Opini: Payung Hukum Untuk Pers Mahasiswa, Perlu Pengkajian Lebih Mendalam

Redaksi Suara Mahasiswa · 15 Mei 2024
5 menit

Angin segar tampaknya sedang berhembus kepada jurnalis mahasiswa atau biasa disebut dengan pers mahasiswa. Hal ini seiring dengan keluarnya perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh pihak Dewan Pers dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tentang ‘Penguatan dan Perlindungan Aktivitas jurnalistik Mahasiswa di Lingkungan Kampus’. Topik mengenai hal ini akan sangatlah menarik apabila kita mencoba untuk mengkaji isi dari perjanjian antara Dewan Pers dan Kemendikbud dalam tulisan singkat ini, yuk mari simak!

Perjanjian antara Dewan Pers dan Kemendikbud memang sebuah langkah signifikan dalam upaya melindungi dan memperkuat aktivitas jurnalistik mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan dasar hukum yang kokoh serta kerangka kerja yang jelas bagi setiap kegiatan jurnalistik mahasiswa.

perjanjian kerjasama yang ditandatangani oleh Arif Zulkifli perwakilan dari Dewan Pers dan Sri Suning Kusumawardani yang merupakan perwakilan dari Kemendikbud dengan ruang lingkup yang meliputi :

  1. peningkatan kompetensi mahasiswa dalam aktivitas jurnalistik di lingkungan perguruan tinggi
  2. penyelesaian sengketa yang timbul dari aktivitas jurnalistik mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi.
  3. pelaksanaan merdeka belajar kampus merdeka bagi mahasiswa yang dilaksanakan secara mandiri oleh pihak kesatu di lingkungan Dewan Pers dan
  4. pertukaran data dan informasi yang relevan dengan tujuan perjanjian ini.

Perlu dipahami bahwa kebebasan pers dan kebebasan berekspresi merupakan hak asasi manusia yang mendasar dan harus dijaga dengan sungguh-sungguh oleh negara. Melalui perjanjian yang telah disepakati di atas, secara langsung membuat aktivitas jurnalistik termasuk yang dilakukan oleh mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi, memiliki peran penting dalam memastikan adanya transparansi, akuntabilitas, dan kritisisme terhadap pemerintah dan institusi pendidikan. Cara ini menurut saya merupakan langkah yang tepat dan penting untuk melindungi dan memperkuat aktivitas jurnalistik mahasiswa.

Namun, masih terdapat beberapa kekhawatiran yang perlu saya diungkapkan. Pertama, terkait dengan keterlibatan pemerintah. Melalui Kemendikbud dalam pengaturan aktivitas jurnalistik di lingkungan perguruan tinggi, meskipun disebutkan bahwa tujuan utama perjanjian tersebut untuk memberikan perlindungan, tetapi adanya keterlibatan ini bisa saja dapat menimbulkan potensi campur tangan dan kembali pembatasan terhadap kebebasan pers mahasiswa.

Sejarah mencatat bahwa campur tangan pemerintah dalam aktivitas jurnalistik sering kali berujung pada upaya pengendalian narasi dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah atau institusi yang berwenang. Hal ini dapat menghambat perkembangan pers mahasiswa yang independen dan objektif. Serta dapat mereduksi peran jurnalis sebagai penjaga kebenaran dan keadilan. Sehingga, perlu ada jaminan bahwa keterlibatan pemerintah dalam aktivitas jurnalistik mahasiswa tidak akan melampaui batas-batas yang ditetapkan oleh prinsip kebebasan pers dan demokrasi yang sehat.

Berbicara mengenai kebebasan pers dan demokrasi akan selalu berkaitan dengan kasus sengketa antara jurnalis dan pemerintah, maupun instansi yang berwenang. Kasus sengketa yang timbul dari aktivitas jurnalistik mahasiswa tersebut saya kira penting untuk memiliki suatu mekanisme penyelesaian yang jelas dan adil. Melalui kebijakan ini, Dewan Pers dan Kemendikbud nampaknya akan turut andil dalam penanganan konflik sengketa tersebut, baik yang muncul dari mahasiswa, staf akademik, atau pihak lain yang terlibat dalam situasi yang dipertentangkan.

Meskipun proses penyelesaian sengketa merupakan langkah yang penting, terdapat kekhawatiran terhadap proses penyelesaian sengketa yang tidak selalu adil atau transparan. Pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa terutama jika melibatkan pihak yang memiliki kepentingan politik atau institusi, akan cenderung tidak memihak dan menekan mahasiswa atau lembaga pers mahasiswa. Melalui proses penyelesaian sengketa yang alot dan berlarut-larut yang sering terjadi ini, kemudian membuat citra buruk terhadap penyelesaian sengketa pers di negara kita.

Mekanisme penyelesaian sengketa harusnya dapat memastikan bahwa semua pihak terlibat dapat diakomodasi dengan baik, tetapi seharusnya dalam prosesnya tetap mempertahankan prinsip-prinsip keadilan, kebenaran, dan kemerdekaan pers. Tidak hanya itu, penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung untuk berdialog dan berunding antara Dewan Pers dan Pemerintah, maupun instansi terkait mengenai kasus sengketa pers ini. Sehingga, masalah ini dapat diselesaikan secara adil di kemudian hari. Dengan demikian, keberadaan mekanisme penyelesaian sengketa yang transparan, terbuka, dan objektif dapat menjadi pondasi penting untuk memastikan keberlangsungan aktivitas pers mahasiswa dan dapat menjaga integritas serta independensinya dalam menyuarakan kebenaran.

Selain masalah mengenai sengketa, perjanjian ini masih memiliki kelemahan lain, yakni mengenai resiko dalam pertukaran informasi yang tidak selalu adil atau seimbang. Pihak yang memiliki akses terhadap informasi atau sumber daya akan diuntungkan dalam perjanjian ini, sementara pihak lainnya mungkin merasa tidak adil. Selain itu, terdapat kekhawatiran bahwa pertukaran informasi ini bisa saja digunakan untuk kepentingan politik atau kekuasaan tertentu, bukan untuk mendukung tujuan utama perjanjian, yaitu melindungi dan memperkuat aktivitas jurnalistik mahasiswa.

Tidak dapat dipungkiri, keberadaan perjanjian semacam ini juga membuka ruang untuk penyalahgunaan kekuasaan. Misalnya, dalam penyelesaian sengketa yang timbul dari aktivitas jurnalistik mahasiswa, terdapat risiko bahwa pihak-pihak yang berwenang dapat menggunakan kekuasaannya untuk mengintervensi atau bahkan menekan pihak-pihak yang dianggap mengganggu kepentingan mereka. Hal ini dapat mengarah pada pembungkaman atau penekanan terhadap suara-suara kritis dan independen.

Melihat kondisi negara kita yang seperti ini, saya rasa resiko  intervensi dari luar menjadi sangat mengkhawatirkan. Pihak berwenang berpotensi menggunakan kekuasaan mereka untuk membatasi, bahkan sampai pada pembungkaman suara-suara kritis yang dianggap mengganggu atau tidak sesuai dengan kepentingan mereka. Menurut saya tindakan semacam itu tidak hanya mengancam kebebasan pers mahasiswa, tetapi juga menghambat pertumbuhan intelektual dan moral mahasiswa secara keseluruhan.

Dalam situasi yang demikian, aktivitas jurnalistik mahasiswa yang seharusnya menjadi wadah ekspresi bebas dan kritis, berbalik menjadi pihak yang dipermalukan dan membuat esensi kebebasan akademis di dalam lingkungan perguruan tinggi terancam. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat dan pertanggungjawaban yang jelas dari Dewan Pers dan Kemendikbud. Hal ini penting digunakan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan yang dapat mengintervensi aktivitas jurnalistik mahasiswa dan merusak integritas kebebasan pers. Melalui pengawasan yang berjalan dengan baik, diharapkan aktivitas jurnalistik mahasiswa dapat berlangsung dalam lingkungan yang bebas dari tekanan dan intervensi. Sehingga akan tercipta sikap berani dan kritis jurnalistik mahasiswa dalam menyuarakan kebenaran diantara jurnalis mahasiswa.

Selanjutnya, perlu dicermati kembali bahwa perjanjian ini harus dilihat sebagai langkah awal yang akan terus berkembang untuk menghadapi tantangan dan perubahan zaman dalam menuliskan berita. Evaluasi berkala terhadap implementasi perjanjian ini juga menjadi hal yang krusial untuk mengevaluasi efektivitasnya dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam prosesnya, mekanisme evaluasi harus melibatkan semua pihak terkait, termasuk pers mahasiswa, dewan pers, dan Kemendikbud, untuk memastikan bahwa perjanjian ini benar-benar memberikan manfaat yang nyata bagi kegiatan jurnalistik mahasiswa.

Saya cukup mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh Dewan Pers dan Kemendikbud dalam menyusun perjanjian yang bertujuan untuk memperkuat aktivitas jurnalistik mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi. Langkah yang diambil dalam perjanjian ini menunjukkan komitmen yang kuat terhadap kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di kalangan mahasiswa dan menjadi pondasi dalam membangun pola pikir masyarakat yang demokratis dan terbuka.

Melalui peningkatan kompetensi mahasiswa dalam aktivitas jurnalistik akan membantu menciptakan generasi jurnalis muda yang lebih profesional, terampil, dan siap untuk menghadapi tantangan di dunia media yang terus berubah. Selain itu, saya harap Dewan Pers bisa membuat mekanisme penyelesaian sengketa yang jelas dan transparan. Dengan begitu, akan terciptanya perlindungan yang lebih baik bagi jurnalis mahasiswa tanpa takut diintervensi dan intimidasi dari pihak lain.

Dengan demikian, perjanjian ini tidak hanya merupakan langkah maju dalam memperkuat kebebasan pers, tetapi juga sebuah komitmen bersama untuk memperkuat demokrasi dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Dengan memberikan perlindungan yang jelas dan dukungan yang nyata bagi kegiatan jurnalistik mahasiswa, perjanjian ini juga menjadi simbol dari komitmen bersama untuk melindungi ruang publik yang terbuka bagi diskusi dan debat yang kritis. Semoga kesepakatan ini bisa diimplementasikan dengan sebaik baiknya dan sebenar benarnya, tabik.

Referensi

Perjanjian Kerja Sama Dewan Pers dan Kemendikbud. (2024). Penguatan dan Perlindungan Aktivitas Jurnalistik Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi. [Online]. https://dewanpers.or.id/assets/documents/kesepahaman/2403280857_Perjanjian_Kerja_Sama_Antara_Dewan_Pers_Dengan_Dirjen_Dikti.pdf

Teks: Bagas Pangestu, Lembaga Pers Mahasiswa Pabelan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Editor: Dita Pratiwi

Foto: Dewan Pers

Pers Suara Mahasiswa
Independen, Lugas, dan Berkualitas!