 72 tagar yang mayoritas berbunyi “Penipu Mengaku Dosen”. Lebih parah lagi, dalam tagar-tagar tersebut terdapat banyak nama kampus yang salah satunya adalah UI. Hal tersebut berarti korban dari pelaku penipuan ini rata-rata adalah kelompok mahasiswa.

Kasus penipuan berkedok “dosen minta pulsa” seperti ini ternyata sudah sering terjadi dan tersebar di internet kisahnya. Mahasiswa diharap untuk lebih berhati-hati dan tetap skeptis terhadap semua orang, termasuk kepada orang yang mengaku sebagai dosen sekalipun.

Bukan Pertama Kali
Dari wawancara kami dengan Wati atas percobaan penipuan melalui panggilan, ia mengaku pernah menjadi korban atas kasus penipuan dengan modus lain, sama-sama di UI.

Wati adalah mahasiswa semester empat yang baru dua minggu menginjakkan kakinya di UI setelah selama ini online dari kampungnya. Sabtu (21/5) sekitar pukul 01:00 siang ia berniat mengerjakan tugas kelompok bersama temannya di sekitar Pondok Cina. Ia berjalan dari arah Asrama UI menuju arah Pondok Cina.

Ketika Wati sampai di daerah halte Menwa, ada mobil putih mendekat dari belakang, membuka kaca, dan menanyakan arah Asrama UI. Wati menunjukkan arah dengan gestur tangan kepada seorang perempuan dewasa di dalam mobil.

Seolah tidak mau mengerti, perempuan di dalam mobil meminta Wati untuk masuk ke mobil dan ikut serta putar balik ke arah Asrama UI. Wati masuk saja dan tidak curiga mengikuti perintah perempuan tersebut karena beranggapan bahwa perempuan tersebut tidak mungkin memiliki niat buruk karena mobilnya cukup bagus dan terdapat banyak gantungan baju di dalam mobil serta usianya yang keibu-ibuan.

Di sepanjang jalan, Wati diajak mengobrol pelaku dengan topik obrolan berkaitan dengan uang saku dari orang tuanya, mengingat Wati adalah mahasiswa perantauan. Pelaku juga menceritakan cerita sedihnya seperti dirinya yang kehabisan bensin, e–toll, dan baterai ponsel yang hampir habis. Pelaku mengatakan bahwa niatnya ingin ke Asrama UI adalah untuk menitipkan mobil sementara waktu karena ia kehabisan ongkos.

Ketika saling mengobrol, terdapat kontak fisik seperti mengelus kepala yang dilakukan oleh pelaku kepada Wati. Wati merasa nyaman dan merasakan sosok ibu pada perempuan tersebut.

Setelah sampai di Asrama UI, pelaku seakan tidak mau memarkir mobilnya dan gelisah melakukan gestur garuk-garuk kepala dan kebingungan. Wati berinisiatif untuk menyuruh perempuan tersebut bertanya pada PLK apakah dapat parkir di area tersebut dan jawabannya adalah tidak karena yang ditanyakan adalah di lokasi Wisma Makara yang hanya boleh untuk tamu hotel.

Karena perempuan tersebut gelisah dan bingung, Wati menawarkan sejumlah nominal uang untuknya agar dapat pulang ke rumah. Mula-mula, perempuan tersebut menolak bantuan Wati, namun pada akhirnya uang tersebut diterima tetapi menunggu Wati keluar mobil.

Sebelum uang diberikan, Wati sempat meminta nomor telepon perempuan tersebut tetapi tidak diberi dengan alasan baterai habis. Sebagai gantinya, pelaku meminta nomor rekening Wati namun sampai hari ini uang yang diberikan belum juga kembali ke Wati. Sayangnya, Wati tidak curiga sama sekali dan tidak terbesit untuk sekadar mencatat plat mobil pelaku. Keesokan harinya Wati baru sadar bahwa dirinya telah tertipu dan menyesal.

Wati cukup takut dan malu untuk menceritakan kisah peliknya tersebut sampai hari wawancara kami terkait penipuan “Penipu Mengaku Dosen” baru ia terbuka. Wati tidak tahu bahwa musibah yang terjadi padanya bisa diupayakan dengan membuat laporan ke PLK.

Bukan Hanya Wati
Mario, mahasiswa Ilmu Komputer Universitas Indonesia tengah duduk sendirian di laboratorium komputer atau yang sering disebut Kebun Apel yang terletak di dalam perpustakaan. Siang itu (25/07/2023), ia tengah mengerjakan tugas sambil mendengarkan musik dengan santai. Tiba-tiba, duduk seorang laki-laki paruh baya tepat di seberang Mario, keduanya hanya dipisahkan oleh meja dengan monitor komputer di atasnya.

Setengah jam kemudian, Mario bergabung dengan rapat daringnya melalui google meet. Saat itu pula, laki-laki yang berada di seberangnya menepuk meja di hadapannya. Awalnya, Mario berpikir kalau suara dari rapat daringnya mengganggu pengunjung tersebut, karena ia memang tidak menggunakan headset.

Rupanya, perkataannya jauh dari ekspektasi Mario.

“Mas yang waktu itu, ya?” ujar laki-laki tersebut melempar pertanyaan pertama.

Tanpa ba-bi-bu, Mario menjawab “Bukan, Mas” karena yakin belum pernah melihat wajah tersebut.

Tidak sesuai jawaban yang diharapkan, laki-laki tersebut terus menghujani Mario dengan pertanyaan yang sama, membuat Mario sangat tidak nyaman.

“Salah orang, Mas, kayaknya.” Mario kembali menjawab dengan lugas.

“Masnya bukan yang waktu itu bantuin saya waktu saya mau beli minum?” Laki-laki paruh baya itu tiba-tiba pindah duduk menjadi di sebelah Mario. “Mas ada uang sepuluh ribu, nggak, buat beli minum?”

Mario lantas menjawab tidak. Kemudian, karena merasa curiga, ia sempat mengabaikan rapat daringnya dan memperhatikan barang-barang bawaannya yang diletakkan di atas meja.

Tidak lama kemudian, pengunjung tersebut berkata, “Oh, lagi zoom, ya. Maaf ganggu.” Lalu berdiri dan pergi meninggalkan Mario. Setelahnya, Mario melihat bahwa orang itu mendekati mahasiswa lain yang juga sedang sendirian sama sepertinya.

Sejenak, Mario sadar ini modus penipuan dan membuat utas di Twitternya untuk membantu sivitas kampus UI agar dapat meningkatkan kewaspadaan saat berada di lingkungan terbuka kampus. Utas tersebut diretweet sebanyak … dengan sejumlah komentar yang menceritakan kejadian-kejadian penipuan di kampus UI dengan modus yang berbeda-beda.

Mengapa Penipuan di Kampus Kuning Kerap Terjadi?

Ada berbagai faktor yang membuat penipuan di lingkungan UI bisa terjadi. Lingkungan UI termasuk lingkungan yang sangat luas. Untuk berjalan dari stasiun UI ke perpustakaan kampus saja membutuhkan waktu kurang lebih 11 menit. Hal ini menyebabkan Unit Pelaksana Teknis Pengamanan Lingkungan Kampus (UPT PLK) UI tidak selalu bisa mengawasi setiap saat yang terjadi di dalam lingkungan kampus.

Selain luas, salah satu alasan utama mengapa UI menjadi target empuk bagi para penipu adalah lingkungannya yang terbuka. Dengan luasnya area kampus dan akses yang relatif mudah, baik dari dalam maupun luar kampus, penipu dapat dengan mudah mengakses kampus ini tanpa terlalu mencurigakan. Kebebasan mahasiswa untuk bergerak di sekitar kampus juga memberikan peluang bagi penipuan untuk berkembang.

Sebagai kampus dengan mobilitas yang tinggi, Unit Pelaksana Teknis Pengamanan Lingkungan Kampus (UPT PLK) UI melakukan penjagaan dengan ketat. Meski begitu, banyak modus-modus penipuan yang kerap terlewatkan oleh keamanan kampus.  

Penipuan di kampus UI seringkali dilakukan dengan modus yang sulit dikenali oleh petugas keamanan kampus. Para penipu sering menggunakan identitas palsu, berpenampilan seperti mahasiswa, atau alasan-alasan yang masuk akal untuk memasuki area kampus. Mereka juga mungkin berpura-pura menjadi mahasiswa atau staf universitas, sehingga sulit bagi petugas keamanan untuk membedakannya dari warga kampus yang sebenarnya.

Selain tiga modus yang telah diterangkan oleh dua mahasiswa UI tersebut, penipu di UI yang biasanya beraksi di sekitar Stasiun UI atau Stasiun Pondok Cina. Biasanya penipu mengaku ingin pulang ke rumah, namun tidak membawa ATM dan ponsel, sehingga tidak bisa menghubungi anaknya di rumah. Ia akan meminta uang kepada calon korban dengan jumlah yang tidak sampai ratusan ribu, hanya sekitar sepuluh ribu rupiah sampai lima puluh ribu rupiah. Faktanya, modus penipuan ini telah ada sejak tahun 2017 dan dialami oleh Hazel (nama disamarkan). Hazel sendiri bukanlah mahasiswa UI, melainkan orang yang kebetulan datang ke UI untuk menghadiri suatu acara dan menggunakan transportasi umum KRL. Ia tertipu di Halte Bis Kuning Stasiun UI setelah turun dari KRL.

Oleh karena itu, selain pencegahan oleh keamanan kampus, pencegahan juga perlu dilakukan mulai dari diri sendiri, misalnya mengetahui berbagai jenis modus penipuan dan cara merespon penipu agar tidak membahayakan diri sendiri.

Apa Kata PLK UI?

Tidak semua mahasiswa atau warga kampus UI memiliki tingkat kewaspadaan yang sama terhadap potensi penipuan. Beberapa orang mungkin kurang berhati-hati atau kurang teredukasi tentang potensi bahaya penipuan, sehingga menjadi sasaran yang lebih mudah bagi para penipu. Keterbatasan pengetahuan tentang cara mengidentifikasi dan melaporkan penipuan juga dapat memperburuk situasi.

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, UPT PLK UI sudah berupaya dengan melakukan patroli 24 jam penuh di lingkungan kampus. Selain itu, juga terdapat pos-pos PLK UI yang bisa ditemui di beberapa titik di Kampus UI. Fungsi dari pos ini adalah agar korban, baik penipuan atau bukan, dapat melaporkan kejadian ke PLK UI secepatnya.

Budi Prayitno, koordinator umum UPT PLK UI berpesan kepada para mahasiswa UI agar tidak berjalan sendirian di lingkungan kampus. “Potensi penipuan paling mudah itu ada ketika mahasiswa berjalan sendirian. Usahakan cari teman,” ucapnya. Selain itu, Budi juga berpesan kepada mahasiswa UI untuk meningkatkan kewaspadaan. Meskipun UPT PLK UI berpatroli selama 24 jam, mereka tidak bisa memantau seluruhnya, terutama di dalam Bis Kuning. Terakhir, Budi meminta mahasiswa untuk segera melaporkan kejadian tidak menyenangkan yang baru dialami ke pos UPT PLK UI terdekat.

Teks: Khadijah Putri, Lutfi Sadra
Kontributor: Anne Wiratma
Editor: Dian Amalia Ariani

Suara Mahasiswa UI 2023
Independen, Lugas, Berkualitas!