Pancoran Memanas: Warga Tuntut Kejelasan Hukum Penggusuran

Redaksi Suara Mahasiswa · 17 Maret 2021
2 menit

Rabu (17/3), kembali terjadi bentrokan antara warga Gang Buntu II Pancoran, Jakarta Selatan dengan aparat yang berjaga di lahan tersebut. Bentrokan terjadi pada pukul 15.00 WIB untuk menuntut dikeluarkannya buldozer dari perumahan warga. Konflik memanas setelah kemarin (16/3) dan tadi (17/3) terjadi perobohan rumah yang masih diisi penghuninya secara tiba-tiba.

Sejak sore, warga sudah berjaga-jaga diakses pintu keluar agar beko tidak bergerak kembali untuk menggusur rumah warga. Tampak beberapa warga juga berjaga di atas rumah yang sudah setengah hancur akibat penggusuran ini. Negosiasi dan orasi berusaha dilancarkan oleh warga kepada pihak aparat.

Negosiasi mulai memanas saat polisi yang berjaga mulai keluar dari kawasan pemukiman warga. Tuntutan warga tetap satu, yaitu pengeluaran beko (kendaraan berat—red) dari kawasan perumahan karena dianggap sebagai lambang dan bentuk intimidasi dan represi.

Tak hanya itu, penggusuran ini juga dianggap melanggar hak anak-anak sekitar untuk mendapat ruang bermain dan belajar. Hal tersebut dikarenakan polisi menggunakan PAUD sekitar sebagai pos polisi. Polisi juga berupaya membubarkan kerumunan warga dengan alasan COVID-19.

Pada sekitar pukul 15.00 WIB, polisi mulai berdatangan ke depan PAUD. Polisi awalnya ingin melakukan negosiasi dengan warga, terkait dengan penggusuran dan pemanfaatan lahan sengketa. Berkali-kali upaya negosiasi gagal karena baik warga maupun polisi tidak mencapai kesepakatan, semisal mengenai tempat dilangsungkannya audiensi maupun pelaksanaan negosiasi karena alasan protokol kesehatan. Ironisnya, polisi yang membubarkan warga dengan alasan protokol kesehatan malah terlihat beberapa kali melepas maskernya.

Sekitar pukul 17.00 WIB, warga mulai mendesak polisi yang berjaga untuk memenuhi tuntutan mereka, yaitu mengosongkan PAUD yang sebelumnya dijadikan pos brimob serta menarik mundur beko keluar dari pemukiman warga.

Orasi dipimpin oleh ibu-ibu yang meminta polisi untuk segera mengosongkan PAUD. Ibu-ibu tersebut berkali-kali meneriakan protesnya terhadap penggunaan bangunan PAUD sebagai pos adalah hal yang tidak pantas. "Bapak nggak bisa baca? Tulisannya PAUD, Pak, P-A-U-D! Buat belajar anak-anak," ujar seorang ibu yang protes.

Sekitar pukul 17.30 WIB, terdengar kembali seruan warga untuk mengeluarkan beko dari lingkungan pemukiman. Lalu, beko berhasil dikeluarkan pada pukul 17.40 WIB dan sementara diparkir di pinggir Jalan Raya Pasar Minggu. Pun, warga masih berusaha merebut kembali bangunan PAUD sembari mengeluarkan berbagai barang-barang milik polisi yang tertinggal di sana.

Negosiasi warga dengan aparat menghasilkan keputusan bahwa akan dilakukan pengeluaran aparat yang berjaga di daerah tersebut dalam jangka waktu 1 × 24 jam. Namun, setelah negosiasi dilakukan, pihak aparat masih mendatangi warga sekitar yang sudah mengambil alih pos.

"Kita udah sering kena 'prank', Pak, kita nggak mau keluar!" protes seorang ibu. Polisi beberapa kali keluar-masuk ke dalam PAUD.

Terhitung pukul 17.53 WIB, polisi bersama Aditya Karma, perwakilan dari Pertamina dan PT PTC, mulai meninggalkan PAUD dan 'memenuhi' tuntutan warga Pancoran. Mereka keluar sembari membawa berbagai barang yang ditaruh di PAUD, seperti kasur lipat dan kipas angin. Ketika polisi mulai meninggalkan PAUD, warga kembali berseru "Sayonara, sampai berjumpa lagi!"

Proses masih terus berlanjut dan warga menuntut keadilan. Beberapa anak turut meneriakkan: "Merdeka! Merdeka!"

Teks: Faizah Diena, Nada Salsabila
Foto: Almas Satria Bimantara, Nada Salsabila
Editor: Giovanni Alvita

Pers Suara Mahasiswa UI 2021
Independen, Lugas, dan Berkualitas