Logo Suma

Pemira UI 2019: Dari yang Dianggap Mengekang Demokrasi Hingga Dianggap Lucu

Redaksi Suara Mahasiswa · 15 November 2019
4 menit

By Halimah Ratna Rusyidah

Pemilihan Raya (Pemira) Universitas Indonesia dari tahun ke tahun selalu memiliki cerita yang unik. Permasalahan kerap muncul dengan bentuk yang berbeda-beda. Beberapa aturan kemudian dibenahi di setiap tahunnya demi berlangsungnya Pemira UI yang lancar. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya perubahan aturan mengenai syarat jumlah sks yang sempat menggagalkan bakal Calon pasangan ketua dan wakil ketua BEM UI 2019, Dimas Dwi Putera-M. Faizal Haq dengan alasan jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) Faizal Haq yang dari mahasiswa Vokasi UI kurang dari jumlah yang ditentukan, sedangkan jumlah SKS anak Vokasi sampai dia lulus tidak akan bisa mencapai jumlah yang ditentukan oleh Panitia Pemira UI.

"Pemira dan DPM, gue bilang peraturan yang dibuat di DPM nyusahin orang, sorry, mengekang demokrasinya. Silahkan lu bold itu, bagi gue seperti itu," tegas Dimas Dwi Putera selaku Mantan Ketua Serikat Mahasiswa Progresif Universitas Indonesia (Semar UI) saat diwawancarai mengenai sempat tidak adanya mahasiswa yang mendaftar sebagai calon ketua dan wakil ketua BEM UI 2020.

Permasalahan Pemira UI 2019

Sampai di tahun 2019 permasalahan di Pemira UI masih saja bermunculan. Berawal dari tidak adanya mahasiswa yang mengambil berkas Calon Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI sampai dilakukan dua kali perpanjangan. Lalu di menit akhir penutupan terdapat dua pasangan calon (Paslon) yang berhasil mengambil berkas atas nama Daffa R.-Delfitria yang gagal sebab Daffa mengundurkan diri dengan alasan tidak mendapat restu dari orang tuanya, dan bakal calon pasangan Hilal Amirudin-Geral Bagus yang gagal sebab Geral tidak menyanggupi untuk menjadi bakal calon wakil ketua BEM UI 2020.

Sesuai dengan Peraturan Pemira UI Bab V Bagian Ketiga Perpanjangan Pendaftaran Pasal 9 ayat 3 yang menyatakan bahwa setelah dilakukan perpanjangan sesuai batas waktu yang telah ditentukan, namun belum ada yang menyalonkan berarti keputusan akan diserahkan kepada Kongres Mahasiswa.

Tetapi, setelah dilakukan Kongres, proses dari Pemira UI 2019 masih juga belum bisa berjalan lancar, karena belum adanya Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM UI 2020. Hal tersebut disebabkan gagalnya bakal calon Pasangan Fajar Adi Nugroho-Tri Rahmawati dengan alasan jumlah SKS Tri belum memenuhi syarat. Kemudian juga gagalnya paslon M. Risky Altaresh dan Camar Maulana yang telat mengumpulkan berkas 8 menit.

Dimas mengatakan bahwa ia merasa maklum dengan permasalahan tersebut, karena menurutnya sistem aturan dari Panitia Pemira telah mempersulit para mahasiswa untuk mendaftarkan diri. Dia juga mempertegas bahwa sistem Pemira itu sendiri sudah bobrok dari awal.

"Teknisnya aja sulit, buat ngambil formulir aja ribet, jadi ini bukan kemunduran, memang sudah bobrok dari awal, fondasinya sudah bobrok dari awal. Peraturan perundangan-undangan tidak memungkinkan semua orang (mahasiswa -red) bisa nyalon," tegasnya.

Kemudian ia melanjutkan dengan menjabarkan hal-hal apa saja yang telah menimbulkan permasalahan di Pemira UI. Pertama ia mempermasalahkan mengenai sistem pengambilan berkas dengan keharusan sudah memiliki nama calon wakil yang pasti.

"Ini gua mengkritik lagi, di peraturan tata tertib dia (nama wakil -red) harus ditulis. Padahal secara dinamika ada biasanya ga bisa satu calon, misalnya udah ada nih calon ketuanya, calon wakil, atau calon ketuanya, itu biasanya nunggu. Nunggu, misalnya, harus nunggu izin orang tuanya, nunggu izin dari BEM-nya, dia harus dapet restu dari si ini, si ini, si ini, gitu, atau misalnya dia butuh dukungan organisasi ekstrakampus yang diikuti, kaya gitu," jelasnya.

Lalu mengenai aturan tentang pemungutan biaya pendaftaran yang di tahun 2019 mencapai Rp. 500.000. Hal tersebut menurutnya memberatkan mahasiswa yang mau mencalonkan. Peraturan tersebut diatur di dalam Peraturan Pemira UI 2019 pasal 3 ayat 2 huruf f yang kurang lebih berbunyi: membayar biaya administrasi yang telah ditetapkan oleh Panitia Pemira UI yang mana di tahun 2019 untuk mengambil berkas perlu membayar sebesar Rp. 500.000.

"Kenapa harus 500 ribu? 500 ribu duit darimana? Mending (kalau-red) bapaknya Presiden, (bagaimana kalau-red) anak bidikmisi atau anak rantau?  Kenapa harus 500 ribu? Misalnya dia bilang 500 ribu biar yang nyalon serius. Justru ini yang bikin serius jadi nggak maju menurut gue, bukan yang maju jadi seirus, yang bagus bisa jadi gak maju, karena ribet disitu,” tuturnya.

Pemira UI Dengan Peraturan Hasil Kongres



Setelah dilakukan beberapa kali Kongres dihasilkanlah pengubahan pasal 7 Undang-undang (UU) IKM UI nomor 4 tahun 2019 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU IKM UI nomor 3 tahun 2016 tentang Pemilihan Raya Pasangan Ketua dan Wakil Ketua BEM UI , MWA UI UM, dan Anggota DPM UI. Di pasal 7 tersebut menyebutkan persyaratan peserta Pemira untuk Calon Ketua dan Wakil Ketua. Dalam pasal tersebut telah menghapus syarat SKS, minimal IPK, tidak ada tugas esai, tidak membayar biaya adminsitrasi, petisi dukungan dari minimal 125 anggota IKM dari setiap fakultas dan program vokasi menjadi minimal 1 anggota, dan surat persetujuan pemungutan suara berbasis kertas.

Peraturan baru tersebut telah melahirkan 12 pendaftar bakal calon ketua dan wakil ketua BEM UI 2020. Namun, disisi lain hal ini dianggap lucu oleh bakal calon pasangan Marcel Agusta dan Raesha Dwina.

Calon pasangan Marcel-Raesha memutuskan untuk mengundurkan diri tespat setelah panitia sidang menyatakan mereka lolos bersyarat. Alasan mereka mengundurkan diri, karena tujuan mereka mendaftar adalah untuk mengikuti  konstentasi Pemira UI 2019. Marcel pun mengatakan bahwa tujuannya mengikuti konstentasi ini untuk membangun awareness kepada publik bahwa konstentasi Pemira UI tahun ini sangat tidak sehat, sangat tidak baik, karena kami mengikuti pemira dari tahun ke tahun.

Selanjutnya, menurut Marcel, Pemira tahun ini merupakan Pemira  paling aneh dan ini mereka buktikan dengan mendaftar. Aturan seperti surat SKS, status anggota IKM aktif, menurutnya, peraturannya longgar, dengan bukti bahwa mereka lolos bersyarat.

"Tujuan kami membangun awareness publik bahwa Pemira tahun ini aneh dan lucu sudah terpenuhi," jelas Marcel.

Lalu, Raesha pun menambahkan bahwa sebenarnya Marcel-Raesha ingin membuktikan bahwa dengan pertautan Pemira yang sekarang dengan persiapan yang singkat mereka pun masih bisa dinyatakan lolos bersyarat. Ia pun juga mengatakan bahwa dalam hal ini tujuan mereka adalah mengkritisi peraturan yang dianggapnya sangat longgar dibandingkan dengan Pemira-pemira di tahun-tahun yang lalu.

Kemudian, Raesha pun memberikan contoh seperti halnya dulu verifikasi berkas harus dihadiri oleh Calon Ketua dan Wakil Ketua BEM UI, namun dengan peraturan yang sekarang sidang bisa hanya dihadiri oleh yang mewakili pasangan tersebut.

Di sisi lain, melihat fenomena Pemira UI 2019 dengan aturan dari hasil Kongres. Dimas mengatakan bahwa hal ini berhubungan tentang Demokrasi baru di UI.

"Ya kita lihat aja apakah yang katanya 'serius' itu lebih bagus dari yang 'becanda'. Ini tantangan demokrasi yang baru bagi mahasiswa UI apakah mereka bisa melihat kualitas dari masing-masing calon," jelasnya.

Teks: Halimah Ratna Rusyidah
Editor: M. Aliffadli
Foto: El Daffa Hakim

Pers Suara Mahasiswa UI
Independen, lugas, dan berkualitas!